Aurelia Aurita. Namanya unik, begitupun sifat yang melekat pada dirinya. Tidak ada yang istimewa dari seorang wanita yang memiliki tinggi badan 160 cm itu, kecuali senyumnya yang memikat. Tetapi itu sama sekali tidak cukup, dia bahkan belum menemukan laki-laki idamannya meski memiliki privilege tersebut.
Mendapat gelar Sarjana Ekonomi pada usia 23 tahun tidak pernah dia duga sama sekali, karena seharusnya dia bisa lebih cepat daripada ini. Agak miris, tapi itulah kenyataan tentang dirinya yang tidak bisa dia tampik.
Hari ini, suasana makan malam keluarga yang biasanya khidmat malah dirusak oleh sesosok makhluk cantik berambut pendek yang berulangkali menyenggol lengan Aurel. Aurel menanggapinya dengan malas, menyantap sayur-sayuran yang sebenarnya tidak dia sukai terasa lebih baik dibanding mendengarkan curahan wanita paruh baya itu.
Dia tentu tahu, jika Dian Antrasena mulai menunjukkan perbedaan tingkah laku yang spesifik daripada biasanya pasti ada sesuatu yang akan terjadi. Aurel hanya harus bersiap untuk mendengarkan apa saja yang akan direcoki sang mama malam ini.
"Rel.." bermulut manis dengan wajah sumringah, Aurel paham arti dari itu semua. Dia hanya ingin melanjutkan makan dengan tenang, berharap sang pahlawan Wisaka Antrasena menyelamatkannya dari musibah yang akan ditimpanya sebentar lagi. "anak pak RT baru pulang dari Surabaya. Itu tuh, yang beberapa bulan lalu lolos seleksi CPNS."
"maksud mama, mas Satria?" laki-laki dengan postur tubuh tinggi seperti tiang listrik yang kini menikmati sup ayam sambil menginterupsi itu namanya Iyan, lebih lengkapnya Fabiyan Derasa Antrasena. Padahal Aurel pikir, Iyan tidak akan tertarik dengan obrolan tidak menyenangkan itu. Lagipula, sejak tadi Iyan memang makan dengan tenang karena sup ayam favorite nya tersaji indah diatas meja.
"nah, iya tuh. Satria." Sahut Dian antusias. Aurel tidak tahu mamanya akan menunjukkan sisi bahagia padahal yang pulang dari perantauan adalah anak orang lain. Selama bertahun-tahun di luar daerah, mamanya itu tidak pernah menampakkan kebahagiaan yang luar biasa kala Aurel kembali dari perantauan. Lagi-lagi Aurel merasa miris.
"papa dengar, Satria ditugaskan di kota ini." Wisaka yang diharapkan Aurel akan menjadi tameng akhirnya menjadi sekutu Dian dan juga Iyan. Mungkin sebentar lagi kapal Aurel akan karam diterjang ombak.
"nah, gimana kalo kamu menikah sama Satria aja, Rel?"
"ha?" Aurel akhirnya bersuara, meski hanya tanggapan yang memperlihatkannya seperti orang bodoh. Dia bahkan tidak bisa menebak kalau pernikahan adalah ujung dari cerita Dian. Aurel sudah memantapkan hati awalnya, akan mendengarkan dengan baik lagi perbandingan yang akan dituturkan sang mama mengenai berhasilnya anak tetangga. Like always. "mama ngomong apa, sih? Kok jadi nikah segala?"
Aurel meringis pada detik berikutnya. Tangan ringan Dian bergerilya mencubit lengan kirinya dengan penuh cinta dan kasih sayang. "kamu tuh ya. Kerja nggak mau, bantuin mama di dapur nggak mau, nikah juga nggak mau. Maumu opo toh?"
Aurel mencuri lihat ke Wisaka, tidak ada pembelaan untuknya hari ini. Meski tidak yakin, Aurel kini mencoba melempar beban ke Iyan, dan jawaban yang ia dapat justru, "udahlah, mbak. Terima aja tawarannya mama. Lagian jadi istri PNS sejahtera loh hidupnya."
"kalau mau sejahtera, nikah sama dokter juga bisa. Papa kan dokter, hidup kita semua sejahtera kok."
"masalahnya, nggak ada dokter yang mau sama kamu." Potong Dian dengan tidak berperasaan. Meski menyakitkan, hatinya dengan tega membenarkan pernyataan itu.
"memangnya mas Satria mau sama aku?"
"mau. Mama yakin. Makanya kamu harus setuju kalo kami mengatur getting." Semua pandangan langsung mengarah ke Dian, termasuk para sekutunya. "ck. Itu loh, kencan. Apa itu bahasa inggrisnya?"
"Dating, mama." Aurel meralat sambil menelan kesal. Dian hanya manggut-manggut membenarkan. "kalo sehabis itu, ternyata kami berdua nggak cocok. Gimana? Kita bisa akhiri ini, kan?" Aurel menaruh harapan besar kali ini. Tentu saja dia akan sepemikiran dengan pria bernama Satria itu. Kalau laki-laki itu memang waras, dia pasti juga akan menolak rencana perjodohan tanpa cinta itu. Mereka hanya harus bekerja sama.
"mengakhiri sama Satria mungkin iya, tapi nggak mengakhiri kemungkinan kalo mama akan carikan jodoh yang lain untuk kamu. Walaupun spesifikasinya jauh dibawah Satria." Aurel hanya menghela napas, kalau tahu akan jadi seperti ini mungkin dia akan menerima tawaran teman angkatannya untuk menggembel di luar daerah daripada menjadi pengangguran di rumah sendiri. "coba deh kamu bayangkan, Rel. Dia itu berpendidikan, lulusan S1. Sekarang udah resmi jadi PNS. Orangnya rapi, sopan, ganteng lagi. Keluarganya juga baik. Satria itu kurang apa lagi?"
"ya udah, aku mau. Tapi kencan nya jangan dalam bulan ini, ada project novel yang harus aku selesaikan, udah dapet ultimatum sama editor." Aurel mencoba peruntungan bernegosiasi. Meski akhirnya ditolak mentah-mentah.
"mama nggak mau tahu, minggu depan kamu harus temuin Satria." Aurel tidak memberikan jawaban setuju, melainkan diam tak bersuara melihat ke arah makanannya. Lagi dan lagi, helaan napas itu keluar dari mulutnya. Sekarang, dia kalah telak.
**
Side Story
Wisaka dan Iyan saling melempar tatapan. Di kamar utama, dua orang itu tampak kebingungan. Mungkin masih tidak mengerti kenapa mereka harus berada disana pada jam 4 sore. Wisaka yang seharusnya masih berada di rumah sakit terpaksa pulang karena katanya ada pembahasan penting. Tetapi dia masih heran kenapa Iyan juga terlibat, sedangkan Aurel tidak diikutsertakan.
"mau bahas apa sih, ma? Kenapa aku nggak boleh bilang ke mbak Aurel?" akhirnya setelah hampir 15 menit keduanya menunggu yang mulia ibu ratu Dian berpikir seorang diri, Iyan bersuara juga. Wisaka hanya mengangguk setuju dengan pertanyaan putranya itu.
"tadi mama ketemu sama buk RT, katanya Satria udah pulang dari Surabaya." Iyan dan Wisaka kembali saling tatap. Sepertinya mereka masih belum paham ujung pembahasan ini akan mengarah kemana.
"lalu?" giliran Wisaka kini yang bertanya. Iyan hanya kebagian mengangguknya saja. Dian tampak mengambil tempat kosong disamping Iyan. Wajahnya sekarang berubah sumringah. Wisaka sudah curiga awalnya, tapi dia masih belum bisa menerka apa yang ada di pikiran istrinya.
"Satria itu dari kecil kan tinggal di Surabaya, ternyata belum lama ini dia lolos seleksi CPNS dan penempatannya itu disini. Itu artinya, dia akan menetap di kota ini." Lagi-lagi kata pengantar itu tidak membuat keduanya lekas mengerti. "mama dan buk RT sepakat untuk menjodohkan Aurel sama Satria."
"ha?!" Wisaka adalah orang pertama yang kaget, disusul oleh Iyan yang dengan spontan memasang wajah tidak senang.
"what?! Mama please deh, ini tuh 2021. Mana zamannya lagi begitu." Penolakan itu direspon dengan anggukan setuju oleh Wisaka.
"kamu harus bantuin mama untuk memprovokasi mbakmu, Yan. Dia harus setuju kalau mama dan buk RT mengatur kencan." Wisaka hanya menggaruk tengkuk. Bingung harus bilang apa. Istrinya itu tampak begitu bersemangat kali ini.
"nggak mau ah, ma." Meski keduanya hampir setiap hari bertengkar, dia masih punya rasa perduli yang tinggi terhadap Aurel. Kalau seandainya laki-laki itu bukan pilihan yang tepat, bukankah masa depan kakaknya sedang dipertaruhkan?
"Kenapa mesti di jodohin sih, ma? Biarkan aja Aurel menentukan pilihannya sendiri. Dia jauh lebih tahu siapa yang benar-benar dia butuhkan. Lagipula, usianya kan baru 23 tahun. Dia juga kayaknya belum kepikiran sampai sana, punya pacar aja enggak." Tadinya Wisaka begitu percaya diri saat mengemukakan pendapat, tangannya bahkan bersidekap. Tetapi seketika nyalinya menciut kala mendapat tatapan menusuk dari Dian. Saat dia melempar tatapan kearah Iyan, putranya itu hanya mengangkat bahu.
"papa nggak mau punya menantu kayak Satria? Dia itu orangnya sopan, pinter, ganteng, PNS, berasal dari keluarga baik-baik pula. Lagian buk RT juga mau kok dapet menantu kayak Aurel. Padahal Aurel itu banyak kurangnya." Wisaka tidak menyahuti kalimat-kalimat berisi pujian itu, begitupun Iyan yang tampak masih kukuh dengan penolakannya. "kalau papa sama kamu Iyan, nggak bantuin mama meyakinkan Aurel, mama mogok masak 3 bulan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Jodoh
Literatura FemininaDijodohkan merupakan mimpi buruk setiap orang. Tetapi untuk Aurel, mimpi buruk itu justru menjadi nyata. Menghantuinya tanpa belas kasih. Tadinya dia ingin memulai kerja sama dengan Satria Wijaya agar perjodohan mereka dibatalkan. Tetapi siapa yang...