Senja, Langit, Guntur, Gio serta Arum tengah berkumpul di kantin sekolah untuk melepaskan penat sehabis bertempur dengan ulangan harian. Meskipun mereka berlima berada di kelas serta jurusan yang berbeda, tetapi ulangan harian di Pancasila Internasional High School memang dilakukan secara serempak.
"Ja?"
"Iya?" Jawab Senja seraya mengaduk mie ayam yang baru saja dipesan oleh Arum.
"Papa gue udah ngizinin."
Senja mengerutkan keningnya. "Ngizinin?"
"Ngizinin gue terjun di dunia fotografi. Bahkan, Papa udah milih pelatih khusus buat ngajarin gue. Menurut lo, aneh gak?"
"Aneh gimana? Bukannya itu bagus?"
"Anehnya, kenapa setelah gue dapat izin dari Papa, gue justru mulai ragu buat ngejalanin itu semua."
"Apa Langit mulai tertarik dengan bidang lain?"
Langit menggelengkan kepalanya. "Gue cuma takut ekspetasi Papa ke gue teralalu tinggi. Sedangkan, gue sendiri masih belum yakin akan sukses atau gagal seperti Papa gue."
"You can do it! Senja percaya Langit bisa sukses suatu saat nanti. Pelan-pelan aja, karena menuju kesuksesan kan emang butuh proses."
Langit mengembangkan senyumnya. Lihatlah, seberapa beruntungnya seorang Langit Aksara memiliki kekasih seperti seorang Senja Alamanda. Mereka berdua memang memiliki masalah di hidupnya, namun kehadiran satu sama lain lah yang berhasil mengatasi itu semua.
"Orang tua gue juga sama kayak Papa lo, Lang."
"Orang tua lo udah ngizinin lo jadi pianis, Ji?" Tanya Arum memastikan.
"Iya, by." Jawab Gio yang langsung mendapatkan geplakan dari Arum.
"Hm, ada angin apa, nih? Kenapa semuanya tiba-tiba banget," monolog Arum, sementara Senja dan Guntur hanya saling melemparkan sebuah kode, karena misi mereka berdua telah berhasil.
"Gak mau tau, kita harus rayain hal ini."
Arum mengalihkan pandangannya ke arah Guntur seraya mengedip-ngedipkan kedua matanya.
"Kenapa mata lo? Genit amat jadi cewek," celetuk Gio, namun Arum tak menanggapinya sama sekali.
"Guntur..."
"Naon?" (Apa?)
"Lo kan tajir, baik hati dan sangat dermawan, kita ngadain acara barbeque tapi pake duit lo, ya?"
"Gue cuma bisa jawab iya doang, kan?"
"Nice!" Jawab Arum seraya mengacungkan kedua jempolnya.
°°°
Lima menit sebelum bel masuk berbunyi hanya menyisakan Langit, Gio, serta Guntur, sementara Senja serta Arum telah kembali ke kelas mereka.
Suara derap langkah kaki terdengar memenuhi kantin, namun ke tiga laki-laki tersebut masih tak memperdulikannya. Mereka bertiga masih asik dengan benda pipih yang berada di tangan masing-masing.
Hingga raga orang tersebut berhenti tepat di hadapan Langit, lalu berucap, "hai Langit!"
Deg! Meskipun sudah lama tak mendengarnya, Langit tak mungkin lupa dengan suara itu.
Ia mengadahkan kepalanya. Begitu pun dengan Gio serta Guntur.
Langit hanya terpaku seraya memandangi wajah orang tersebut. Bahagia, namun juga kecewa, itu yang tengah dirasakan oleh Langit. Bahagia, karena mereka dapat berjumpa kembali, sedangkan kecewa, karena kenapa baru sekarang hal tersebut dapat terwujud. Di saat ia telah memiliki Senja untuk menemani hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA'S WORLD
Teen FictionIni tentang Senja Alamanda. Tangisan serta amukan sang Adik sudah menjadi asupan sehari-harinya. Hidup dengan penuh kecemasan dan ketakutan, karena kesalahan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya di masa lalu, mengakibatkan Senja tak pernah menikma...