niel tak habis pikir kalau miller benar-benar serius marah soal kata-katanya tadi di grup. tapi, sebagai laki-laki yang gentleman, niel harus berani datang ke rumah miller untuk menjelaskan yang sejelas-jelasnya. ia tidak mau saja kalau masalahnya semakin bertambah panjang dan pertikaian terjadi, bisa bisa makin runyam.
dengan mengatur napas, niel sudah berdiri di depan pintu rumah miller. sedetik kemudian menekan bel.
tingtong!
apa pun yang terjadi nanti, sekalipun miller akan menghajarnya, niel siap. karena sebenarnya ia hanya mengutarakan isi hatinya di chat, itu saja. ia sudah menganggap diajeng sebagai adiknya sendiri, tak lebih. apalagi saat melihat ajeng terluka dengan darah yang terus mengucur di jemarinya, itu mengingatkan niel pada kejadian beberapa tahun yang lalu di rumahnya sendiri. bedanya, darah yang keluar lebih banyak dan itu terjadi begitu saja. makanya, ia berempati kepada ajeng untuk memberikan pertolongan pertama dengan segera.
"udah lama lo di sini?"
niel sampai lupa sedang berada di mana. suara dingin milik miller menyapa indra pendengarannya serta anggukan kepala. tanpa tunggu lama, miller mempersilakan niel masuk dan duduk di ruang tengah.
lagi dan lagi, niel ke sini.
satu detik.
dua detik.
tiga detik.
keduanya masih bungkam, hanya tatapan tajam miller yang mendominasi suasana. niel sedikit membenarkan kacamatanya, sepertinya akan berbicara terlebih dahulu namun salah, miller menyerobot duluan.
"maksud lo apa tadi?"
niel menatap miller yang balik menatapnya banyak arti, mungkin salah satunya kebencian. "gue jelasin, mil. gue memang cuma anggap ajeng sebagai adik gue, gue berempati sama dia."
"gue nggak habis pikir sama lo, el. dengan mudahnya lo bilang gitu? lo nggak mikirin perasaan ajeng gimana saat tau lo cuma anggap dia adik? lo punya hati nggak sih? hah?!"
miller sudah tak tahan, ia mengeluarkan sumpah serapahnya yang ia tahan semenjak di grup tadi.
"tapi gue udah berusaha jujur, mil. gue menerima perhatian ajeng sebatas rasa sayang antara adik dan kakak," tegas niel dengan nada tinggi, mungkin saja diajeng akan mendengarnya. mungkin.
miller mengeraskan rahangnya. "nggak ngerti lagi gue sama lo, el. lo cuma mainin perasaan adik gue? gila lo!!"
"maaf, mil. tapi ini ungkapan jujur dari hati gue, gue cuma anggap ajeng sebagai—"
"ajeng itu lagi sakit, el," kata miller memotong ucapan niel dengan cepat. ia sedikit tersentak dan tak melanjutkan lagi. ajeng sakit?
"kemarin dia demam tinggi, ngigo terus. dan lo tau siapa orang itu? elo, el, elo!!"
niel ternganga, benar begitu? "ajeng ... dia—"
"sepanjang malam, ajeng panggil-panggil nama lo. gue jagain dia terus di sisinya sambil terus cek suhu badannya. dia kebangun, tiba-tiba meluk gue tanpa alasan. nangis kejer dengan keadaan tubuh nyaris panas. setiap gue rujuk dia untuk ke rumah sakit nggak bakalan mau, katanya dia cuma butuh lo ada di sini." miller menjelaskan lagi dengan suara bergetar, sebisa mungkin ia tahan di depan niel.
"lo kan juga tau, el. gue menyayangi ajeng lebih dari apa pun. dia satu-satunya anggota keluarga yang gue punya, dia adik gue satu-satunya. gue nggak akan ngebiarin satu orang pun sakitin ajeng, baik fisik maupun perasaan. jadi gue mohon dengan sangat ... terima ajeng, el."
niel kehilangan kata-kata. mendengar semua cerita miller barusan membuat hatinya bimbang. sebenarnya ia memiliki rasa atau tidak terhadap adik temannya yang ini? atau ... memang benar kalau ia hanya menerima semua perhatian ajeng sebatas antara kakak dan adik? sekuat inikah perasaan ajeng kepadanya?
"dengan lo kasih perhatian ke ajeng sekecil apa pun itu, dia akan terus menganggap lo juga punya perasaan yang sama dengan dia. tapi ternyata apa, semua berbanding terbalik. lo ... cuma anggap dia adik lo. jujur gue kecewa sama lo, el," finalnya dengan wajah merah padam. miller, benar-benar kecewa kali ini.
"te-terus, ajeng gimana sekarang? apa—"
tap tap tap
niel berhenti berbicara dan refleks menoleh ke sumber suara. seseorang telah berlari jauh dan menuju satu ruangan. miller yang tersadar kalau itu ajeng langsung ikut menyusul adiknya. pasti ... pasti ajeng sudah mendengar semuanya. ajeng pasti sangat sakit hati tahu semuanya.
sesampainya di sana, miller mengedarkan pandangan. pintu kamar ajeng tidak terkunci? lalu, di mana ajeng sekarang?
"dek, kamu di mana?" panggil miller panik, ia mulai masuk ke kamar dan mendengar sesuatu di balik pintu kamar mandi. suara air yang mengucur dari shower beserta suara isakan tertahan seorang gadis. "ajeng, keluar dek!"
tidak ada jawaban. isakan dari dalam pun juga ikut mereda. miller semakin panik terjadi apa-apa dengan ajeng di dalam sana, apalagi adiknya itu baru saja sembuh dari demam.
tok tok tok
"dek! buka pintunya!"
"jangan bikin kak emil panik gini! dek, astaga!"
tok tok tok
cklek
pintunya tidak terkunci? miller membuka lebih lebar pintu kamar mandi dan mendapatkan pemandangan mengejutkan dari ajeng. adiknya tidak sadarkan diri dengan keadaan memeluk tubuh berbalut pakaian tipis yang basah. dengan segera, miller mematikan keran dan mengangkat tubuh ajeng menuju kasur.
"astaga, ajeng! kenapa gini sih?!"
sambil terus memeriksa denyut nadi dan jalan napas, miller mengusap rambut ajeng dan mengeringkannya.
"sial! badan ajeng panas lagi!" umpat miller kesal. ini semua karena ucapan niel, kalau laki-laki itu tidak berbicara seperti tadi, mungkin saja ajeng tidak akan bertindak seperti sekarang.
"mil, kenapa?"
niel yang baru datang membuat miller semakin kesal, ke mana saja laki-laki ini tadi? "lo lihat sendiri kan? ajeng pingsan!"
"astaga, ajeng! dia ... dia kenapa gini?" niel panik dan duduk mendekati ajeng yang terbaring di kasur. "kenapa bisa gini sih, mil?"
miller diam, tak lupa matanya masih menatap niel tajam. apa niel amnesia hingga tak tahu apa-apa seperti ini? "lo nggak sadar diri apa gimana sih, el? argh!"
"ma-maksud lo?"
"ck! telepon jaya sekarang! suruh dia ke sini buat cek ajeng!"
karena tidak mau memperpanjang perdebatan dan mengulur waktu, miller melupakan masalahnya dengan niel sejenak. untuk sekarang, keselamatan ajeng lebih penting. ini sangat darurat. tanpa membuang waktu lebih banyak, niel segera mendial nomor dan menelepon jaya. meski tahu hari ini jaya pasti sedang sibuk-sibuknya praktik di rumahnya, semoga saja ia mau menolong ajeng dengan segera.
sebelum keluar kamar dengan embusan napas kasar, miller memberi pesan singkat untuk niel. "lo jagain ajeng sampe jaya dateng, dan lo inget satu hal el ... minta maaf ke ajeng soal semuanya. bilang yang sejujurnya tentang perasaan lo ke dia, jangan buat dia kecewa."
niel terpaku di tempat, tangannya tak sadar menyentuh pergelangan tangan ajeng yang hangat. apa iya perasaannya benar seperti ini? atau sebenarnya ... ia menolak perasaan yang ada?
≣≣≣
kok jadi drama gini
asdfghjkl hh[msf, 02 september 2021]
[lowercase; asikin aja!]
KAMU SEDANG MEMBACA
asikin aja! [discontinued]
De Todo[discontinued] - humor; trash talkin' cuma cerita ringan 8 cowok holkay yang pandai gosipin hal-hal sepele layaknya ibu-ibu yang lagi kumpul di akang sayur keliling. kadang rumpi secara langsung, kadang rumpi di grup chat. starring: ●fenly (miller)...