¹] Gurat hitam di bawah netra

155 28 13
                                    

Reader's fullname: Ijichi (name)

♡ ♡ ♡

Sebentang lukisan lazuardi di atas sana tergantikan bumantara yang menghitam bersama geraman gumpalan kapas, ditemani indurasmi beserta bintang baswara yang memudar akibat gelapnya malam menguasai belahan bumi. Mendung juga menghadiri konferensi jumawanta, pada akhirnya, ialah yang mengambil alih kondisi malam itu.

Jari-jari pucat bergerak lincah, menekan masing-masing tombol abjad guna merangkai kata. Layar persegi panjang itu menyinari wajah sayu yang mengais belas kasih superior. Netra jelaga acapkali mencerca derap langkah waktu, getaran ponsel berdering menambah selusin dentuman pening.

Maniknya bergulir cepat membaca ribuan paragraf hingga tak mau repot-repot mengalihkan atensi pada pria yang berkemas di sampingnya. Denyut tajam menyengat pelipis, dengan cekatan mencengkeram sekujur kepala.

Tak berangsur pulih, rasa sakit yang berdenyut itu dibiarkan menetap dan dianggurkan sampai bosan. Kacamata terjatuh dari batang hidungnya yang pesek, kemudian sengaja dilempar sampai benda itu merengut.

Gurat hitam di bawah netra menggantung bak kantung kangguru. Wajahnya layu dan bibir pecahnya berdarah, alih-alih peduli dengan penampilan, orang itu malah bermalasan di kursi kerjanya.

Maaf mengecewakan. Heroin kita kali ini bukan wanita serba bisa berparas elok nan sempurna. Tampilanmu sudah menyerupai tunawisma sekarang. Dan itu wajar terjadi padamu yang menetap di kantor satu setengah hari lamanya.

Pria yang sedang berbenah melempar basa-basi tak profitabel. "Lembur lagi, Ijichi-senpai?"

"Yah, aku lembur setiap hari kecuali Jumat dan Minggu, dari dulu." Sahutmu seadanya, hakikatnya malas merespon sesuatu yang nampak jelas di penglihatan.

Juniormu itu tersentak kagum. "Sungguh?! Anda ... melakukannya sejak awal bekerja disini?" sementara kamu mendengus tajam, berharap si junior lebih peka akan pekerjaanmu yang masih menggunung, sehingga ia bersedia pergi secepat mungkin dari hadapanmu.

"Ya, kurang lebih udah sembilan tahun. Hah~ coba aja kantor ini nggak dipenuhi amfibi penjilat, aku nggak perlu lembur setiap hari untuk dipromosikan."

Kamu menatap pergerakannya yang secara konstan makin cepat, mungkin merasa tersindir? Pun senyum simpul terlukis di wajah lelahmu. Ternyata juniormu itu paham juga akan sarkasme.

"H-haha ... kalau begitu aku duluan, Senpai. Semangat." Kepalanya mengangguk sopan, sedikit membungkuk saat berjalan melewatimu.

"Yaa hati-hati."

Semangat apanya, capek tau.

Kamu menghela napas panjang lagi untuk kesekian kalinya. Pekerjaanmu itu bagai kasih ibu, tak terhingga sepanjang masa.

Ponselmu yang terabaikan sejak tadi, terus saja berdering meminta perhatian. Kamu mendengus pasrah, lebih baik diangkat daripada menambah barisan kerumitan.

Kamu meneguk saliva dilanjutkan berkata dengan nada riang namun tetap sopan. "Halo selamat malam, dengan Keyence¹ bagian—"

"Ijichi ini aku. Selamat malam."

Suara bariton yang familiar memborbardir indra pendengaranmu. Kamu mengulum senyum, meskipun tau bahwa orang di seberang sambungan telepon tidak menyaksikannya.

"Ah ... selamat malam Ushijima-san," kamu menjatuhkan kepala diatas tumpukan kertas yang tertata, "ada apa? Perlu bantuanku?" tanganmu yang bebas meraih segelas cairan kaya kafein.

"Apa besok kau bisa datang ke pertandingan?"

"Gomennasai ... aku tidak bisa datang, hari ini aku harus lembur." Nada bicaramu terdengar layu, itu membuat Ushijima di lain tempat menyematkan rasa khawatir.

-ˋˏ [HQ!!] ˎˊ₊· ͟͟͞͞➳U.Wakatoshi [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang