DUA

1 3 0
                                    

TOLONG VOTENYA YAA🥺🥺
Yang logonya bintang di bagian bawah ituu

Udahh?

MAKASIHH🥰🥰

🍃🍃🍃

“Guys, gue dapet info kalau hari ini pelajaran habis dhuhur bakal kosong.” Cowok tinggi berkulit hitam manis itu bersorak namun matanya tak lepas dari layar handphone.

“Dapet info dari mana lo? Nyebarin berita bohong kayak minggu lalu awas aja.” Ujar Ana sinis. Bagaimana tidak? Minggu lalu setelah mendengar bahwa pelajaran kosong ia langsung tancap gas pergi bersama teman segang nya. Tapi ternyata berita itu bohong dan akhirnya ia harus merelakan nilai bahasa inggris nya dikurangi lima belas poin.

“Dari Raka, anak sebelah.”

“Bisa dipercaya gak tuh?” kini Delia  menyahut.

“Gue jamin.”

Delia mengedikkan bahu lalu memutar tubuhnya menghadap Chiara.

“Pulang cepet nih, lo mau ngapain?”

Chiara yang sedang asyik membaca novel itu mengangkat wajahnya sebentar menghadap sahabatnya. “Pulang?”

Delia berdecak. “Gak seru banget. Gue aja udah bosen suntuk di rumah. Jangan jangan lo nyembunyiin sesuatu ya dirumah? Yang bikin lo betah banget di rumah” ujar Delia sambil terenyum jahil dengan mata menyelidik.

“Nyembunyiin apa?”

“Yaa... cogan mungkin. Siapa tau lo ternyata udah-“

“Gak ada, gak ada.” Chiara melotot karena sudah menduga arah pembicaraan cewek berambut sepundak itu.

Delia tergelak. Puas menjahili Chiara yang notabenenya anak pendiam yang jarang mengungkapkan ekspresinya. Delia sudah mengenal Chiara sejak awal mos SMA. Chiara itu memang awalnya terlihat pendiam dan jarang mengobrol. Namun lama kelamaan keduanya mulai cocok. Chiara pendengar yang baik dan Delia yang super aktif mengoceh.

Setelah tawanya reda, Delia mulai memasang wajah cerah. Mulutnya siap bercerita tentang apapun. Dari artis yang sedang digemarinya hingga cerita tentang kisah horor di kanti sekolah mereka.

🍃🍃🍃

Hari yang ditunggu telah tiba. Begitupun dengan persiapan pensi kelas XI C.

“Kita tampil sepuluh menit lagi. Semuaya udah siap kan? Properti buat mini dramanya ready semua kan?”

  Sean, ketua kelas XI C yang paling sibuk berteriak memastikan semuanya siap untuk tampil. Cowok itu sibuk mondar mandir memastikan tidak ada yang kurang satupun. Sean sosok yang perfeksionis dan juga berwibawa namun juga sangat perhatian. Makanya tidak heran ia mampu mempertahankan tahta ketua kelas dua tahun berturut turut.

Chiara dengan dress coklat sibuk menyemangati dirinya sendiri. Walau hanya tampil di bagian belakang, namun ia tak ingin membuat kesalahan. Makanya, ia perlu mengisi ulang kepercayaan dirinya dengan cara menyemangati dirinya sendiri.

Iris coklatnya melirik. Melihat Delia dengan atribut lengkapnya. Delia menjadi salah satu lakon dalam mini drama yang ditampilkan kelasnya. Ingin rasanya berjalan mendekati sahabatnya itu namun urung karena merasa takut tak bisa mengikuti arah obrolan yang sedang berlangsung antara empat orang disana. Terlebih ada Ana, orang yang mungkin paling jarang diajaknya mengobrol. Ia takut malah berakhir dengan canggung.

“Chiara? Gaada yang ketinggalan kan buar tampil diatas?” Sean berucap dengan sedikit berteriak karena jarak mereka yang lumayan jauh.

Chiara menggeleng sambil memberikan jempol, isyarat bahwa semuanya aman.

“Semuanya ambil posisi. Sekarang giliran kelas kita yang tampil.” Sean berseru lagi. Membuat jantung Chiara makin berdebar. Gugup untuk naik kepanggung. Dalam hati ia terus bergumam. Gue bisa. Gue gaakan bikin kesalahan. Semangat buat diri gue sendiri.

🍃🍃🍃

“Siapa yang tampil sekarang?” Raka menepuk pundak Agam yang duduk tepat didepannya.

“Kelas XI C bukan sih?”

Aksala yang sibuk dengan kamera DSLR nya tak menjawab. Terlalu fokus mengambil gambar anak anak kelasnya yang ribut meminta bagian untuk difoto.

“Woy, Sa!!” Agam berucap tak santai.

“Apaan? Gue sibuk. Jangan ganggu.”

Raka mencibir. “Sok sibuk lo.”

Aksala tak menanggapi. Tepat saat alunan musik terdengar, pertanda penampilan anak kelas XI C dimulai, Aksala fokus mengarahkan kameranya pada panggung. Tangannya sibuk mengambil beberapa gambar. Jari jarinya memutar lensa, memperbesar objek yang tampak dalam layar kameranya.

Cowok itu membidik kamera ke segala sudut. Alisnya mengkerut. Sekilas ia merasa tak asing dengan wajah mungil milik seorang gadis yang merapat di sudut panggung. Sedikit tertutup namun ia yakin tak salah mengenali wajah itu. Ah, Aksala teringat. Itu gadis yang dikejarnya saat di minimarket.

🍃🍃🍃

Next?

Out of LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang