"Hwa?"
Spoken in tiny, sedangkan yang dipanggil sudah lebih dari terlatih untuk tetap berada di depan counter, mengaduk sup dengan tenang dan bukan berbalik badan lalu memberi good morning kiss.
Si Mungil menguap lebar. Terlelap di tengah durasi film yang mereka tonton semalam belum cukup menghapus kantuknya. Tak butuh waktu lama hingga tangan kecilnya menemukan lengan favoritnya, the eucalyptus to his koala, dan yang terjadi selanjutnya adalah rutinitas pagi di antara keduanya.
Seonghwa memasak. Hongjoong menggelayut di lengannya.
"Mau pindah ke ranjang?" Tanya pemuda yang lebih tinggi, dengan nada paling gentle yang bisa dibuatnya. "Biar saya bawakan sarapanmu ke sana."
"Hari ini kerja?"
"Hm."
Lelaki itu mematikan kompor sebelum menangkup wajah kesayangannya yang berubah cemberut.
"Kamu membuat pergi ke sana terasa jauh lebih sulit dari sebelum-sebelumnya," katanya, masih memainkan pipi lembut Hongjoong, "saya sudah janji akan selalu pulang tepat waktu, bukan?"
"Aku selalu ketakutan setiap kamu tidak ada." Keluh Hongjoong, "lebih nyaman seperti ini. Tidak bisakah terus begini?"
Pemuda berambut merah itu menemukan jalannya ke dalam dekapan Seonghwa. Mengunci tubuh mereka dalam kehangatan, their other usual ritual. Seonghwa berpikir bahwasanya puzzle yang secara tak sengaja mereka selesaikan setiap kali mereka berpelukan justru membuka jebakan baru, sebuah human trap raksasa yang membuat keduanya enggan pergi ke mana-mana.
Pagi ini, Hongjoong memberinya level yang sangat sulit.
"Satu quart stroberi dengan madu," ujar Seonghwa tersenyum, mengeluarkan jurus terakhir setelah menghadapi rajukan bayi besar itu sepanjang lima belas menit lamanya. "Saya tidak keberatan terlambat setiap hari karena kamu, tapi saya benar-benar harus pergi sekarang. Kita akan makan buah kesukaanmu nanti sore. Jadi tunggulah saya dengan sabar, bagaimana?"
Elusan singkat di kepala dan keduanya saling melepas pelukan.
"Hwa?"
Panggilan kecil terakhir sebelum sosok terdekatnya pergi meninggalkan ruangan.
"Kenapa? Kamu lupa lagi di mana menyimpan sendok sup? Mau saya ambilkan?" Candanya.
Masih dalam kaus kebesarannya, laki-laki itu menggembungkan pipi dengan penuh rasa tidak rela.
"Kamu benar-benar akan pulang, kan? Kamu tidak akan meninggalkan aku sendirian di sini, kan?"
Game over. Park Seonghwa melepas lagi sepatunya dan kembali ke dalam untuk memeluk si pemilik kamar, in that very kitchen spot.
"Apakah saya pernah ingkar janji?"
"Mm, mm."
"Makan dan tidurlah." Bisiknya rendah di telinga Hongjoong, seolah yang ia sampaikan adalah rayuan. "Begitu kamu membuka mata, saya akan ada di pintu depan. Masih pada jam yang sama seperti kemarin, dua hari yang lalu, berminggu-minggu yang lalu. Okay?"
"Promise?"
"Promise."
Nyawa tambahan dari Si Empunya Permainan agar Seonghwa mampu melanjutkan perjalanan. Namun kali ini, ia lah yang tak rela harus pergi dari sana.
.
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Room 501 | SeongJoong 🔞
Fanfiction"Tuan Perjaka, maaf, tetapi aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan." Seonghwa menelan ludah, masih tidak tahu apa-apa soal orang itu selain ia jarang keluar rumah dan bertubuh mini. Namun ia tidak boleh diremehkan. "Paman menyewakan kamar dengan...