Bab 18:

2 0 0
                                    

Kalian pasti pernah meresa kesepian setelah seharian di taman hiburan yang ramai, lalu di sore hari kita harus pulang dari sana, kembali ke kamar sepi dan berpisah dengan teman-teman. Perasaan yang kurasakan saat ini lebih dari itu. Matahari pelan-pelan tenggelam, lampi berwarna jingga menyala di setiap sudut taman ini. Suara mesin dari wahana, juga langkah kaki yang masih terdengar. Di malam hari, dibandingkan menaiki wanaha, orang kebanyakan memilih berjalan-jalan dan melakukan permainan kecil di kios.

Aku melambaikan tangan pada Ryan yang masuk ke dalam angkot, dia nampaknya senang seharian berputar-putar, menaiki semua wahaya bersamaku. Ini akan menjadi kenangan terindah dan terakhir baginya tentangku. Setelah ini apapun hasilnya, aku tidak akan bertemu dengannya. Sejak awal duniaku dan dunianya berbeda, aku tidak mau menyakitinya lebih dalam, dan terjerumus hal-hal yang merepotkan.

Bau manis tercium, bukan dari gulali yang sedang diputar oleh penjaga kios, tapi kupu-kupu Nixie yang berterbangan di sekitarku. Gadis berambut panjang berwarna merah muda dengan warna pupil mata sama, keluar dari balik bangunan masih mengenakan seragam putih abu-abu dengan logo candrawasi di.atas kantong, di tutupi jaket berwarna hitam. Dia menatapku dingin yang sayu, dan berjalan ke arahku.

"Apa dia di sini?"

Aku mengangguk, "Dia sudah datang."

Seorang pria mendekat, dengan setelan jas abu-abu rapi dan bersih, sepatunya pun sangat mengkilat. Rambut hitam tersisir rapi ke belakang, memakai kaca mata, menutupi pupil hitam yang jika tidak terkena cahaya menyala berwarna merah. Tampilan kamuflase yang sangat sempurna, sampai tidak ada yang sadar bahwa pria ini makhluk yang sangat mengerikan. Orang melewatinya tanpa ada rasa curigai, bahkan beranggapan dia pria terhormat yang selalu berperilaku baik.

Aku mengigit sedikit bibirku, memegang tangan Nixie tanpa kusadari, melihatnya dengan penuh kebencian dan amarah. Melihat ekpresiku dia tersenyum, wajahnya yang sempat tertutup oleh bayangan keluar, entah darimana dia menggambil penampilan pria tampan sempurna itu. Wujud aslinya lebih mengerikan, aku pernah melihatnya sekali saat keluargaku dia bunuh. Kupu-kupu Nixie, mereka benar-benar tidak sadar bahwa orang ini adalah pangeran nereka. Hanya aku, karena ini bukan pertemuan pertama kami.

"Aku ingin menjemput Ryan, ternyata dia sudah pulang duluan. Sayang sekali," ujarnya dengan suara berat yang halus. Dia menatapku dengan senyum yang membuat perasaanku tidak enak. "Senang bertemu denganmu lagi Amara. Dulu kau masih kecil, dengan gaun pink yang manis sekali. Kau pasti merindukan keluargamu."

Dia benar-benar menyalahkan sumbu bom amarahku, dia hidup nyaman sampai saat ini, sedangkan aku berusaha untuk terus mencari alasan hidup. Aku tidak akan memaafkannya, dan melepasnya untuk kali ini. Nixie mencengkam tanganku, memintaku untuk tidak ceroboh atau akan masuk dalam permainannya lebih dalam.

Waktu berjalan dengan cepat, sangat cepat, terlalu cepat, makhluk itu mempercepat waktu dengan sengaja. orang-orang bergerak cepat, menjadi bayangan berwarna yang kabur lalu lalang di sekitarku. Setiap mereka lewat, ada hebusan angin yang menerpaku dengan kencang dan terasa dingin. Kupu-kupu Nixie berhenti mengepak, kami diam membatu dan menatapnya dengan sinis. Hembusan nafas pun tidak kami rasakan satu sama lain.

Hingga pada akhirnya, semua orang pergi, meninggalkan taman hiburan berserat wahana di sini. Kios-kios sudah tutup, beberapa lampu juga di matikan, kelap kelip warna warni menghilang dalam kedipan mata. Aku bertanya, apa mereka yang melihat melihat kami sebagai batu hiasan kaku tidak bergerak dan bernafas. Fikirkan tidak penting, namun setidaknya mengangkang perasannku. Waktu kembali normal, semua bergerak seperti biasa, hanya saja saat ini, semua sudah pergi dan hanya ada kesunyian.

Aku mengaktifkan pedang Nabil, dan mengeluarkan senapan dari dalam saku yang ku modif khusus sehingga bisa menumpang banyak hal. Beberapa hari rajin mengikuti ekskul hanya untuk saat ini. Satu tembakan pembuka kuarahkan ke Astaroth, tentu saja berhasil di hindarinya, peluruku mengenai bola lampu besar yang menjadi penerang di tempat ini. Sehingga beberpa sisi menjadi gelap, dan Astaroth berdiri di sisi gelap itu.

Walaupun tidak bisa merasakan the Others, kupu-kupu Nixie tetap menyerang, mereka bergerombol membentuk formasi dan menyebu Astaroth dengan racun dan sengatan mereka. Tentu saja Astaroth berhasil menghindar, dia tersenyum dan menikmati hiburan yang kami sediakan untuknya. Aku berlari mengejarnya, lalu mengibaskan pedang saat ada kesempatan, namun kebasanku terus mengenai benda lain.

Satu hal yang kupelajari dari Zero, yaitu bom, butiran kecil seperti permen lemon kulempar ke atas. Ketika menyentuh mendarat ke bawah dan terkena gesekan, mereka langsung meledak, menghancurkan apapun yang ada di sekitarnya. Rel wahana roller coaster meledak, dan runtuh ke bawah, puing-puing yang hancur membuat adap abu dan memutus beberapa aliran listrik. Suara ledakan yang keras mungkin menarik perhatian orang di luar taman.

Nixie memperbanyak jumlah kupu-kupunya, sama jumlahnya dengan saat kami melawan Komodo malam itu. Mereka menyebar ke sekeliling, beberapa menyerang Astaroth sebisa mungkin, dan beberapa mengepungnya dari berbagai sisi. Sekeras apapun kami menyerang, dia hanya terus bergerak, mengindari dengan tampang mengesalkan yang merendah kami. Aku tahu, dia berniat menguras tenaga kami, sehingga dia bisa dengan cepat mengakhiri segalanya di sini.

"Kurasa cukup bermainnya anak-anak, saat kalian belajar untuk diam dan memilih lawan yang tepat," serunya.

Aku berhenti berlari ketika tanah bergetar, beberapa wahana runtuh, tiang-tiang bendera dan lampu tumbang. Sebuah gerobak beroda bergerak sendiri walau tidak ada yang mendorong, perasanku mulai tidak enak. Dari dalam tanah, sebuah pilar berwarna putih dengan ujung tajam mencuat ke atas, berniat untuk menusuk kami berdua. Tapi untunganya kami secara bersamaan bisa menghindarnya. Nixie terbang di bantu kupu-kupunya, sedangkan aku berguling ke sisi lain.

Pilar tulang dengan yang lancip seperti ujung mahkota, baunya pun tidak mengenakan. Tidak hanya sekali, pilar-pilar tulang itu terus keluar dan tenggelam berulang kali ke arah kami berusaha menghindar. Dalam sekejap, tempat ini hancur, wahana-wahana rubuh, dan tanah penuh lubang. Banyak lampu yang mati, sehingga menjadi gelap dan hanya mengandalkan Beberpa cahaya tersida juga sinar bulan.

Astaroth berdiri di atas bianglala, satu-satunya wahana tertinggi juga yang belum tersentuh kecuali kaca-kaca yang pecah. Dia membelakangi bulan yang sekali lagi bulat sempurna, dia memang suka beraktivitas saat bulan purnama, seperti saat kejadian Komodo. Wajahnya sangat menikmati kami yang terus berusaha menghindar dari serangannya.

Saat ini, dia mulai memperlihatkan wujud aslinya, walau bukan wajah buruk rupanya. Dia mengeram keras dengan suara mengerikan, mengeluarkan sepasang sayap tanpa bulu dan kulit, hanya kerangka tulang. Matanya menghitam dengan pupil merah menyala, lebih gelap dari mata Zero yang kuingat. Dan yang terakhir, lambang bahwa dialah sang pangeran bangsawan neraka, sebuah mahkota emas yang terbentuk dari kabut hitam muncul di atas kepalanya.

"Bunuhlah aku Amara!" tantangnya padaku.

Bhagawanta Academy - Death Ending Amara (Tahap Revisi) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang