bab 3

1.2K 88 1
                                    

Follow
Ig @wnsft_

Sinar matahari yang menembus gorden membuat Altezza membuka mata. Aroma lemon yang menguar dari samping membuat Altezza kaget karena disampingnya ada Zefa. Sejak kapan perempuan itu tidur di sampingnya? Dan lagi dia menatap Altezza dengan pipi bersemu.

"Kenapa sih peluknya kenceng banget?" Tanya Zefa menjauhkan tangan Altezza yang memeluk pinggangnya. Sadar, Altezza langsung mengangkat tangan dan mengusap wajahnya kasar.

Alih-alih menjawab, Altezza malah menatap Zefa dingin "kenapa kamu dikamar saya? Silahkan ke kamar kamu" ujar Altezza yang bagi Zefa adalah pengusiran padanya.

"Zefa minta maaf" ketus Zefa lalu pergi ke kamarnya dengan langkah yang dipaksakan. Lihat Altezza sama sekali tidak peka "seharusnya kak Eza itu sadar!! Seharusnya dia tau terimakasih! Zefa udah bantuin dia tadi malem. Terus katanya pergi dari kamar dia. Bukannya suami istri itu bareng tidurnya? Kok kak Eza sama Zefa enggak!" Dumel Zefa sebal.

Sementara itu Altezza mengusap bibir. Apa tadi malam itu nyata? Cepat-cepat Altezza menggeleng. Tidak mungkin itu nyata, Altezza tidak akan berbuat senekat itu. Altezza dari dulu tidak ingin Zefa terpaksa dengannya sampai sekarang.

Daripada bingung tidak jelas karena mimpi tadi, Altezza memilih mandi untuk menyegarkan pikirannya. Lagi-lagi Altezza dibuat bingung kala menyadari kalau mereka sekamar. Apa yang terjadi kemarin? Altezza tidak mungkin mengalami amnesia dadakan kan?

Keluar dengan handuk yang melilit pinggang sampai bagian bawah tubuh. Altezza memakai kaos. Menatap datar pintu yang terbuka.

"Kak!" Panggil Zefa.

"Hm?" Altezza yang fokus pada pikirannya menatap Zefa dengan kening berkerut. Cepat-cepat dia mengalihkan pandangan, kejadian yang ada di kepala Altezza membuat telinga laki-laki itu memerah. Apa ini? Kenapa Altezza menjadi salah tingkah seperti sekarang?

"Zefa pengen kita sarapan bareng. Zefa udah masak tadi"

"Hm"

Zefa memilih pergi keruang makan lebih dulu, perempuan itu tersenyum melihat Altezza duduk manis di depannya.

"Terimakasih"

"Kenapa harus makasih? Lagian kita juga bentar lagi pis--" mimik wajah Altezza yang tadinya nampak bersahabat kini menjadi murung. Laki-laki itu menampilkan senyum yang tulus namun terlihat sendu.

"Iya. Saya tau, tidak perlu kamu ingatkan. Saya akan berusaha supaya kamu bisa cepat lepas dari saya"

"Bukan gitu maksud Zefa, Zefa cu--"

"Saya lapar. Tidak baik membuat makanan dingin" Altezza menyerahkan piring, Zefa mengisi piring suaminya dengan lauk pauk.

"Kak--"

"Saya sudah selesai. Makasih. Saya ada urusan, jaga diri baik-baik" potong Altezza, dia langsung menghindari Zefa dan bergegas pergi entah kemana.

"Kak Eza..." Pekik Zefa tertahan.

••

"Al!" Vero menatap sahabatnya iba. Sejak dia mengetahui kalau Zefa mengajukan surat perceraian itu. Altezza menjadi orang yang lebih dingin dari biasanya. Sikapnya pun bertambah menjadi kasar dan seenaknya seperti sekarang.

"Diam! Kamu mau ku bunuh?" Sentaknya kasar. Laki-laki itu menghela nafas lalu menatap dinding ruangan "menjauhlah Ver! Aku takut akan melampiaskan kekesalan padamu" peringat Altezza mengusir sang sahabat.

"Baiklah. Kamu bisa mencariku kalau membutuhkan wanita la--"

"Berhenti! Istri ku hanya Zefa sampai kapanpun. Ah, aku tidak yakin, dia sendiri yang meminta pisah" Altezza duduk di kursi kebesaran sebagai direktur. Laki-laki itu lantas melempar laptop, untung saja meleset. Jika mengenai Vero, sudah pasti hal buruk akan terjadi.

RestartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang