"Thanks udah mau gue paksa buat pulang bareng."
"Thanks juga tadi pagi bunganya."
"Ada satu hal yang gue takutin dari lo."
"Hah? Maksud lo?"
"Iya gue takut lo gak suka naik vespa, lo pasti tau ini motor klasik, jadul dan bisa mogok di jalan."
"Gue suka, tapi gue emang sebelumnya belum pernah naik vespa. Oiya thanks udah mau nganterin gue pulang."
"Gue yang harusnya bilang makasih sama lo."
"Hm."
(Tidak lama sampai di depan rumah)
"Ini rumah lo?"
"Iya, lo mau masuk dulu gak?"
"Enggak gue langsung pulang aja, salam buat abang lo."
"Kok abang gue? Kenapa gak ayah atau ibu gue?"
"Lo terlalu banyak kata kenapa yang ngebuat gue gak punya alasan untuk jawab pertanyaan lo barusan."
"Aneh."
"Yaudah gue pamit Zee."
"Hati-hati," kemudian aku masuk ke dalam rumah.
Dia hanya mengangguk kemudian tersenyum. Setelah itu dia pergi. Dia memang terlihat sangat klasik dengan sepatu Converse sampai mata kaki dan sepatunya terlihat lusuh dengan jeans berwarna hitam, kemeja hijau kotak-kotak.
Bang Randy ternyata mengintip dari jendela dalam rumah, "Pacar lo ya? Gue bilang ke ayah ya lo sekarang pacaran."
"Siapa yang pacaran? Dia teman kelasnya Axel. Tadi gue ketemu sama dia pas lagi nunggu bis."
"Kenapa gak minta jemput sama gue?"
"Tadinya gue mau naik bis, tapi dia maksa. Oiya lo dapet salam."
"Dari siapa?"
"Dari orang yang tadi nganterin gue pulang."
"Salam doang? Enggak kasih makanan?" ledek bang Randy.
"Lo bukannya jawab waalaikumsalam malah nanya makanan."
"Waalaikumsalam. Siapa namanya?"
"Arga, Oiya lo jangan bilang ke ayah. Gue takut ayah marah."
"Ada syaratnya," gestur tubuh bang Randy sangat mencurigakan.
"Apa?"
"Temenin abang beli kado."
"Buat siapa?"
"Buat pacar gue lah, masa buat lo."
"Gue bilangin ayah ya lo punya pacar," aku langsung berlari ke arah dekat kolam renang.
"Assalamualaikum ayah," aku mencium tangan dan memeluknya.
"Dapat buku yang kamu cari?"
"Dapat dong yah, ini bukunya," aku menunjukkan buku yang aku beli tadi.
"Masa ayah aja yang dipeluk, ibu enggak?"
"Bukan gitu ibuuu," aku langsung memeluknya.
"Kok muka kamu keliatan beda banget."
"Beda apanya bu?"
"Lebih bahagia," jawab ayah.
Kemudian tiba-tiba bang Randy datang menghampiri aku, ibu dan ayah.
"Yah tadi dia pulang enggak naik bis tapi naik.."
Aku langsung memotongnya, "Ayah kalau misalnya abang punya pacar, ayah marah gak?"
"Kalau pacarannya tidak sehat sampai kelewat batas, ayah pasti akan marah," jawab ayah.
"Tapi abang sekarang punya pacar yah," aku langsung berlari menuju kamarku.
Tidak lama aku langsung ke bawah untuk makan. Setelah selesai makan ayah tiba-tiba berbicara.
"Zee, ayah mau ngomong sama kamu."
"Kenapa yah?"
Gerak-gerik bang Randy sangat mencurigakan. Kayanya dia membocorkan kalau tadi aku pulang bersama Arga.
"Kamu tadi pulang naik apa?"
"Naik motor yah."
"Sama siapa? Sejak kapan bis berubah jadi motor Zee?"
"Namanya Gavindra Aditya yah, panggilannya Arga. Waktu di halte dia datang dan mengajakku bareng, aku gak enak nolaknya," mukaku cemas karena takut dimarahi ayah.
"Enggak usah takut. Gapapa, ayah enggak marah. Anak ayah kan udah besar. Tapi asal tau batasan antara laki-laki dengan perempuan."
"Ayah dia sekelas sama Axel."
"Temannya Axel juga berarti?"
"Iyaa, tapi Zee baru kenal sama dia."
"Tapi Zee suka gak sama dia?"
"Suka, karena dia baik sama Zee."
"Berarti lo jatuh cinta sama Arga?" bang Randy menertawakanku.
"Suka belum tentu jatuh cinta."
"Dan kalau jatuh cinta udah pasti suka," ayah melanjutkan omonganku.
"Zee mau nanya ke ayah, kalau jatuh cinta itu gimana?"
"Jatuh cinta itu ada dua kata Zee yaitu jatuh dan cinta, kalau cinta itu rasa yang kamu punya untuk ayah, ibu sama abang. Rasanya apa Zee?"
"Rasanya bahagia."
"Nah, kalau kata jatuh itu bisa menimbulkan rasa sakit sampai terluka."
"Kata jatuh hanya di artikan sakit dan terluka?"
"Iya kalau kata jatuh cinta itu dipisah, jadi kata jatuh cinta itu satu kesatuan Zee, tidak bisa dipisah."
"Jadi?"
"Kamu coba pikir jadi jatuh cinta itu apa?"
"Rumit," aku menjawabnya.
"Iya, kaya hidup lo," jawab bang Randy.
"Nanti pasti kamu paham Zee."
"Hm, Yaudah Zee ke kamar dulu mau belajar."
"Iyaa anak kesayangan ayah."
"Anak kesayangan ibu juga dong," ujar Ibu.
"Adek kesayangan abang juga." Bang Randy mengejekku.
"Kesayangan semua," aku sambil berjalan ke atas.
Tiba-tiba ponselku berbunyi ternyata itu dari Axel.
"Halo, kenapa telfon gue?"
"Assalamualaikum dulu orang mah,"
"Iya assalamualaikum"
"Waalaikumsalam, keliatannya hari ini bahagia banget lo," Axel meledekku.
"Pasti lo mau bilang kalau lo tau tadi gue pulang sama Arga?"
"Iyalah kan tadi dia nanya ke gue lo kemana."
"Xel."
"Hm, gue tau lo suka sama dia kan Zee."
"Hah? ngarang lo."
"Emang, tapi bener kan?"
"Oiya Xel gue mau nanya."
"Nanya apa?" Axel bertanya kepadaku.
-----
Keep enjoying ya readers
Please to give a vote and comment
Aku sangat berterima kasih yang sudah membaca ceritaku! See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Earth Of Zee
Teen FictionIzzy Cahyani perempuan pintar, perhatian, ia tumbuh dari keluarga yang sangat harmonis dan putri kesayangan papahnya. Panggilannya Zee. Dia selalu menggambarkan dirinya sebagai bumi karena ia ingin menjadi tempat berpijaknya banyak orang, ia ingin s...