Part 25

529 34 6
                                    

Dua jam sudah Irene membereskan semua barang-barangnya di apartemen barunya. Ya, Lucky menepati janjinya untuk melepaskan Irene dari tempat tinggalnya di akhir pekan ini.

Irene membawa semua barang-barang miliknya dari apartemennya terdahulu dan apartemen Lucky. Dan hal yang cukup mengagetkannya adalah, barangnya tidak sedikit. Sehingga membutuhkan tak sedikit waktu untuk membereskan barang miliknya sekarang.

"Letakkan dulu novel-novelmu itu. Ini sudah jam makan siang."

Irene yang masih bersibuk ria di rak bukunya menoleh kemudian tersenyum pada pria yang tengah berdiri di sisi pintu kamarnya yang terbuka. Sejak pagi pria itu menunjukkan wajah tanpa minatnya, dan tentu saja Irene tahu alasannya.

"Sudah pesan makanan?"

"Makanan sudah ada dimeja makan sejak sepuluh menit lalu."

"Oke. Beri aku waktu beberapa menit. Ini sudah hampir beres."

Lucky menurut dan berbalik meninggalkan Irene yang kembali sibuk merapikan buku-buku cerita romansanya itu. Dan tak sampai lima menit, ia menyelesaikannya dan bergegas menyusul Lucky ke meja makan minimalis yang hanya diperuntukkan untuk dua orang.

"Perutku sudah lapar." ujar Irene seraya menarik kantong berisi makanan cepat saji. Hari ini Lucky membebaskannya dari kesibukan didepan kompor.

Irene memindahkan box makanan keatas meja, dan keduanya pun langsung saja menikmati mie goreng-ayam krispinya. Setengah porsi Irene memakan Asian food itu, tiba-tiba saja otaknya teringat pada seseorang. Marsha. Ya, wanita itu memang kerap kali mengirim makan siang bertema Asian food pada Lucky.

"Lucky.."

"Ya?"

"Aku ingin bertanya sesuatu padamu. Tentang Marsha."

Lucky terlihat melambatkan kunyahannya seraya alisnya bertaut menatap Irene. "Apa?"

"As a friend? Ucapannya sebelum memelukmu waktu itu." Irene memasukkan potongan ayam krispi kedalam mulutnya, mengunyahnya sebelum ia kembali bersuara. "Aku merasa ada arti dibalik kata-katanya waktu itu. Sepertinya-"

"Marsha menyukaiku." potong Lucky yang membuat Irene terdiam. "Malam sebelum dia datang ke kantor dan berpamitan pulang ke Indonesia, Marsha menelfonku - menyatakan perasaannya padaku."

"Dan itu alasanmu menyeretku ke lobby?"

Lucky menarik senyum tipis. "Aku hanya ingin lebih memperjelaskan padanya, bahwa aku benar-benar sudah dimiliki orang lain."

"Apa dia berniat mengejarmu?"

"Dia tidak percaya bahwa aku serius denganmu."

Irene mengendik bahu. "Mungkin dugaan Marsha benar - aw!" Irene mengusap keningnya yang di sentil Lucky. "Sakit!"

"Jelek sekali pikiranmu. Jangan pernah lagi membiarkan otakmu itu berpikiran seperti itu!" tegasnya. "Kau mau aku seret ke altar sekarang?"

Irene menggeleng cepat. "Sebelum kamu menikahiku, bertemu dulu dengan kedua orang tuaku. Restu orangtua itu penting."

Lucky langsung menarik senyum lebar. "Jadi kapan aku bisa bertemu orangtuamu?"

"Kamu benar-benar tidak sabar menikahiku ya?"

"Aku tidak sabar seranjang denganmu. Setiap hari." ujarnya seraya mengedipkan sebelah matanya.

"Otakmu hanya dipenuhi dengan kemesuman." decak Irene.

"Sudah kukatakan, itu hanya denganmu."

"Baiklah." angguknya kembali melanjutkan makannya. "Perlu kamu ingat, aku tidak menerima lamaran pria brengsek."

Space Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang