* Bunga mekar menghias taman
Wangi semerbak menggugah selera
Bak merpati inginkan pasangan
Wajah tampan menaklukkan akhlak jiwa*
🌷🌷🌷
Memang jarak sekolah dengan rumah tak begitu jauh tetapi bila ditempuh dengan berjalan kaki lumayan bikin capek dan memakan waktu pula. Hampir sepuluh menit aku berdiri di pinggir jalan menunggu bus mini lewat tapi tak kunjung nonggol sedang waktu sudah menunjukkan pukul 07.00.
"Masa dihari pertama aku harus telat, 'kan nggak lucu. Pasti kena hukuman deh entar," kesahku lesu sambil menoleh ke arah samping. "Ah! Itu ada minibus datang," sorakku girang.
Kurang lebih delapan menit aku sampai di depan sekolahan. Untung juga sekolahan ada di dekat jalan raya hingga tak perlu lagi harus berlari-lari, tetapi namanya sudah telat terpaksa juga membuatku harus berlari.
Karena gugup dan takut hingga membuatku tak melihat jalan.
"Hei! Punya mata nggak sih kamu!" teriak seorang siswa yang tanpa sengaja tertabrak olehku.
Perasaan takut pun semakin bertambah.
"Maaf, kak. Aku buru-buru," tanpa pedulikan dia yang jatuh aku pergi begitu saja meninggalkannya.
Kelas paling ujung memerlukan waktu juga untuk sampai ke sana. Dengan napas tersenggal-sengal aku beranikan diri mengetuk pintu kelas.
"Pagi, Pak. Maaf saya terlambat," ucapku sambil menunduk, berdiri dan mematung serta hati gemetar ketakutan.
Perlahan aku dengar langkah kaki berjalan mendekat, karena rasa takut membuatku tak berani menatap wajah itu.
"Kenapa telat?" tanyanya dengan lembut membuat hati sedikit lega.
"Ah, syukurlah. Pak Guru tak marah padaku," batinku karena suaranya terdengar santai.
"Maaf, Pak. Ketinggalan bus mini," jawabku yang masih menunduk.
"Memang bus mini cuma satu ya? Karena ini hari pertama jadi ... berdiri kamu di lapangan!" tiba-tiba suara itu menjadi begitu garang dan membuat aku semakin takut.
Masih dengan wajah menunduk aku menjawab, "Ya, Pak."
Kemudian aku pun berjalan menuju ke lapangan tetapi ....
"Tunggu!" suara itu menghentikan langkahku.
"Taruh tas kamu dan kalungkan ini di leher," sambil menyerahkan kertas yang agak besar bertuliskan sesuatu.
"Tatap aku dan jangan panggil 'Pak'!" suaranya begitu keras didekat telinga hingga membuatku kaget dan mendongakkan kepala.
"Hah! Dia bukan guru," gumanku. "Pasti anak OSIS." Aku masih dalam keadaan hati yang tegang.
"Kenapa memandang begitu! Kaget lihat aku yang tampan ya?" ucapnya dengan nada sinis.
Aku pun melotot mendengar ucapan itu sambil bergumam, "Sok banget sih ini orang, tapi memang tampan, sih."
Entah kenapa aku seakan menjadi percaya diri, berjalan ke salah satu bangku yang masih kosong dan menaruh tas. Kemudian keluar kelas menuju lapangan. Namun, lagi-lagi ....
"Tunggu!" teriakan itu terdengar kembali.
"Sayang kalau berdiri di lapangan, nggak ada yang meledek kamu entar. Sekarang berdiri saja di depan kelas dan jangan lupa kertas itu dipakai yang bener dan satu lagi! Ikat rambutmu menjadi beberapa bagian,” suaranya semakin garang sambil menyodorkan sisir serta ikat rambut kecil-kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUPUS
Teen FictionSalwa, anak dari keluarga biasa yang kehilangan sahabat hati dan di saat dia ingin berjuang meraih cita-cita. Tuhan memberikan jalan lain. Perjalanan hidup seperti apakah yang harus Salwa terima di masa remajanya? Yuk, tengok kisah gadis polos yang...