* Mekar mewangi bunga melati
Tumbuh di taman memukau hati
Hai kamu gadis berwajah elegi
Maukah jadi pujaan diri *Riuh suasana ketika rapot terbagikan. Aku pun sangat tercengang dengan nilai yang tertulis. Memang, nilai sepenuhnya tak cuma diambil saat ujian saja, tetapi sungguh di luar dugaan saat melihat hasilnya. Kembali berada di posisi yang sama sewaktu semester pertama.
Hal ini suatu kepuasaan tersendiri untukku, pasal dari SMP nilai selalu anjlok saat semester kedua. Apa mungkin bantuan dari Hastanta atau memang otakku yang mulai lancar. Ah! Anggap saja memang rezeki.
"Sal, ini sudah dibagi kelasnya sekalian belum sih?" tanya Hana saat pembagian rapot usai.
"Kelihatannya belum deh, Han. Di sini nggak ada tulisan duduk di kelas berapa gitu," jawabku sambil mengamati isi rapot.
"Yiah! Masih tanda tanya dong? Kita entar bisa satu kelas lagi nggak ya?" Hana terlihat begitu lesu.
"Berdoa saja, Han. Aku pun bingung entar kalau terpisah darimu."
"Aku juga."
Kami berdua bak anak ayam yang kehilangan induknya.
"Sabar, kan ada aku," sahut Hastanta yang tiba-tiba nimbrung dengan senyum keteduhannya.
Aku hanya melirik ke arah cowok yang suka mencuri pandang itu. Akan tetapi, sifat jaim membuatku seakan tak peduli akan hal itu.
"Apa bedanya ada kamu atau tidak?!" ketusku.
"Adalah. Aku kan selalu jaga kamu," jawabnya sambil tersenyum yang tak pedulikan jawaban ketusku.
Entahlah terbuat dari apa hati cowok itu. Sering kali aku maki dan jutekin, tetapi masih saja bersikap manis dan penuh perhatian. Jujur membuat hati ini takut untuk jauh darinya.
"He'em, kalian sungguh tega membuatku seperti obat nyamuk," protes Hana menyadarkan kami saat aku dan Has beradu pandang dan sontak membuat aku bingung harus menjawab apa.
"Sekali-kali saja," jawab Hastanta sambil melangkah kaki meninggalkan kami dengan lirikan mautnya.
Jantungku seakan berdetak kencang, mata pun berbinar membuat wajah ini memerah.
"Sal ... Salwa!" Hana menggoyangkan tubuh ini menyadarkanku dari hipnotis senyum dan tatapan mata Hastanta.
Cinta terkadang membuat orang lupa di mana tempat harus menyembunyikan wajahnya.
***
Pagi ceria seceria wajah Argana yang akan pergi mendaftar di SMP favorit di kota sebelah. Jarak memang agak jauh dari kampung kami, tetapi masih bisa ditempuh dengan minibus.
"Kak, doain Arga diterima, ya?" ucapnya saat mau berangkat dan dianterin Ayah.
"Pasti dong, adikku sayang. Jangan lupa berdoa, ya?"
Argana pun mengangguk kepala dan berjalan ke arah ibu sambil mencium tangan beliau untuk berpamitan.
Aku lihat mata ibu yang berkaca-kaca karena haru. Putranya kini mulai tumbuh besar dan mampu membuat bangga.
"Hati-hati, ya, sayang, doa Ibu menyertaimu," ucap Ibu sambil membelai lembut rambut Argana.
Arga pun mengangguk lalu berjalan mendekati dengan sepeda motor buntutnya.
Ibu memelukku sambil melambaikan tangan mengantarkan keberangkatan Argana dan Ayah.
Sungguh hatiku merasakan bahagia melihat senyum ceria mereka. Namun, dilain sisi hati ini pilu mengingat beban Ayah Ibu untuk membesarkan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUPUS
Teen FictionSalwa, anak dari keluarga biasa yang kehilangan sahabat hati dan di saat dia ingin berjuang meraih cita-cita. Tuhan memberikan jalan lain. Perjalanan hidup seperti apakah yang harus Salwa terima di masa remajanya? Yuk, tengok kisah gadis polos yang...