🦋 | Bab Tiga Puluh Enam

4.1K 281 10
                                    

Bab Tiga Puluh Enam
~~~🦋~~~

Raiden berdiri di depan Alex, kedua pria itu saling bertukar pandangan satu sama lain dengan sengit.

“Saya tetap akan kembali ke Surabaya!” kukuh Raiden, menolak perkataan Alex yang menyuruhnya untuk kembali ke Jakarta.

Baru lima belas menit Riaden di dalam ruang kerja Alex di rumah Daddy-nya, namun ayah Daniel itu sudah dibuat emosi dengan ucapan Alex yang terdengar seperti perintah mutlak di telinga Raiden, dan harus dilakukan sesegera mungkin.

Iya! Alex menyuruh Raiden kembali ke Jakarta bersama dengan anak istrinya. Sebenarnya tidak jadi masalah kalau Raiden kembali ke Jakarta, dan bekerja di tempat asalnya ini, hanya saja ego seorang anak memang besar, apalagi tentang berdebat dengan orang tua yang telah lama memiliki hubungan yang kurang baik karena gengsi dan dendam, tentu saja.

Raiden tidak suka, sangat membenci Alex saat pria tua itu mengatakan kata-kata penuh dengan perintah. Sikap membangkang Riaden seakan ingin keluar dan tidak bisa dikendalikan. Sejujurnya saja, Raiden juga tidak suka dengan apa yang baru saja ia lakukan. Tapi, ego berkata lain.

Tatapan Alex yang tadinya tajam perlahan melemah. “Bahkan di saat umur Daddy sudah tidak lama lagi? Kamu tega melihat Daddy mati dengan perasaan bersalah ini?” ungkap Alex, tertunduk.

Seperti disengat petir di siang hari yang cerah, perkataan Alex membuat Raiden tercenung beberapa detik. Mencoba menerjemahkan bahasa yang keluar dari bibir Alex ada fakta atau tipu daya lelaki yang memakai jas hitam dengan bahan mahal itu.

“Jangan bermain dengan nyawa Daddy. Jika mau Raiden pulang, jangan bawa-bawa nyawa di dalam urusan ini,” tutur Raiden dengan nada tidak senang bercampur takut.

Alex mengangkat kepalanya. “Apa seburuk itu kesan Daddy di matamu sampai-sampai berkata jujur pun kamu nggak percaya sama Daddy?”

Tidak menjawab, Raiden memilih untuk memutar tumitnya dan berjalan keluar dari tempat itu tanpa menoleh sedikit pun kebelakang, bukan karena tidak mau, hanya saja ..., Raiden belum bisa menerima apa yang sedang terjadi.

Bagaimana bisa Alex tiba-tiba berkata demikian kepadanya? Di mana letak hati pria yang ia sebut dengan panggilan Daddy itu? Mengapa di saat seperti ini baru sosok Raiden terlihat penting di hadapannya? Ke mana saja ia selama ini?

Raiden marah! Ia kesal, semua rasa bercampur aduk hingga ia tidak tahu harus berbuat apa. Seperti sekarang, di dalam mobil yang sedang ia kendarai, pria itu tertawa sambil meneteskan air mata.

Hati anak mana yang baik-baik saja saat mengetahui fakta bahwa ayahnya sedang sekarat? Meskipun Raiden belum tahu Alex mengidap penyakit apa, namun ia yakin ini bukan penyakit biasa sampai-sampai Daddy-nya bisa berkata seperti itu.

Bagaimana pun, Alex Memiliki banyak uang untuk berobat. Akan tetapi jika pria paruh baya itu sudah berkata seperti tadi, kemungkinan Alex benar-benar hilang harapan.

Ting!

Raiden mengambil ponsel yang berada di atas dasbor mobil dan melihat siapa yang mengirimkan ia pesan singkat.

[ 08239897×××:
Lo jadi datang kan? ]

Mendengkus kesal, Raiden segera mengetik balasan kepada nomor tersebut. Setelah itu ia menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke tempat yang akan membawanya bertemu dengan teman-teman SMA-nya dulu.

Menarik napas untuk kesekian kalinya, Raiden tanpa sadar sudah sampai di sebuah tempat yang sama sekali tidak pernah ia injak setelah lima tahun yang lalu. Lebih dari apapun, pikiran Raiden benar-benar kalut sekarang.

Keluar dari mobil, Raiden langsung dipertemukan dengan lelaki keturunan Jepang, Yuta—salah satu teman SMA Raiden yang belum juga menikah sampai sekarang karena trauma masa lalu.

“Woi, Rai!” seru Yuta sambil berjalan ke arah Raiden dengan senyum lima jarinya.

Raiden mengangguk kecil. “Yok, Yut.”

👺👺

Jam telah menunjukkan pukul tujuh malam, namun Raiden belum juga pulang. Nisa sudah menghubungi suaminya itu, akan tetapi nomor Raiden di luar jangkauan. Bersama dengan Daniel di sebuah kamar kosong yang dijadikan sebagai tempat bermain Daniel, Nisa berjalan mondar mandir sedangkan sang anak sedang bermain-main dengan mobil dan juga robot mainannya.

“Ada orang di dalam? Halooo?”

“Permisi! Malam!”

Siapa yang berteriak di luar? Batin Nisa penasaran.

Nisa berjalan ke arah Daniel, kemudian menjelaskan kepada anaknya itu untuk tidak keluar dari kamar karena ia hanya pergi sebentar ke bawah, meskipun Daniel tidak 100 persen mengerti apa yang dikatakan Nisa, ia hanya mengangguk dan kembali sibuk bermain. Tentu saja Nisa menutup pintu, agar Raiden tidak keluar dari kamar, takutnya ia berjalan ke tangga.

Nisa tergesa-gesa berjalan ke arah pintu rumah mereka saat mendengar suara teriakan beberapa orang dari luar yang meminta dibukakan pintu beberapa kali. Maklum, di rumah ini tidak ada pembantu rumah tangga tetap, yang ada hanya satpam dan seorang ibu-ibu yang datang seminggu sekali untuk membersihkan rumah.

Mulut Nisa terbuka kecil dengan bola mata yang membulat, tampak di depannya Raiden sedang mabuk berat hingga tak sadarkan diri di rangkulan kedua pria yang sama sekali tidak di kenal Nisa sebelumnya.

“Lo istrinya Raiden kan?” Seorang pria berwajah khas orang Jepang itu berseru sambil berjalan masuk bersama Bulan untuk membopong tubuh besar Raiden.

Karena masih shock dengan apa yang dilihat, Nisa tidak menjawab pertanyaan pria itu. .

Nisa pun menunjukkan letak kamar mereka berada di lantai dua, dan kedua pria itu dengan terpaksa harus mengangkat Raiden hingga ke kamar utama di rumah itu.

“Mas Raiden kenapa, Mas?” tanya Nisa kepada kedua pria itu dengan mata memanas.

Pertama kali Nisa melihat keadaan Raiden seperti ini. Ayah Daniel tidak pernah mabuk sebelumnya, bahkan Nisa tidak pernah mendengar bahwa Raiden bisa mabuk. Tapi ..., Kenapa pulang dari rumah Alex—Setahu Nisa—keadaan suaminya seperti ini?

“Gue Bulan, dan ini Yuta, kami teman SMA Rai.” Bulan memperkenalkan diri mereka terlebih dahulu, sebelum lanjut berkata, “Nanti lo bicara aja sama Rai kalo dia udah sadar. Kami cabut dulu.”

Nisa mengangguk tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bulan dan Yuta yang telah membawa Raiden pulang. Ia pun mengantar kedua pria itu keluar dari rumah.

Kembali Nisa berjalan ke kamar, lebih tepatnya ia pergi ke arah Raiden. Wanita itu melepaskan sepatu dan kaos kaki hitam yang masih melekat di kaki Raiden.

“Bundaaa? Ayaaah?” Daniel dengan mata yang lebar melihat ke arah Raiden dan Nisa secara bergantian dengan tatapan bingung.

Langkah kaki mungil anak kecil itu semakin dekat ke arah Nisa dan wajahnya masih tetap memandang Raiden.

“Ayaaa? Ayaaa?” seru Daniel sambil menggoyang kaki Raiden nada meninggi.

Nisa membungkukkan badan hingga sama dengan tinggi Daniel. Tangan Nisa dengan lembut mengelus kepala anaknya itu dan tersenyum lebar. “Ayah lagi bobo.”

To be Continued

An:

Ehehe. Halu. ^^

Seperti biasa jangan lupa untuk vote komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian ya.

Ada typo? Kalimat belibet? Kasih tau aja Beb. -3- tengkyuuuuuu banget buat yang sering mengoreksi kesalahan tulisanku. ❤️

Ahhhh. Aku ada niat update sampe tamat hari ini Ahahah.

Ps: aku kehabisan nama-nama. 😂

Pengasuh Bayi Dan Dokter ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang