"Rey nya ada, tante?" Aurel mencium punggung tangan seorang wanita seusia mamanya. Wanita itu tadi menjawab salam Aurel dan membukakan pintu untuknya dengan senyum hangat yang selalu sama.
"tumben banget kamu datang sepagi ini, Rel?" nama wanita cantik dengan dress rumahan selutut itu Laras, mama dari sahabatnya ini selalu saja terlihat anggun seperti biasanya. Laras mempersilahkan Aurel masuk ke dalam rumah. "Rey nya ada kok. Lagi di kamar, kamu kayak nggak tahu jam bangunnya aja."
Aurel tertawa pelan sambil menjinjing tas laptop memasuki rumah. Laras menyuruhnya naik ke lantai atas, tepatnya di kamar Rey sementara ia membuatkan teh meskipun Aurel sudah menolaknya dengan halus. Aurel tidak ingin merepotkan, tetapi Laras selalu saja menyiapkan teh dan beberapa cemilan untuknya setiap dia datang.
Rumah Rey masih seperti biasanya, sepi dan tenang. Salah satu sebab Aurel menjadikan rumah Rey sebagai markasnya adalah karena hatinya selalu merasa nyaman disana. Ketimbang di rumah, dia mendapat banyak cercaan pedas sang mama dan beberapa gangguan lain seperti Iyan.
"aku masih ngantuk, ma." Rey membuka pintu dengan rambut berantakan, sepasang matanya belum terbuka sempurna. Meski waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi, Aurel tidak tahu Rey masih betah dengan kebiasaannya semasa kuliah di luar kota. Yaitu tidur seharian seperti orang mati.
"gue belum kawin.." Aurel menyentil dahi lebar Rey sampai kesadarannya pulih dengan benar sekarang. "..gue juga nggak mau punya anak kayak elo."
"Aurel?" Rey paham betul satu-satunya orang yang tidak pernah tahu rasa segan memasuki kamarnya tanpa izin si pemilik. Selain keluarganya, Aurel adalah kandidat paling kuat. "lo ngapain pagi-pagi udah kesini?"
"gue?" Aurel menunjuk dirinya setelah merebahkan diri tanpa aba-aba di kasur empuk milik Rey. "mau gangguin lo tidur. Gila aja lo masih betah sama tuh kebiasaan."
"karena nyonya Laras nggak seribet nyonya Dian yang harus langsung berkutat di dapur setelah shalat subuh." Aurel tertawa mendengar komentar Rey. Begitulah faktanya, Dian mengharuskan Aurel membantunya di dapur setelah shalat subuh, meskipun dia keseringan tertidur setelahnya dan mendapat petuah pedas penuh cinta.
Tidak hanya Aurel, Rey pun tidak luput dari amukan Dian kala menginap di rumahnya. Rey tidak pernah mendapat waktu tidur berharga nya yang tenang kala berada di rumah itu.
"gue aduin ke mama baru tahu rasa lo.." ancam Aurel yang sama sekali tidak membuat Rey merasa gentar. Rey hendak melanjutkan tidurnya setelah menutup pintu rapat-rapat. Namun pada dasarnya buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, Aurel menggunakan cara yang sama seperti Dian. Melakukan trik apa saja untuk membuatnya terusik.
"emang dasar lo ya.." Aurel mendapat lemparan selimut dengan karakter minion. Rasa ngantuk Rey hilang seketika kala Aurel menjadi tamunya. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain mencuci muka dan meladeni sang tamu tak diundang dengan sukarela.
"nggak mandi lo?" todong Aurel ketika melihat hanya wajah Rey yang basah. Pakaiannya masih sama, hanya rambutnya yang terlihat sudah dikucir meski asal-asalan.
"tadinya mau mandi pagi. Diajakin sarapan sama Tommy." Rey meraih apel dan mengunyahnya tanpa dipotong terlebih dahulu. Berbeda jika di rumahnya, sang mama pasti mengutuknya satu hari satu malam kalau melihat Aurel mengunyah apel bulat-bulat. Sudah menjadi motto Rey, simple adalah bagian dari kesehariannya.
"trus, nggak jadi?"
"ntar ditanya-tanya sama mama. Mama kan agak protektif kalo gue deket sama cowok." Sahut Rey kemudian menyeruput teh hangat. Tadinya Laras membawa nampan berisi secangkir teh dan beberapa buah segar, namun sepertinya hidangan itu tidak berakhir di perut tamu melainkan di perut sang tuan rumah.
Salah satu perbedaan yang mencolok diantara Dian dan Laras terletak pada sifat protektifnya. Dian dengan sukarela membiarkan Aurel pergi kemanapun dan kapanpun, juga dengan siapapun. Bahkan dia tidak jarang mendapat pertanyaan kenapa sampai saat ini tidak satupun ada laki-laki yang mendekatinya.
Sedangkan Rey, mungkin karena sahabatnya itu terlalu sering pergi dengan laki-laki yang berbeda sehingga Laras membatasi waktu keluarnya.
"ck. Kalo gitu, lo pergi aja sana.."
"ini rumah gue. Harusnya gue yang ngusir elo." Mendapat tatapan tidak ramah, Aurel sempat tertawa menanggapi kesalahpahaman itu.
"maksud gue, lo terima aja ajakannya si Tommy. Rumah tangga lo berdua kan lagi nggak harmonis, beri kesempatan Tommy memperbaiki hubungan. Sambil sarapan, lo berdua bisa bicarakan baik-baik."
"anjir banget bahasa lo, rumah tangga." Rey berdecak, " tapi iya sih, gue harus selesaikan masalah sama Tommy. Cuman kalo mama nanya gue kemana, gimana?"
"ck. Udah kalo masalah itu gampang. Gue stay disini buat mengamankan posisi lo."
"yang bener lo? Emang nya lo mau bilang apa ke mereka?"
"pokoknya lo tenang aja, deh. Gue ada ide." Rey menatap Aurel dengan ragu. Sebenarnya dia tidak ingin percaya dengan sahabatnya itu. Setiap dia memutuskan untuk percaya dengan sosok itu, nasibnya selalu saja sial. "udah lah, nggak usah kebanyakan mikir. Keburu lunch, nggak sarapan lagi namanya."
"Ya udah. Beneran ya, lo boleh pake segala alasan nggak logis yang lo punya asalkan nyelamatin posisi gue. Jangan sampai gue dicurigai pergi sama cowok." Rey segera bersiap-siap kala mendapat anggukan penuh percaya diri dari Aurel. Dia hanya bisa berdoa semoga saja sahabatnya itu tidak membuat alasan konyol.
**
"apa lagi sih yang lo pertimbangin?" pria berpostur tubuh tegap dengan perawakan khas jawa yang manis dan menawan itu menyapa temannya yang sejak tadi berdiri didekat balkon.
"kayaknya gue nggak bisa temui dia." balas pria yang satunya. Keduanya sama menawan, namun yang satu ini punya postur lebih tinggi sedikit. Lesung pipi nya jelas terlihat kala dia menunjukkan rasa bimbang.
"satu-satunya cara mengakhiri perjodohan konyol ini adalah dengan menemui dia. Yang harus lo lakuin cuma bikin dia illfeel sama sosok Satria sehingga dia bisa membatalkan perjodohan ini sepihak."
Pria itu terus menghujaninya dengan saran, meski sebenarnya dia ragu apakah bisa melakukannya atau tidak. Ini pertama kali dia harus menghadiri kencan. Dan ini adalah hal yang paling ingin dia hindari setelah kepulangannya dari Surabaya.
"caranya?"
"bikin perempuan illfeel itu gampang, kok. Perempuan paling anti sama laki-laki mata keranjang. Dan seperti yang kita tahu, Aurel itu orang yang realistis. Jangankan 4 kali kencan, di pertemuan pertama aja gue yakin dia bakal nyerah."
"gue nggak yakin bisa. Gue bukan tipe orang kayak gitu. Kalo kelihatan dibuat-buat ntar malah ketahuan." jawabnya masih setia menimbang-nimbang keputusan.
"makanya buat senatural mungkin, seolah-olah lo itu playboy kelas atas yang menjengkelkan." Mendengar kembali bujukan itu membuat percaya dirinya naik satu level, meski keragu-raguan itu terus bersemayam di benaknya. Dia tidak yakin tindakan ini benar. Tapi dia tidak punya pilihan lain sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Jodoh
ChickLitDijodohkan merupakan mimpi buruk setiap orang. Tetapi untuk Aurel, mimpi buruk itu justru menjadi nyata. Menghantuinya tanpa belas kasih. Tadinya dia ingin memulai kerja sama dengan Satria Wijaya agar perjodohan mereka dibatalkan. Tetapi siapa yang...