Larangan Sang Papa

11 1 0
                                    

Sepulang mengantar Senja ke kediaman Pa RT dan memastikan kekasihnya itu telah dalam keadaan aman, Langit membuka pintu rumahnya.

Hatinya sangat teriris. Rasanya, ia ingin berteriak ke seluruh dunia bahwa laki-laki itu sedang tidak baik-baik saja.

Di atas lantai berwarna putih bersih itu, camera kesayangannya sudah tak berbentuk lagi dan sepertinya tak akan bisa dipergunakan kembali.

Pertanyaannya hanya satu, kenapa sang Papa harus mengetahui tempat persembunyiannya itu?

"Dari mana saja kamu?!"

"Papa banting camera Langit?!"

Jujur, emosi Langit telah memuncak di ujung kepala, setelah melihat camera kesayangannya sudah tak berbentuk lagi.

"Sudah berapa kali Papa bilang sama kamu Langit, kamu boleh melakukan semua hobby dan menikmati masa remajamu, asalkan jangan menekuni dunia fotografi! Kenapa kamu gak pernah mendengarkan perintah Papa, hah?!"

"Papa bilang, Langit boleh menikmati masa remaja Langit, kan? Ini cara Langit, Pa! Menekuni dunia fotografi dengan camera pemberian dari Mama adalah cara Langit untuk menikmati masa remaja! Kenapa Papa gak pernah bisa ngerti akan hal itu?!"

"KARENA SEMUANYA HANYA AKAN BERAKHIR DENGAN SIA-SIA! KALO KAMU LUPA, DUNIA FOTOGRAFI YANG SUDAH MEMBUAT MAMA KAMU MENINGGAL!"

"Pa! Mama meninggal, karena takdir. Jadi, stop halang-halangin Langit, karena masa lalu yang belum bisa Papa lupakan! Ini dunia Langit, Pa. Dan Langit cuma berharap, Papa akan mendukung semua keputusan Langit."

Langit mengumpulkan beberapa bagian camera-nya yang sudah tak berbentuk itu. Ia memasukkan bagian-bagian camera itu ke dalam tasnya, lalu pergi meninggalkan Papanya seorang diri.

"LANGIT!"

"LANGIT!"

Langit tak memperdulikan panggilan dari Papanya. Laki-laki itu terus berjalan menaiki tangga menuju kamarnya berada.

"PAPA GAK MAU TAU, KAMU HARUS TINGGALKAN DUNIA FOTOGRAFI ITU, LANGIT!"

°°°

Rutinitas di setiap Senin pagi telah selesai dilaksanakan. Upacara bendera selama satu jam lebih dua puluh menit itu sukses membuat anggota PMR kewalahan membantu siswa-siwi yang jatuh pingsan atau hanya terserang penyakit ringan.

"Selamat pagi anak-anak!" Sapa Bu Kamila selaku guru BK di Pancasila International High School.

"Pagi, Bu!" Semua siswa-siswi menjawab sapaan Bu Kamila secara serempak, walaupun ada yang menjawabnya secara bermalas-malasan.

"Ibu punya satu kabar bahagia, serta satu kabar kurang bahagia untuk kalian semua. Kalian ingin kabar bahagia atau kabar kurang bahagia dulu yang Ibu sampaikan?"

"KABAR BAHAGIA DULU, BU! BUAT MENGOBATI LUKA HATI SAYA, KARENA DITOLAK TERUS SAMA ARUM!" Ceplos Guntur sedikit berteriak yang langsung mendapatkan geplakan di kepalanya dari Gio.

Suara sorak-sorai memenuhi lapangan sekolah, karena tuturan Gio barusan.

"Sudah-sudah... kalo begitu saya akan menyampaikan kabar bahagianya terlebih dahulu. Kabar bahagianya adalah... sekolah kita menjadi sekolah terbersih sekota Jakarta!"

Krik!

Krik!

Semua siswa-siswi terdiam. Tak ada yang bereaksi apapun atas pernyataan Bu Kamila barusan.

"Kenapa pada diam saja? Tepuk tangannya dong..."

Dan atas titahan Bu Kamila tadi, suara tepuk tangan serta nyaringnya beberapa siulan dari para siswa mulai mendominasi lapangan sekolah.

SENJA'S WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang