EMPAT

1 1 0
                                    

Akhirnya Up, huhu
Ada yg nungguin gak yaa...

🍃🍃🍃

   Acara ulang tahun sekolah sudah berakhir sejak dua hari yang lalu. Begitupun pertemuan Chiara dengan sosok cowok bernama Aksala itu. Memang apalagi yang diharapkan? Pertemuan mereka hanya sekedar memberi info dan acara saling tukar nama, anggap saja itu bonus.  Chiara juga hanya menganggapnya angin lalu. Menjaga hubungan dengan seseorang yang bahkan tak saling mengobrol lebih dari limat menit itu bukan keahliannya.

Siang itu pelajaran Bahasa Indonesia. Bu Riani yang sangat akrab dengan kedisiplinannya itu tak bisa hadir mengajar. Jamkos? Mimpi belaka. Pelajaran siang itu diisi denga tugas yang mengharuskan mereka pergi ke perpustakaan.

“Tugas lo udah selesai?” pertanyaan kesekian kalinya dari gadis berambut sebahu yang sudah tampak menidurkan kepalanya diatas meja.

“Baru setengahnya.” Chiara hanya melirik sebentar lalu kembali sibuk dengan catatan di buku tulisnya. “Buruan kerjain habis itu baru tidur.”

Delia menurut. Mengangkat kepalanya setengah terpaksa lalu mulai membuka bukunya.

“Akhirnya selesai.” Chiara melempar pulpennya pelan. Melemaskan otot otot jarinya yang terasa kaku sehabis menulis dua lembar penuh buku tulis.

“Enak banget. Bantuin gue kek.”

Cewek dengan rambut tanggung itu melirik hasil kerja sahabatnya. Ia mendengus. Satu lembar saja saja belum sampai. “Gak ah, gue juga capek.”

Delia tak memaksa. Hanya memasang wajah masam yang malah mengundang tawa dari Chiara.

Hening. Beberapa dari teman sekelasnya sudah pergi meninggalkan perpustakaan. Iris Chiara menjelajah. Menatap apapun yang tertangkap oleh penglihatannya. Rak berisi berbagai macam buku yang berjejer, foto pasangan presiden, meja dan kursi yang sebagian diisi oleh murid, dan sesosok yang wajahnya nampak tak asing. Chiara memicingkan mata untuk mempertajam penglihatannya. Tunggu? Mungkinkah itu Aksala? Cowok yang ditemuinya dua hari lalu.

Chiara tak mengalihkan pandangannya. Berusaha memastikan sosok disana. Ah, ternyata benar cowok itu. Ingin menyapa tapi takut dikira sok akrab. Sembari batinnya saling beradu, irisnya tak berhenti menatap. Dan tanpa sadar iris mereka bertemu. Aksala tersenyum tipis dengan mata yang membentuk bulan sabit.

Chiara mengerjap lalu segera mengalihkan pandangannya. Malu ketahuan menatap terlalu lama sampai melamun. Mungkin mukanya sudah merah padam sekarang. Eh, tapi... bukannya cowok itu tadi tersenyum? EHH?!

“Lo kenapa dah, Ra?”

Chiara terlonjak. Gugup setengah mati. Seperti ketahuan habis mencuri. “E-Enggak.”

Delia yang menanggkap gerak gerik Chiara makin curiga. Memicingkan matanya mengintimidasi sahabatnya itu. Sedangkan Chiara mencoba tenang, namun iris matanya tak dapat terkontrol untuk mencuri pandang kearah belakang tubuh Delia. Tempat dimana ia melihat Aksala.

“Lo liatin siapa sih?” Delia membalikkan badannya, namun tidak menemukan siapapun.

“Kenapa sih, Ra. Lo kayak habis maling tau gak sih?” Delia makin menuntut jawaban.

“Enggak lah, gue maling apa coba.”

Chiara menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Kenapa rasanya jadi secanggung ini ya.

🍃🍃🍃

Chiara masih dengan seragam putih abu abunya yang penuh keringat. Gadis itu melempar asal tas ransel dan buru buru melepas kaos kakinya yang entah berakhir dimana. Gadis itu merogoh handponenya. Menekan aplikasi instagram dan mengetik nama ‘Aksala’ pada kolom pencarian
Ia mendengus melihat rentetan nama ‘Aksala’ yang tak dikenalnya itu. Haruskah ia mencari di followers akun teman sekelasnya?

Tangan Chiara dengan cepat menuju akun milik Ana. Gadis paling populer di kelasnya. Tapi melihat isi followernya yang ratusan membuat niatnya sedikit luntur. Namun, Chiara tetap mencari. Mengamati satu persatu username beserta photo profile tiap akun.

Zonk. Gadis itu menyerah. Tapi setengah hatinya tidak ingin menyerah. Haruskah ia bertanya pada Delia? Ah, tidak. Ia tidak mau berakhir menjadi bahan olokan sahabatnya itu.

“Chiara.”

Ghea, berteriak dari dapur memanggil putri bungsunya.

“Tolong antarkan bolu ke rumahnya Raskal ya.”

Chiara mematung. Cobaan apalagi ini. Belum selesai jantungnya berpesta akibat kejadian di perpustakaan, kini jantungnya harus berpesta lagi. Bukan apa, Raskal itu salah satu orang yang tak ingin dia temui untuk sekarang, sebenarnya Chiara pun tidak tahu kapan ia siap bertemu dengan teman masa kecilnya itu.

Aduh, Jantung. Semoga baik baik aja ya.

🍃🍃🍃

   Sudah lima menit gadis berwajah mungil itu mematung dengan tangan menggantung di depan pintu. Seragam putih abu abunya telah berganti dengan kaos polos panjang dan celana training. Memantapkan hatinya, gadis itu mengetuk pintu tiga kali. Merasa tak ada jawaban, ia mencoba mengetuk kembali.

“Apa gak ada orang ya?” monolognya.

“Balik aja deh.”

Baru selangkah memutar tubuhnya, gadis itu terpekik tertahan saat tubuhnya hampir menabrak seorang cowok dengan kaos abu abu.

“Eh, gue ngagetin ya?”

Chiara mendongak, menatap wajah familiar  yang kini memasang wajah khawatir.

“Lho, Chiara? Ada apa?”

Entah dewi fortuna yang sedang berpihak padanya, sesosok yang dikenalinya sebagai Tante Vina itu datang dari arah gerbang.

“Mau nganterin bolu dari mama, tante.”

Chiara semaksimal mungkin berusaha menghindari Raskal yang masih berdiri menyerong dihadapannya.

“Wahh, makasih ya Chiara. Sampaikan ke mama kamu juga ya.”

Chiara mengangguk. “Chiara pamit dulu, tante.”

Segera setelah memastikan Vina mengizinkannya, Chiara langsung bergegas mengambil langkah seribu meninggalkan rumah tetangganya itu. Bodo amat dengan apa yang dipikiran Raskal saat ia mengabaikannya tadi. Yang penting kabur dulu. Jantungnya sedang tidak baik sekarang.

🍃🍃🍃

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Out of LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang