3

17 1 0
                                    

People's POV: Anetta adalah badut yang suka ngehalu.

Jay itu salah satu cowok yang paling gue hindari di kelas. Dia punya semacam aura yang bikin gue ngerasa gak aman. Especially, cara dia natap lawan bicara, cara dia berargumen dengan blak-blakan dan memperlakukan orang lain secara intens.

Dia punya semacam lonjakan energi liar yang bikin introvert kayak gue bisa lelah sendiri cuma karena lihatin dia. Intinya, dia kandidat nomor satu dalam daftar orang yang paling gue hindari.

Di kelas dia punya dua posisi berdasarkan cara orang ngelihat dia. Bagi teman-teman dekatnya, Jay adalah cowok yang asik, suka ngajak ribut tapi juga konyol dan bisa bikin suasana heboh. Tapi bagi orang lain yang berada di level berbeda, Jay itu nakutin, tukang bully yang perkataannya sadis kalau dia gak suka orang tertentu.

Jay kalau gak suka sama orang bisa dipermaluin di depan orang banyak, dan biasanya orang yang pernah dia permaluin itu kategori anak cupu semuanya.

Dan gue sebagai anak baru yang diberitahu info itu oleh Kinara seketika pasang tembok tak terlihat yang membuat gue sebisa mungkin gak berinteraksi sama tipe orang kayak dia.

Setelah sekian lama gue berhasil menghindar, kali ini gue gak bisa karena kami berada di satu kelompok diskusi yang sama.

Sejak gue gak sengaja lihat dia dan Iris di rumah sakit, gue ngerasa dia lebih sering merhatiin gue terang-terangan. Di koridor, di barisan, maupun depan kelas. Gue jadi overthinking, takut dia marah karena gue mergokin dia dan Iris ciuman.

"Gue gak tahu kalau ternyata kita sekelas." Kata Jay santai yang udah lihatin gue dari seberang meja dari tadi. Gue ngerasa gak nyaman karena cara dia ngelihat gue yang tajem gitu. Padahal gue selama ini berusah sebisa mungkin 'tak terlihat' di pandangannya, tapi sekarang gue tepat duduk di depannya yang kelihatan mau jadiin gue target bully selanjutnya.

"Lo-nya aja yang sibuk sama diri lo sendiri, sampai teman sekelas aja gak diinget," gue noleh ke arah suara di kanan, Kei udah datang bawa buku paket. Dia duduk di samping gue sambil nyodorin buku yang tadi dijelasin Bu Afika guru Kimia.

Jay ngangkat alis ngelihatin gue. Gue masih hindari kontak mata.

"Lo mau diskusi atau natap dia terus kayak gitu?" Kata Kei tiba-tiba nepuk meja.

"Kan ada lo. Maniak belajar yang pintar dan disiplin, peran gue di sini cuma jadi pelengkap jumlah kelompok." Jawab Jay santai sambil muter-muterin buku di jarinya. Gue ngelihat reaksi Kei yang mau marah tapi dia tahan.

Hingga bel pulang sekolah, cuma gue dan Kei yang ngerjain tugas kita. Oh iya, akhir-akhir ini gue jadi lebih santai sama Kei. Pandangan gue ke dia perlahan berubah, dia gak sekaku yang gue kira.

Siangnya, gue udah beresin buku ke tas dan pakai jaket, tapi Jay datang mukul meja dan nunduk ke depan muka gue. "Gue mau ngomong sama lo."

Gue ngelirik sekitar, semua orang udah pergi. Tinggal gue dan Jay yang masih di kelas.

"Ngomong aja," jawab gue pura-pura gak takut.

"Lo ngelihat apa yang gue dan Iris lakuin kemarin?" Jay masih setia di posisi berdiri mendominasi meja.

"Kalau iya, kenapa?"

Jay merem sebentar, dia narik napas dalam dan ngerasin rahangnya. "Shit!" Umpat Jay.

"LO NGAPAIN SI PAKE LEWAT SEGALA?!" bentak Jay bikin gue kaget.

"Ya mana gue tahu lo berdua ada di sana..." Jawab gue pelan dengan nada menciut.

His Point Of ViewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang