Hingga pertanyaan Senja berhasil membuat langkah kedua remaja itu terhenti. "Kita berdua akan selamat kan, Langit?"
Langit memberhentikan langkah kakinya. "Lo sendiri percaya, kalo gue pasti bisa bawa lo keluar dari sini?"
"Percaya."
Langit mengembangkan senyumnya. "Makasih, karena lo uda mau percaya."
°°°
Sinar senja sudah mulai malu-malu untuk menunjukkan keindahannya. Namun, hingga saat ini Langit serta Senja masih setia berada di dalam hutan dan tak kunjung menemukan jalan keluar.
"Lo laper?" Tanya Langit, saat mendengar suara yang berasal dari perut Senja.
"Lumayan."
Langit memusatkan pandangannya ke arah seluruh penjuru hutan. Berusaha untuk mencari apakah ada makanan yang dapat mereka berdua makan.
"Lo tunggu di sini sebentar."
"Langit mau ke mana?" Laki-laki itu menunjuk sebuah pohon pisang yang tengah berbuah.
"Lo suka pisang, kan?" Senja mengangguk.
"Lo tunggu di sini dan jangan ke mana-mana, kalo terjadi sesuatu lo bisa langsung teriak." Laki-laki itu mulai melangkahkan kaki, namun Senja kembali memanggil namanya. "Langit!"
Langit memberhentikan langkah dan membalikkan tubuhnya. "Kenapa?"
"Hati-hati."
°°°
"Doyan apa laper?" Ledek Langit, saat melihat Senja sudah memakan lima buah pisang, sedangkan dirinya satu buah saja belum habis.
Senja menampilkan sederet gigi putihnya. "Dua-duanya."
"Kalo seandainya kita berdua gak bisa keluar dari hutan ini--"
"Gak usah ngomongin hal yang gak bakal gue biarin hal itu terjadi, Ja. Gue pasti akan bawa lo keluar dari dalam hutan ini."
"Senja cuma ngomong kemungkinan terburuknya. Senja mikirin Bulan yang akan gak punya siapa-siapa lagi, kalo Senja ikutan pergi sama kayak Papa dan Mama. Senja cuma mikirin siapa yang akan tenangin Bulan, kalo penyakitnya lagi kambuh. Bahkan, Senja juga gak tau, kalo sekarang Bulan lagi baik-baik aja atau ngga. Terlalu banyak ketakutan Senja tentang Bulan."
Langit menggenggam tangan sang kekasih. "Ja, gue paham sama semua ketakutan lo. Tapi, apa ketakutan lo itu akan membantu kita buat keluar dari dalam hutan ini? Jangan menyerah, itu adalah kuncinya. Gue juga yakin, anak-anak yang lain, guru-guru, atau mungkin Papa gue lagi berusaha cari keberadaan kita. Untuk soal Adik lo, gue yakin banyak orang baik yang akan jagain Adik lo."
Malam hari telah tiba. Sinar bulan serta bintang menemani perjalanan Senja serta Langit yang masih berusaha untuk mencari jalan keluar.
"Kenapa? Lo capek?"
Senja mengatur napasnya yang lumayan tak beraturan. "Lumayan."
Langit berjongkok di hadapan Senja dengan posisi tubuh membelakangi gadis tersebut. "Naik."
"Senja masih kuat buat jalan sendiri, kok. Langit gak perlu ngelakuin hal ini."
"Naik, Ja." Langit kembali mengulangi ucapannya tanpa menanggapi ucapan Senja barusan.
"Tapi Langit--"
"Gue bilang naik, ya naik! Lo bisa turutin ucapan gue tanpa ngebantah gak, sih?!" Kesal Langit seraya bangkit dari jongkoknya.
"Maaf," jawab Senja seraya menundukkan kepalanya.
Melihat hal itu, membuat Langit menghela napas panjang. Laki-laki itu baru menyadari ucapannya tadi terlalu kasar untuk gadisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA'S WORLD
Teen FictionIni tentang Senja Alamanda. Tangisan serta amukan sang Adik sudah menjadi asupan sehari-harinya. Hidup dengan penuh kecemasan dan ketakutan, karena kesalahan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya di masa lalu, mengakibatkan Senja tak pernah menikma...