[in action] - jujur soal perasaan

138 42 4
                                    

jaya langsung bergegas setelah mendapat telepon dari niel, katanya darurat dan ajeng tiba-tiba anfal. mempersiapkan beberapa peralatan medis dan mengambil kunci mobil, jaya tancap gas ke rumah miller. lima menit kemudian, ia sudah sampai di pekarangan rumah temannya itu sedikit tergesa. masalahnya keselamatan nyawa seseorang mungkin sedang terancam di sini.

melihat miller berdiri di depan teras, jaya berlari ke arahnya. "ajeng gimana?"

miller memijat pangkal hidungnya, wajah kesalnya masih terpampang di sana. "lo langsung masuk aja, jay, ke kamarnya."

"oke." sebelum berlalu, jaya menepuk bahu miller. "semua bakal aman, sesuai rencana."

miller menahan senyumnya lalu pergi ke luar rumah dengan mobil hitam mewahnya. daripada ia emosi lagi, lebih baik ke rumah bayu untuk membahas sesuatu yang sempat terkendala tadi.

sementara itu, niel masih berusaha untuk menyadarkan ajeng dengan membalurkan minyak aromaterapi ke sekitar pelipis dan leher ajeng. tak dapat dipungkiri, niel panik melihat ajeng yang tidak kunjung sadar semenjak 3 menit yang lalu pascapingsan. sambil terus mengeringkan rambut ajeng yang basah, niel mengusap-usap dahi ajeng guna memberikan sentuhan agar segera siuman.

"ajeng, kamu sadar dong. maafin aku, kamu denger semuanya tadi?"

"maaf, jeng. maaf," sesal niel dengan lirih.

"sekarang aku mau jujur. aku nggak mau menutupi perasaanku lagi ke kamu. semua perhatian yang kamu kasih sejak awal kita ketemu bisa buat aku bahagia. sesederhana itu, ajeng. tolong ya, kamu bangun sekarang!" niel berterus terang, bahkan sekarang ia menggenggam tangan ajeng yang teraba hangat secara erat.

sent.

jaya baru saja mengirim sesuatu di ponselnya, semacam rekaman. barulah ia mengetuk pintu kamar ajeng dan mengambil alih tempat duduk niel. jaya mengeluarkan stetoskop dan mulai memeriksa denyut jantung ajeng.

"udah berapa lama ajeng nggak bangun setelah pingsan, el?"

"sekitar 3 menitan, jay."

jaya menoleh. "serius?"

niel mengangguk kecil.

"demamnya tinggi, badannya aja panas begini. gini deh, gue resepin obat dulu dan balik ke rumah buat ambil obat-obatan. lo jagain ajeng dan kasih dia minyak angin di sekitar hidung, itu akan merangsang indra penciumannya. kalau dia udah siuman, bantu dia minum air putih yang banyak. bisa kan?"

niel mengangguk lagi. jaya berdiri dan berpamitan. sekrarang, tinggallah niel dan ajeng berdua di sini. dengan telaten, niel mengusap-usap lembut dahi ajeng. ia juga mengamati kelopak mata ajeng yang sedikit menghitam akibat sakit. sampai separah inikah ajeng kala hatinya terluka? niel merasa menjadi manusia terjahat karena berani-beraninya mematahkan hati seorang perempuan setulus ajeng.

"nghh," racau ajeng yang mulai sadar. matanya perlahan-lahan terbuka dan menyipit, masih menyesuaikan cahaya yang berpendar pada kamarnya. ia menoleh, samar-samar wajah niel dapat ia lihat beserta senyum tipis milik laki-laki itu.

"ajeng? ka-kamu ... udah sadar?"

ajeng menganggukkan kepala pelan. jujur saja kepalanya pusing sekali, membuatnya mau tak mau mencekal lengan niel kencang. paham akan isyarat itu, niel membantu ajeng untuk duduk di kasurnya dan membenahi bantal untuk sandarannya. mengingat pesan jaya, niel membantu ajeng untuk minum pelan-pelan.

"thanks, kak."

"sama-sama."

walau terasa sangat pusing sekali, ajeng malah menundukkan kepalanya. ia teringat kembali soal percakapan niel di ruang tengah tadi bersama sang kakak. benarkah kalau niel hanya menganggapnya sebagai seorang adik saja, tidak lebih?

niel tak enak hati. melihat ajeng begini sama saja dengan menyiksa ajeng perlahan. sudah fisiknya sakit, batinnya juga menyusul. niel benar-benar merasa jadi orang jahat di sini. ragu-ragu, ia mengangkat dagu ajeng agar tidak lagi menunduk. perempuan itu menatap manik mata niel begitu dalam dengan berkaca-kaca.

"jangan nunduk, nanti makin pusing."

"kak niel pulang aja," ucap ajeng tiba-tiba, niel menggeleng cepat.

"kamu lagi sakit, ajeng. emil lagi pergi keluar, nggak ada yang jagain kamu nanti."

"pulang aja, kak."

"kenapa gitu?"

"aku ngerepotin kak niel terus, kan?"

"siapa bilang?"

"aku nggak mau dengan kak niel di sini malah semakin buat aku berharap terus sama kak niel. mending sekarang kak niel pulang—"

"nggak, ajeng," tolak niel tegas. "kamu lagi sakit gini. badannya juga panas begini loh. aku jagain kamu, ya?"

"..."

"soal di ruang tengah tadi, aku mau minta maaf, ajeng—"

"kalau itu memang kebenarannya aku nggak keberatan kok, kak. mungkin aku aja yang terlalu berharap sama kakak, aku mengejar tanpa mau mengerti kalau bakal ada penolakan. aku egois, kak. maaf."

ajeng sekarang menangis, bulir air matanya berkali-kali jatuh di pipinya. niel semakin tidak tega melihatnya. ini semua salahnya, mengapa mulutnya lancang berkata seperti itu tadi? menjaga perkataan serta perasaan ternyata sama susahnya. niel tidak tahan melihat pemandangan menyedihkan dalam diri ajeng, ia meraih ajeng dalam dekapannya. mungkin dengan ini, ajeng dapat sedikit tenang. niel mengusap-usap punggung ajeng, tetesan demi tetesan air mata membasahi bajunya. isakan tangisnya bahkan sekarang semakin keras hingga bahunya berguncang hebat.

"ajeng jangan ngomong gitu, harusnya aku yang minta maaf soal ini—"

"aku terlalu egois ya kak? aku menaruh ekspektasi tinggi sama kakak, maafin aku," tukas ajeng di sela-sela tangisnya. niel mengusap lagi punggung ajeng untuk menenangkan.

"aku sayang kamu, ajeng."

ia hanya dapat tersenyum tipis dalam tangisnya. "sebagai adik aja kan, kak?"

"lebih dari itu. aku mau jujur, perhatian kamu bisa buat aku bahagia. makasih ya—"

"kak niel bohong, kan?" ajeng melepas pelukannya serta mengusap air matanya secara kasar. niel menggeleng dan merapikan rambut ajeng yang acak-acakan lalu tersenyum.

"kalau kali ini aku jujur, kamu bereaksi kayak apa?"

ajeng dibuat kaget dengan pernyataan ini. jadi ... niel menganggapnya lebih dari seorang adik? "kak niel??! serius?!"

niel tersenyum lagi, menarik ajeng lagi dalam pelukannya. "maybe it's sounds cheesy, but i think i fall in love with you!"

"kak niel! jantung aku nggak aman!!"

niel buru-buru melepas pelukannya pada ajeng dan seketika panik. "eh, kenapa?! sakit?"

"dag dig dug denger orang gombal!!" ledek ajeng sambil tertawa terbahak-bahak, padahal jejak air matanya masih kentara di pipi. niel pun ikut tertawa heran, ia kira sesuatu buruk terjadi pada jantung ajeng.

tanpa berucap lagi lebih banyak, keduanya saling mengklaim kalau mereka saling memiliki hati satu sama lain. akhirnya, akhirnya niel jujur juga. sampai mereka tidak sadar kalau keduanya sudah menjadi bahan tontonan tujuh laki-laki di balik pintu. semuanya saling tos tanpa suara, mereka juga turut bahagia dengan skenario ini.

≣≣≣

gemes banget hehh
apalagi part setelah ini,
beberapa orang udah merencanakan
sesuatu jauh-jauh hari,
wkwkw mengcapek~

[msf, 02 september 2021]
[lowercase; asikin aja!]

asikin aja! [discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang