Amara Putri Kasih, nama itu sudah lama kulupakan, kini semua orang mengenalku sebagai Amara Casia. Aku berbaring di atas aspal pinggir jalan, tetes hujan mengenai wajahku, tangan kananku terus menekan pelatuk pistol, tidak akan ada peluru yang keluar karena semua sudah habis, begipula tenagaku. Luka robekan kulit di lenganku perlahan menutup, seceroboh itu aku melompat dari lantai 4 gedung dan tidak sengaja tanganku tergores sesuai yang tajam di sana. Kepalaku mendarat duluan, saat ini aku tertidur di darahku sendiri, aku membencinya, rambutku akan lengket dan seragam putih ini akan sulit di cuci. Aku bangun, tatapanku masih kabur karena benturan kepala, jangan tanyakan sakitnya, orang normal pasti sudah mati sekarang, jika tidak mereka akan koma di UGD beberapa Minggu. Iya, aku bukan orang normal, dunia yang kulalui juga tidak normal. Mereka bilang SMA adalah masa-masa indah yang tak terlupakan, memang tidak terlupakan, tapi sama sekali tidak indah. Setiap hari aku harus menodong pistol melawan makhluk-makhluk mengerikan, yang terkadang membuatku pulang dengan lumuran darah. Jika aku orang normal, pasti namaku akan terukir di nisan sejak pertama kali masuk SMA.
Bau manis tercium bersama rombongan kupu-kupu yang mengerumuniku, langkah kaki mendekat, aku menoleh ke asal suaranya. Seorang gadis memakai seragam SMA, namun dibalut dengan jaket berwarna hitam. Mata pinknya melongok padaku, dia juga punya warna rambut pink, orang lain tidak akan percaya itu warna aslinya sejak lahir.
"Aku tau kau abadi, tapi apa setiap hari harus bertingkah ceroboh?" seru Nixie, nama gadis itu. Matanya sayu, dengan kulit putih pucat persis seperti orang sakit. Kupu-kupu yang berterbangan di sekiranya adalah peliharaannya.
"Walaupun anggota tubuhku lepas, mereka akan tumbuh lagi. Lalu ralat ucapanmu, aku bisa mati pada waktunya," rengutku. Nixie mengeluarkan tangan, dan membantuku berdiri, tangannya sangat dingin, seperti mayat hidup. Harusnya julukan mayat lebih pantas untukku, terkadang aku menganggap diriku ini seorang Zombie, bedanya aku tidak suka otak manusia.
"Kita harus kembali ke BA sebelum pagi. Aku ingin tidur sebelum masuk kelas." Nixie menguap, dia menepuk-nepuk mulutnya sendiri.
"Baiklah ayo kembali ke Academy."
-oOo-
Sekilas kelas ini nampak normal, seperti sekolah pada umumnya, guru duduk di depan dan seorang murid menulis berbagai rumus yang tidak kupahami. Namun kata normal langsung terbatah saat melihat bentuk murid yang duduk di dalam kelas ini, dari 20 murid, selain aku, yang nampak normal adalah murid di depan itu, sang ketua kelas ini-Giandra. Maksudku, contoh saja Nixie, tidak ada anak SMA normal yang punya rambut pink, dan warna-warna mencolok seperti murid lain di kelas ini. Bahkan ada murid yang memiliki telinga berbulu, atau 2 kembar yang tidak pernah bicara selain pada saudaranya. Dengan alasan itu aku tidak berniat dekat dengan mereka, cukup dengan Nixie, itu pun karena kami sudah bersama sejak kecil.
Bhagawanta Academy sekolah jenjang SMA, ada beberapa pelajaran normal di sini, walau itu semua hanya pengantar karena inti dari sekolah ini adalah berburu makhluk yang disebut the Others. Berbeda dari murid yang lain masuk ke BA saat ajaran baru kelas 1 SMA, aku dan Nixie sudah ada di sini jauh sebelum itu, walau kami hanya ditempatkan di asrama dengan beberapa pelatihan. Saat SMP aku masuk ke sekolah normal, dengan pelajar normal seperti anak-anak biasa lain, dan ketika pulang aku akan kembali ke BA. Aku tidak punya rumah atau keluarga, jadi tidak keberatan bagiku berada di BA, Nixie pun sama.
Giandra kembali ke tempat duduk, sejak ajaran baru dua bulan yang lalu, hanya dia yang punya minat belajar. Sedangkan yang lain, mungkin karena beberapa dari mereka datang ke sini bukan dengan cara baik-baik, mereka menggap BA adalah penjara, segingga pemberontak nampak jelas di wajah mereka. Dibandingkan dengan belajar pelajaran biasa, mereka lebih fokus memikirkan cara untuk bertahan hidup ketika berhadapan dengan the Others. Mereka tidak sepertiku yang akan tetap hidup walau dengan tubuh hancur, padahal lukanya sudah tertutup tadi malam, tapi rasa sakit dari luka itu masih terasa sampai sekarang, aku tidak bisa fokus dengan pelajaran ini.
Ku hela nafas melihat teman sebangkuku, sejak jam pertama sudah menenggelamkan kepala ke lipatan tangan, dia tidur dengan lelap dan di kerumunan oleh para perliharannya. Kupu-kupu yang memiliki kelopak sayap dengan corak warna ungu dan hitam, memang cantik, tapi sangat mematikan. Tidak seperti kupu-kupu lain ada 2 yang mereka makan, pertama the Others dan kedua darah pemiliknya. Saat ini mereka sedang mengerumuni Nixie dan menghisap darahnya sama seperti menghisap nektar pada bunga. Tidak jarang Nixie menggoreskan pisau di lengannya untuk memberi makan peliharaannya, jaket yang ia pakai bukan untuk melindunginya dari dingin, tapi menyembunyikan semua bekas sayatan luka.
Ava, sekretaris kelas yang hanya berbicara pada kembarannya Eva mendatangi mejaku. Aku melamun cukup lama dan tidak sadar pelajaran sudah selesai, Orang-orang berdiri, siap memulai misi yang mempertaruhkan nyawa demi uang atau alasan lain. Secarik kertas ia serahkan padaku, dan tanpa satu katapun ia pergi menghilang bersama kembarannya, mereka membuaku merinding, saat pertama bertemu kufikir mereka the Others, karena mereka suka datang dan muncul tanpa suara tiba-tiba. Aku menghela nafas panjang saat membaca misi yang kudapat, ini bukan misi individu, tapi misiku dan Nixie.
"Nixie bangun!" aku mengguncang tubuh Nixie.
Matanya terbuka, menampakan pupil mata bulat berwarna pink. Ketika tubuhnya bergerak, kupu-kupu yang tadi menempel padanya terbang berhamburan mengelilinginya kelas, untunganya hanya ada beberapa orang yang tersisa di ruangan ini. Nixie merenggangkan tubuhnya yang kaku, lalu dengan mata sayu ia menatapku, tidak ada tampang bersalah karena sudah tidur selama pelajaran hari ini.
"Apa kita langsung pergi? Aku mengantuk." Dia menguap.
"Kau sudah tidur sejak jam pertama, apa masih kurang?"
"Kita pulang dini hari. Aku yang heran kenapa kau tidak mengantuk."
Bohong jika aku tidak ngantuk atau lelah, tapi tubuhku terlalu sakit untuk di ajak tidur nyenyak. Aku akan bangun dua-tiga jam setelah mata tertutup karena mimpi buruk, hari ketika seluruh keluargaku di bantai, aku hampir setiap hari memimpikannya. Aku benar-benar iri dengan Nixie yang bisa tidur nyenyak dalam waktu lama, meskipun orang akan cepat lelah jika hampir setiap hari harus mendonor darah.
Aku melirik jam dinding di atas papan tulis. "Masih ada waktu. Jika kau ingin tidur jangan di sini."
"Baiklah, ayo ke asrama. Kau juga harus mengisi peluru bukan?" Nixie berdiri, langkahnya sempat sempoyongan, namun kembali jejak saat memegang dinding. Aku merasa Nixie akan terbang jika tertiup angin dengan tubuh seperti itu.
"Dasar," dengusku.
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ
Rashquila
21 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Bhagawanta Academy - Death Ending Amara (Tahap Revisi) End
FantasyKematian? Seperti apa rasanya? Aku yang berada di garis perbatasan antara keabadian bahkan tidak pernah takut dengan itu, sebaliknya aku menantikan. Pasti tidak semenyakitkan saat makhluk itu membunuh seluruh keluargaku, atau menusuk jantungku berka...