01

1.2K 71 1
                                    

Aku bukanlah seorang penulis handal yang kerap kali menyuarakan ide-ide mereka melalui sebuah karya berbentuk tulisan.

Aku hanya ingin membagikan seluruh hal indah yang pernah aku lalui saat aku masih remaja. Hal-hal, yang sudah tidak akan pernah terulang, juga tidak pernah terlupakan.

***

Nama ku Handini Aurelia Putri. Orang-orang biasanya memanggil ku dengan nama Handini. Aku lahir di Jakarta pada tanggal 05 Februari tahun 1999.

Ayah ku seorang Polisi, sedangkan Ibu ku adalah seorang Ibu rumah tangga. Awalnya, kita memang menetap di Jakarta. Namun, karena Ayah harus dipindah tugaskan ke Yogyakarta, jadilah kami sekeluarga diboyong untuk pindah ke kota yang bernuansa vintage itu.

Dan hari ini, adalah minggu ke tiga aku bersekolah di sekolah baru ku. Pagi ini, jalanan Yogyakarta terasa begitu padat. Mungkin dikarenakan hari ini adalah hari senin, hari dimana hampir seluruh umat manusia sibuk akan dunia kerja yang mereka lalui.

Aku masih duduk dengan manis di halte bus. Meskipun jam di pergelangan tangan ku sudah menunjukkan waktu yang sangat mepet dengan bel sekolah ku. Tapi apa boleh buat?

Aku membuka buku novel yang aku pegang. Lalu kembali menatap jalanan yang sudah tidak sepadat beberapa menit yang lalu. Tapi entah kenapa, bus yang biasanya lewat dengan tepat waktu, kini belum terlihat sama sekali di pandangan ku.

Aku pun mulai gusar. Bukan karena aku takut jika harus menunggu upacara selesai didepan gerbang sekolah. Yang aku fikirkan adalah bagaimana menyeramkan nya wajah Bu Eva ketika memarahi ku yang datang terlambat hari ini.

Pasalnya, ia mengadakan ulangan harian pada mata pelajarannya hari ini. Habislah riwayat ku.

Pasrah, aku menghela nafas ku sebelum memasukkan buku novel tadi kedalam totebag yang aku bawa. Lalu beranjak memilih untuk berjalan kaki sembari menunggu angkutan umum atau bus yang akan lewat.

Aku menghirup dalam-dalam angin yang berhembus pagi itu. Terasa menyejukkan meskipun bercampur dengan polusi asap kendaraan yang berlalu lalang.

Matahari perlahan naik, namun suasana Yogyakarta masih terasa sejuk seperti jam enam pagi. Aku kembali melihat kearah jam tangan ku yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh dan aku benar-benar terlambat sekarang.

Pasti upacara sudah berlangsung dan aku sungguh benar-benar tidak perduli akan hal itu. Yang aku risaukan masih hal yang sama- ulangan harian Bu Eva, guru tergalak seantero sekolah.

Aku semakin mempercepat langkah ku. Tapi, seorang lelaki berseragamkan sekolah sama dengan ku menghentikan laju motornya tepat disamping ku.

Aku menoleh, menatap dengan bingung lelaki yang kini membawa laju motornya tanpa menyalakan mesin nya.

"Lo Handini 'kan?" dia bertanya kepada ku.

Aku mengangguk. "Iya."

"Oh, enggak. Cuma bertanya," jawab lelaki itu.

Aku berfikir awalnya, lelaki ini sangat lah aneh dan juga menyebalkan. Kesan buruk sudah aku dapatkan diawal pertemuan. Dan aku bersumpah bahwa aku tidak ingin lagi bertemu dengan dia.

"Kita satu sekolah," ucapnya lagi memecah keheningan diantara aku dan dia.

"Iya, aku juga tau. Seragam yang kita pakai pun sama. Itu udah menjelaskan bahwa kita juga ada disekolah yang sama," balas ku dengan begitu jutek. Aku kesal menanggapi ucapan nya yang terdengar ngablu dan asal.

Lelaki aneh itu tertawa. Entah menertawakan apa, aku sangat tidak perduli saat itu.

"Lo terlalu kaku. Kanebo mobil bokap gue aja kalah sama kekakuan lo ini," katanya.

Aku yang merasa semakin kesal pun, berjalan lebih cepat meninggalkan lelaki itu.

"Jangan cepet-cepet jalan nya. Nanti kesandung, terus jatuh. Pelan-pelan aja," ucapnya lagi, menggoda ku.

"Tujuan kamu kaya begini itu apa sih?! Mendingan kamu cepet berangkat sekarang karena upacara pasti udah dimulai dan stop gangguin aku!" ucap ku dengan jengkel.

"Gue enggak akan kemana-mana kalau lo juga enggak mau berangkat sama gue. Lo tau? Bus yang biasa lo naikin itu kejebak macet, begitu pula sama angkutan umum yang lain nya."

"Bohong!" tukas ku sambil menatapnya dengan tajam.

Lagi-lagi lelaki itu tertawa. Dan kini, tawa itu berhasil membuat detak jantung ku bergerak lebih cepat. Tidak tau apa penyebab nya.

"Buat apa gue bohong sampe sedetail itu, Handini?"

"We never know? Mungkin kamu sengaja pura-pura untuk nawarin aku tumpangan."

"Idih! Pede lo boleh juga," dia terkekeh kecil. "Gue beneran soal bus dan angkutan umum yang lainnya. Kalau lo enggak mau gue tawarin tumpangan, gapapa, itu hak lo."

Aku diam, menimbang-nimbang apakah harus aku menerima tawaran ini? Jika tidak, aku akan terlambat dan terkena masalah. Jika iya, terguncang sudah base julid sekolah ku.

"Jadi, apa pilihan lo?" dia bertanya.

Akhirnya, aku mengangguk sebagai tanda persetujuan. Lelaki itu pun tersenyum sambil menatapku.

Aku menaiki motornya, dan motor itu mulai bergabung bersama kendaraan yang lainnya. Berjalan, memecah keramaian Yogyakarta kala itu.

Dan aku sadar, hari itu bukanlah akhir dari segalanya.

***

Hallo! Long time no see yall! Aku balik lagi dengan cerita yang berbeda. Buat Antariksa dan Lilyan, terpaksa aku hapus karena alur cerita yang terlalu pelik dan muter-muter. Im so sorry buat kalian yang udah jatuh cinta sama tokoh-tokoh yang ada disana.

Mari mulai semuanya dari awal. Lupakan tokoh-tokoh yang kemarin. Aku akan kasih kalian moment paling indah disini. Silahkan kirim tanggapan kalian tentang cerita ini di komentar ya! Jangan lupa untuk selalu dukung aku dan kalian bebas buat sebar cerita ini kemana pun kalian mau.

Big love, N.

BUTTERFLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang