“Semuanya sudah siap. Ayo, berangkat,” teriak gadis cantik yang memiliki bulu mata tebal dan lentik serta lesung pipi yang menambah indah parasnya. Sejak mendengar teriakkan Satria tadi malam, dia langsung memutuskan untuk menginap di asrama Dili yang terletak persis di samping asramanya.
“Bukankah itu terlalu banyak, Kiya? Kita hanya menginap selama satu malam,” tanya Dili heran melihat sahabatnya membawa dua koper terisi penuh seakan ingin pergi liburan selama seminggu. Kiya memang tipe orang yang suka membawa barang-barang yang tidak terlalu diperlukan dengan dalih untuk berjaga-jaga kalau terjadi hal yang tidak diinginkan. Tapi tetap saja kali ini rasanya sangat berlebihan bagi Dili, hanya saja dia tidak bisa melawan Kiya yang bersikeras untuk tidak mengurangi barang bawaannya.
Sejak kedatangan Kiya ke asramanya, Dili merasa kalau Kiya bertingkah aneh, padahal Dili melarang Kiya untuk membaca perasaannya. Kiya yang super penasaran dengan pembubaran LDK OSIS secara mendadak, menyentuh tangan Dili saat dia tertidur. Sentuhan kulit sudah cukup untuk Kiya membaca emosi orang lain karena dia mengalami kondisi langka yang disebut Mirror touch synesthesia.
Entah kekurangan atau kelebihan, kondisi khususnya itu bisa membuat Kiya merasakan apa yang orang lain rasakan lewat sentuhan kulit dengan orang tersebut. Dia juga akan merasakan rasa sakit yang sama ketika melihat orang lain terluka, dipukul, atau kondisi lainnya. Terkadang hal ini berakibat buruk bagi dirinya, tetapi dengan kondisi khususnya itulah dia bisa memahami orang lain dengan baik, menjadi sosok yang penuh simpati.
Kiya merasakan rasa lelah luar biasa saat memegang tangan Dili tadi malam, meski dia tidak tahu apa yang terjadi pada Dili selama LDK, dia yakin bahwa Dili mengalami hal yang sulit dan sekali lagi dia menyembunyikan itu sendirian tanpa membiarkan orang lain tahu tentang perasaannya, termasuk Kiya yang merupakan saudari angkat sekaligus sahabat sejak kecilnya.
“Memang hanya satu malam, tapi tempatnya di hutan, Dili. Meski aku jelaskan pun kamu tidak akan mengerti betapa berbahayanya bermalam di hutan. Jadi aku menyiapkan banyak keperluan untuk kita berdua,” bela Kiya yang tidak mau kalah. Memiliki sahabat yang tidak bisa merasakan takut malah membuat Kiya menjadi lebih protektif. Baginya, tidak ada gunanya menjelaskan tentang bahaya apa yang akan mengintai mereka di hutan. Lebih baik kalau dia bertindak secara nyata untuk berjaga-jaga.
Perdebatan mereka hanya berhenti sampai di situ. Mereka bergegas menuju sekolah untuk berkumpul dengan para peserta dan panitia Pelantikan Pramuka, lima belas menit lagi bus yang menjemput mereka akan sampai di depan sekolah. Jika terlambat, maka mereka akan tereliminasi sebelum proses seleksi.
“Dari 57 peserta, hanya 25 peserta yang akan diterima menjadi Anggota Pramuka. Tesnya adalah bertahan hidup di hutan selama 24 jam dengan bekal yang telah disediakan panitia.”
Di luar dugaan, semua barang bawaan mereka disita. Panitia membagikan satu jas hujan terbuka yang biasa dipakai untuk dua orang, tali rafia yang sudah dipotong menjadi empat bagian yang sangat pendek, senter, korek api dan lilin, serta pisau. Sebelum itu mereka sudah dibagi menjadi lima orang per kelompok, terdiri dari laki-laki dan perempuan, beruntung ada satu orang yang sudah Dili kenal di dalam kelompoknya, sedangkan Kiya berada di kelompok lainnya.
Beberapa orang mengeluh karena persediaan minim yang diberikan oleh panitia sangat mengecewakan bagi mereka. Mereka bahkan tidak dibekali makanan atau minuman, padahal tempat tes mereka adalah hutan yang jauh dari pemukiman warga.
Dili dan Kiya yang sudah terbiasa mengikuti Pramuka tampak siap dengan tantangan yang menunggu mereka, begitu juga dengan Rama dan Satria yang sudah mendapatkan pelajaran tentang kemampuan bertahan hidup sejak Sekolah Dasar di Rusia tampak bersemangat menyambut tes yang menurut mereka akan dipenuhi hal yang seru.
Setelah menerima perlengkapan dan mendengarkan arahan panitia, mereka masuk ke dalam bus besar yang akan mengantarkan mereka menuju petualangan yang akan menjadi pengalaman tak terlupakan dalam hidup.
Satria duduk di samping kanan Dili, sementara Kiya di samping kiri yang membuatnya bisa menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan lewat jendela bus yang dibiarkan terbuka. Sudah lama sejak Kiya dan keluarganya pergi liburan bersama, dia sangat senang melihat pemandangan desa yang hijau, tempat yang bebas polusi menawarkan udara bersih yang menyehatkan.
Kurang lebih satu jam perjalanan, tibalah mereka di area perkemahan yang damai. Tanah lapang dengan beberapa bangunan tua menyambut kedatangan mereka, tempat itu memang sering menjadi tempat berkemah, hanya saja jika tidak banyak orang yang mendiaminya maka rasanya sangat sepi dan tercipta nuansa aneh yang berbeda dari biasanya.
Ada beberapa petugas yang memandu panitia untuk mengisi keterangan kegiatan yang akan dilakukan, serta jumlah peserta dan panitia yang mengikutinya. Tempat ini akan menjadi posko pertama yang akan diisi dengan tenda milik para panitia.
Tidak berselang lama, dua orang petugas dan beberapa panitia mengantarkan para peserta ke posisi mereka. Setiap kelompok dipencar dengan jarak yang lumayan jauh, sedangkan jarak mereka dengan posko pertama sekitar satu sampai tiga kilometer. Posisi mereka benar-benar di dalam hutan yang lebat dan lembap. Beruntung ada beberapa mata air dari bukit yang bisa digunakan untuk minum dan juga bersih-bersih.
Hal pertama yang dilakukan oleh kelompok Dili adalah membangun tenda yang cukup kecil jika dihuni oleh lima orang, mereka menggantung keempat sisi jas hujan ke ranting dan dahan pohon, lalu mengikat dengan persediaan tali mereka yang seadanya tapi cukup. Setelah itu, mereka menyusun beberapa lembar daun kelapa sebagai alas, dan membuat aliran air di sekitar tenda untuk berjaga-jaga jika hujan turun agar tenda mereka aman dari genangan air.
Beberapa orang mengumpulkan ranting untuk dijadikan kayu bakar, dan ada juga yang mengambil air dari mata air yang tidak jauh dari tenda mereka, ada juga yang mengumpulkan buah-buahan untuk dimakan. Tanahnya cukup licin sehingga mereka harus berhati-hati saat berjalan jika tidak ingin tergelincir. Mereka bahkan tidak punya baju ganti, jadi sebisa mungkin harus menjaga kebersihan.
Udara dingin cukup mengusik, apalah daya karena mereka sedang berada di area perbukitan. Mereka bahkan tidak yakin bisa tertidur lelap nanti malam, karena di siang hari saja mereka sudah menjadi sasaran empuk para nyamuk yang kelaparan, apa lagi malam hari yang sangat gelap.
Beruntung mereka dibekali pisau yang sangat berguna, bahkan bisa menjadi senjata jika ada sesuatu yang membahayakan keselamatan mereka selama tinggal di hutan. Kerja sama antar anggota kelompok sangat dibutuhkan, jika satu saja malas bekerja, tentu anggota lain akan kesulitan karena harus bekerja ganda. Tidak ada istilah manja ataupun takut, semuanya harus bisa saling membantu dan menjalankan tugas yang telah dibagi secara adil.
______________________________________
"GOGENPEDIA"Tokoh yang terlibat :
1. Dili2. Kiya
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Generation (TERBIT✓)
Teen Fiction🥇#1 - Potensi 🥇#1 - Marathon 🥉#3 - Istimewa SMA Cahaya Banua adalah satu-satunya sekolah yang memiliki program kelas favorit. Program ini bertujuan untuk mengembangkan potensi para murid agar siap menjadi pelopor kemajuan bangsa di masa depan. ...