Sayla [28]

1.6K 336 46
                                    

Putra Sayla bersama ❎

Putra Sayla berpisah ✅


Kendaraan roda empat yang namanya sama dengan kembaran si pengendara menepi secara perlahan ke arah pagar sebuah bangunan. Wanita berhijab cokelat sedada yang memegang setir tidak perlu turun untuk menarik pintu besi tersebut. Pasalnya seorang gadis keluar dari taksi di depan mobil Sayla yang membuka pagar.

Wanita bertunik merah muda dan hijab pasmina berlari kecil ke rumah kediaman Sayla dan Putra Buana. Sayla membuka sabuk pengaman sembari memperhatikan gadis muda itu mengetuk pintu. Sambil mematikan mesin Sayla melihat Putra yang berkaus pas badan dan celana olahraga panjang keluar dari balik pintu satu daun rumah mereka. Sayla menutup mobil bertepatan dengan Putra menarik tangan gadis yang tingginya sedada Putra.

Putra melewati Sayla begitu saja. Tatapan menusuk diberikan sang suami kepadanya. Mata yang biasa berkedut oleh tawa menatap Sayla penuh kemarahan. Langkah Sayla tertambat di tempat. Dia tidak berani menghadap kedua orang yang sedang berdebat di pinggir jalan.

"Pulang sendiri!" kata Putra tegas.

"Sama Kak Putra Pelindung. Aku belum hafal jalan di Jakarta. Kalau aku tersesat bagaimana?" keluh gadis itu dengan manja.

"Lo bisa sampai sini sendirian. Itu artinya bisa pulang sendirian."

"Kak Putra! Nanti aku adukan sama ayahku apa yang udah Kak Putra lakukan sama aku kemarin."

Sayla merasa kakinya gemetar waktu melangkah ke dalam. Rumahnya masih terbuka. Sayla berusaha untuk sampai di pintu dan menutupnya. Sempat dilihatnya Putra dan gadis yang hijabnya hanya dijarum pada bagian leher itu masuk ke sebuah taksi. Tubuh istri Putra Pelindung akhirnya merosot ke lantai.

Seminggu belakangan Sayla tidak lagi mendapatkan sapaan dan senyuman. Jangan harap akan mendengar guyonan. Kehadiran sang Pelindung di rumah satu lantai yang kreditnya akan selesai hanya mampir. Putra pulang untuk mandi dan tukar baju lalu pergi. Malamnya ia numpang tidur. Lelaki itu tidak semeja untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Dia makan di luar. Tercatat sejak tujuh hari lamanya. Alasannya ternyata Putra memiliki seseorang.

"Katanya cinta dan benci itu sekatnya tipis banget, Dek. Jangan terlalu benci sama Kakak. Nanti kalau aku sudah tidak di sisi kamu, kamu akan menangis karena kehilangan. Aku enggak minta dihormati, ya tapi Kakak ingin dicintai sih. Masalahnya, Kakak juga manusia biasa. Manusia itu kalau capek, ingin istirahat. Seperti mesin, kalo panas bakalan berasap lalu mati."

Kalimat panjang yang Putra ucapkan tak bisa Sayla enyahkan dari pikiran. Kata-kata itu juga yang menemani penantian Sayla sampai tengah malam. Rentetan kosakata tersebut membuat air tak henti mengalir dari matanya. Terlebih wanita yang tangannya dihela Putra tadi siang sangat sempurna. Dia bukan wanita kotor seperti dirinya. Dia datang sendiri menjemput Putra dengan berani.

Detik demi detik setelah jam menunjuk pukul nol nol semakin mendekati angka satu. Putra Pelindung belum membuka pintu. Sayla terbiasa menunggu di balik selimut dalam keadaan tidur dan tidak tidur. Namun, sekian menit terlewat dari angka satu, suami yang dinanti tak jua datang. Sayla membawa isakannya ke ruang tamu. Berdiri di muka pintu keluar dengan menggigit jari.

Saat pintu terbuka tubuh Sayla membeku. Putra menatapnya lurus-lurus sambil membuang napas dari hidung. Sang Pelindung meninggalkan Sayla. Dia sibuk sendiri dengan rutinitas setiap habis bekerja: mengambil baju ganti dan handuk lalu ke kamar mandi. Lagu yang nol nada dari bibirnya tidak terdengar. Lelaki itu mandi dalam diam.

Sudah seminggu lamanya. Mengingat semua perubahan itu, tangisan Sayla bertambah kencang. Dia masih berdiri di tempat yang sama dalam keadaan menyedihkan. Bagaikan anak kehilangan kedua orang tuanya. Tengah malam suara tangisan sudah pasti akan terdengar mengerikan bagi orang yang tidak paham keadaan.

Sayla (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang