MAGANTARA - 05. TRAUMA

710 121 13
                                    







Dia, Artama Magantara.

Seorang anak laki-laki yang paling banyak menghabiskan waktunya di dunia bisnis dan perdagangan. Naka pernah dengar jika Tama dulu pernah masuk kelas akselerasi di SMP dan SMA berkata kepintarannya.

Tanpa tanggung, putra bungsu dari keluarga Magantara itu juga sudah menguliti dunia bisnis dari usia muda.

Melanjutkan program studi di Universitas New South Wales, Australia selama empat tahun. Dan berlanjut ke jenjang S2 untuk mendapatkan gelar M.B.A. Master in Business Administration. Di universitas yang sama, selama dua tahun.

Pada awalnya Tama ingin kembali melanjutkan pendidikan sampai S3. Namun, tiga tahun yang lalu Jordan jatuh sakit yang mengharuskannya mengambil alih perusahaan.

Laki-laki 28 tahun yang menjabat sebagai direktur utama Perusahaan MGT itu sukses membungkam mulut orang-orang dengan mengembangkan harga saham yang beberapa tahun ini meningkat drastis, berkat produk yang dia luncurkannya bulan lalu.

Naka berdecak kagum dengan kedua Laki-laki hebat calon suaminya, haruskah dia bersyukur kepada sang ayah karena menjodohkannya pada mereka. Keduanya paket komplit. Tampan, kaya, pintar dan berkualitas.

“Ayah lo belum pulang?”

“Masih di rumah temennya, Lo udah mau pulang? Gak papa kalo mau pulang mah, gue terbiasa di rumah sendiri.” Tutur Naka meletakan secangkir kopi untuk yang kedua kalinya.

Tadi, di perjalanan pulang. Ayahnya baru mengabari, sedang ada urusan di rumah kenalannya. Dan entah di sengaja atau tidak, waktu dengar suara Tama Ayahnya bilang malah lagi terjebak hujan, makanya pulang agak lama.

Tama menarik cangkir kopi yang di buat Naka, beberapa detik terdiam. Dia kembali meletakan gelas itu di tempatnya.

“Ceritanya ngusir?” Melipat tangan di depan dada.

“Gak gitu,”

Naka mengendus jengkel, kenapa hal negatif yang laki-laki itu simpulkan dari setiap perkataannya, padahal maksud Naka baik. Dia tahu, Artama baru pulang dari kantor, terlihat dari stelan yang sama saat mereka terakhir ketemu tadi siang.

“Ini udah malem, Lo tahu kan bawa mobil malem-malem, dalam keadaan ngantuk, apa lagi kondisi Lo baru pulang kerja, capek. Maksudnya itu,”

“Khawatir?” 

“Mana ada, cuma ingetin aja.”

Tama terkekeh geli, rona merah pada pipi Naka benar-benar lucu. “Tenang aja, gue malam ini nginep. Om Banu udah kasih izin.”

Pupil Naka melebar, yang benar saja?! Namun, saat Tama menunjukkan aplikasi WhatsApp, bekas room chat nya dan Banu. Naka mengangguk pasrah. Perkataan paduka raja gak boleh di bantah, nanti ngamuk lagi.

“Kalo gitu, gue suruh mbak beresin kamar tamu.”

Dalam diamnya, iris Tama masih melihat punggung sempit Naka, lantas memegangi perutnya yang sakit, dia mendesah merutuki ke bodohnya tadi.

Sejujurnya dia sangat menghindari minuman berkafein, kalau bukan karena acara meeting tadi siang. Dia tidak akan minum kopi terlalu banyak.

“Sprei nya udah di ganti,” Naka memberi tahu, sekaligus ingin segera mengantar Tama ke sana. Dia juga mau langsung istirahat. Namun, laki-laki itu tak kunjung beranjak.

Naka mengernyit, tangannya terulur menyentuh kening Tama, turun ke leher kemudian tanpa sadar kedua jarinya menekan permukaan perut bawah sebelah kiri, membuat sang empu mengaduh.

MAGANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang