04

13 4 1
                                    

Sejak kejadian memalukan di lapangan basket tadi. Dirgantara menarik lembut tangan ku untuk mengikuti langkah nya yang membawa diri ku ke kantin sekolah ku.

Kini, dia tengah duduk dihadapan ku. Dengan kedua tangan yang menjadi penumpu dagu nya, dia menatap lurus ke arah ku.

Itu semakin membuat aku gelisah ditempat ku. Rasanya ingin sekali mempunyai sebuah jurus untuk menghilang dari suasana seperti ini.

Malu, takut, deg-degan, semua bercampur menjadi satu didalam diri ku.

Bahkan, sejak tadi netra ku hanya menatap meja yang kosong.

"Seberapa menariknya meja kantin daripada muka gue?" ujar Dirgantara. Membuat kepala ku terangkat saat itu juga.

Dengan kaku, aku menggeleng. "Ini kita ngapain ya disini? Aku udah kenyang kalau kamu mau ajak aku makan. Sebentar lagi bel juga bakalan bunyi. Boleh aku permisi?"

"Enggak boleh."

"Kenapa? Aku mau masuk kelas. Takut kalau kena marah sama Pak Banu," ucap ku berusaha mencari alasan.

"Pak Banu enggak hadir hari ini. Lo nggak bisa pakai alasan apa-apa lagi. Temenin gue makan disini. Itu karena lo sama temen lo ganggu latihan gue," ujarnya.

Oke. Ya Tuhan tarik saja semua kata-kata ku pagi tadi. Kata-kata yang aku ucapkan bahwa Dirgantara tidak seburuk apa yang aku fikirkan. Pada kenyataan nya, dia adalah lelaki paling buruk bahkan melebihi fikiran ku sendiri.

Dirgantara mulai memesan makanan juga dua minuman untuk diri ku dan juga untuk nya. Sebelum nya aku sudah menolak. Karena aku hanya ingin menemani nya tanpa berlama-lama harus meminum ini, memakan itu, sungguh menyebalkan.

Aku mengaduk juice strawberry ku sembari memandangi Dirgantara dengan tatapan seperti aku ingin membunuh nya detik itu juga. Tidak sadarkah dia bahwa semua tatapan murid-murid yang masih berada di kantin tertuju pada kita berdua?

Bahkan, aku merasa akan hangus terbakar karena tatapan sinis yang dilontarkan oleh murid perempuan disana. Sudah dipastikan, sebentar lagi base julid SMAN 01 Yogyakarta akan ramai oleh gosip diri ku yang dikira mempunyai hubungan special dengan lelaki menyebalkan dihadapan ku ini.

"Makan nya buruan dong! Aku nggak betah nih," ucap ku gusar.

Dirgantara mendongak. Meletakkan sendok juga garpu nya diatas piring.

"Kenapa nggak betah?" tanya nya. Dia ini benar-benar minta aku tendang sampai ke mars atau apa? Apakah dia tuli sampai tidak mendengar bisikan-bisikan setan yang lebih menyeramkan dari ulangan matematika?

"Kamu nggak sadar apa-apa daritadi?" tanya ku. Sedangkan Dirgantara hanya menggedikkan bahunya.

"Kita di perhatiin bahkan daritadi diomongin. Kamu nggak liat kalau cewe-cewe disini natap aku kayak mau makan aku hidup-hidup?"

Dirgantara segera menatap ke sekeliling nya. Dan tatapan-tatapan menghunus, juga bisikan-bisikan setan yang tadi terdengar mulai menghilang.

Dirgantara bangkit dari duduk nya. Aku mendongak. "Kamu mau kemana?"

"Bayar."

"Tapi kan belum habis makanan nya?"

"Enggak nyaman disini kan?" dia bertanya.

Aku mengangguk sebagai jawaban.

"Yaudah. Kita makan ditempat lain."

Apakah ini waktunya untuk aku menghajar lelaki dihadapan ku ini?

***

Perihal ajakan Dirgantara yang mengajak ku makan di tempat lain itu benar-benar terjadi. Dia mengajak ku untuk makan di atas rooftop sekolah. Ditemani dengan semilir angin di sore hari. Bel masuk sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu.

Tapi aku tampak tenang karena Rania telah mengatakan kepada Pak Banu bahwa aku sedang berada di Uks karena sakit.

"Lo cantik," ucap Dirgantara sambil menatap ku dengan begitu lekat.

Sial. Jantung ku benar-benar tidak akan aman jika terus berdekatan dengan dia.

"Terima kasih. Tapi maaf, aku nggak akan kemakan sama omongan buaya kayak kamu," jawab ku.

Dirgantara terkekeh. "Bagus. Artinya lo nggak akan bawa perasaan setiap gue gombalin."

Aku diam, enggan menjawab. Tiba-tiba saja dada ku di isi oleh rasa sesak saat mendengar jawaban Dirgantara.

Padahal, aku berharap dia akan terus memberika aku gombalan-gombalan receh nya.

Tunggu.

Ada apa dengan diriku? Bisa-bisa aku menginginkan hal bodoh seperti itu.

"Handini?"

Aku menoleh. "Kenapa?"

"Mulai sekarang dan seterusnya, lo pulang pergi sama gue."

***

BUTTERFLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang