"Richard, maafkan aku untuk janji yang tiba-tiba kubatalkan ya." ujar Irene ketika bertemu Richard di lobby. Ya, tiga hari lalu Irene terpaksa membatalkan acara menonton bioskop dengan alasan perutnya mendadak mulas.
"Tidak masalah." balasnya tersenyum. "Aku tidak mungkin memaksamu jika kamu sakit."
Melihat senyum Richard, Irene dilanda rasa bersalah. Orang sebaik Richard harus ia bohongi? Semua ini karena Lucky!
"Lain kali aku akan mengajakmu makan malam." lanjutnya. "Dan kuharap kau tidak sakit lagi."
"Baiklah. Aku akan menjaga tubuhku dengan benar." dustanya.
"Oh ya, acara perayaan hari jadi perusahaan, apa aku boleh menjemputmu? Aku tidak ingin melihat seorang gadis cantik dengan gaunnya pergi menggunakan angkutan umum."
Irene terkekeh. "Apa itu terlihat buruk?"
"Sedikit aneh." sahut Richard kemudian keduanya tertawa.
"Oke," setuju Irene. "Aku tidak menolak tawaranmu."
"Ekhm!" suara deheman terdengar cukup keras dibelakang Irene dan Richard yang sedang berdiri di depan pintu lift.
"Selamat pagi, tuan Dickson." sapa Richard yang lebih dulu menoleh kebelakang.
"Selamat pagi, tuan Dickson." lanjut Irene.
"Ya, selamat pagi." sahutnya datar seraya menatap lurus kedepan.
Tak lama pintu lift terbuka, namun langkah Irene dan Richard tertahan sejenak karena tiba-tiba Lucky menyalip keduanya dan masuk lebih dulu. Terlihat Richard mengerutkan kening, sedikit merasa aneh pada Lucky. Dan Irene hanya menggeleng kecil melihat tingkah seniornya itu.
Didalam lift, Irene merasa tak nyaman karena Lucky yang berdiri dibelakangnya sedang memperhatikannya. Ia bisa melihat jelas dari pantulan dinding besi yang mengkilap. Entah kenapa tatapan Lucky seperti hendak menelannya hidup-hidup. Apalagi kesalahannya? Ia yakin setibanya diruangan, pria berkacamata itu pasti melakukan sesuatu padanya.
"Kau ada janji makan siang hari ini?"
"Eh?" Irene menoleh. "Sepertinya tidak." jawabnya tak yakin.
"Baiklah, kita makan siang bersama hari ini." ujar Richard yang setujui oleh Irene.
Ting!
"Saya permisi lebih dulu, tuan Dickson." pamit Richard dengan senyum tampannya. "Jangan lupa nanti siang." lanjutnya berucap pada Irene sebelum pintu lift kembali tertutup.
Lucky melangkah maju dan mensejajarkan posisinya dengan Irene. Tidak berucap apapun, namun jelas Irene merasa aura mencekam yang dipancarkannya.
Ting!
Pintu lift kembali terbuka, menandakan bahwa keduanya telah tiba di lantai yang mereka tuju. Irene melangkah mengekori Lucky, karena langkah pria itu terlampau besar untuknya hingga ia tak bisa menyamakan langkahnya. Tapi tak mungkin juga mereka berjalan bersamaan. Memangnya sedekat apa mereka berdua?
"Kau berniat menggoda penghuni kantor ini, heh?" ucapan Lucky membuat Irene yang baru saja meletakkan barang-barangnya keatas meja, menoleh cepat.
"Menggoda?" tanyanya bingung.
"Lihat pakaianmu!"
Irene menunduk memperhatikan seluruh pakaiannya. Dan, rasanya tidak ada yang aneh. "Ada yang salah dengan pakaian saya?" tanyanya menatap Lucky semakin bingung. "Saya tidak merasa kemeja saya terlalu ketat-"
"Rokmu kurang bahan!" jelasnya dengan nada setengah meninggi.
Irene kembali lagi memeriksa roknya dan, lagi-lagi menurutnya sesuai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Space Of Love
RomanceIrene Yolanda, menyesali dirinya atas tindakan tidak sengaja yang ia lakukan pada seorang pria asing di sebuah bar. Semua itu karena sang mantan sekaligus cinta pertamanya yang berhasil membuat otaknya kacau. Bersyukur mendapatkan sebuah pekerjaan u...