Kita tidak rusak, hanya sedang mencari jati diri. Bagian yang kalian anggap buruk justru adalah bagian terpenting bagi kami.
•
•
•Putra mendapat panggilan, lagi.
Bukan panggilan dalam hal positif. Kemarin ia kepergok minum minuman keras di area sekolah dan setelah diintrogasi di ruang kesiswaan, Putra ternyata sudah melakukan hal serupa sebanyak 2 kali. Sebelumnya tidak ketahuan dan yang kedua baru terpegok guru piket kemarin. Surat panggilan langsung diberikan. Hari ini adalah keputusan sekolah untuk memilih mempertahankan Putra atau malah melepasnya.
Putra didudukkan dihadapan orangtuanya, guru kesiswaan, wali kelas, dan kepala sekolah.
Orangtuanya berdebat alot dengan guru kesiswaan dan walikelas; berupaya mempertahankan cowok itu agar tetap sekolah disini.
Mamanya sampai menangis dengan mulut setia memohon kepada guru kesiswaan, namun ditolak halus.
Putra sudah tidak bisa dipertahankan. Walau Putra berprestasi dan lumayan banyak menyumbang piala, namun semua tetap tidak bisa menjadi penyelamatnya.
Sekolah harus berlaku adil terhadap siapa pun. Baik si kaya maupun si miskin. Baik si pintar maupun si kurang pintar. Bahkan untuk si aktif menyumbang maupun si pasif penyumbang.
Dan pelanggaran yang dilakukan Putra sudah masuk tahap berat. Minum minuman keras di area sekolah adalah penghinaan bagi nama baik sekolah. Apalagi Putra sudah melakukannya sebanyak 2 kali. Dan hebatnya lagi, Putra adalah siswa berprestasi. Ini menambah point minus sekolah; lalai dalam pengawasan siswa-siswinya.
Dengan berat hati Kepala Sekolah memberi stampel di atas Surat Pengeluaran.
Hari ini, Putra dikeluarkan dari sekolah.
***
Ratih sampai di Kota Solo pukul 9.48 malam. Untungnya teman - teman Ratih sudah sampai duluan, jadi ia tidak kesepian di dalam kost.
Setelah membereskan barang - barang dan membersihkan diri, Ratih ikut berkumpul bersama teman - temannya di kamar Rina.
Mereka bercerita tentang apa saja yang mereka lewati di hari - hari sebelumnya sebelum Ratih datang.
"Merani aja sampai diuber kerbau kemarin. Salah sendiri ngenyel dibilangin 'kan akhirnya gitu, sampai ada bapak - bapak yang negur." cerita Rina sambil tertawa geli mengingat kejadian itu.
Ratih tersenyum tipis. Semoga hari mereka selama berada disini tidak semenyeramkan bayangannya. Semoga mereka bisa menjalankan tugas dengan baik tanpa kendala yang berarti. Semoga selalu sehat dan semoga uang transferan tetap lancar. Maklum, suka parno jika hidup di negeri orang. Kita tidak tahu harga beras perkilo disini, bisa saja lebih murah atau bahkan lebih mahal.
Mereka terus bercerita. Ratih ikut bercerita mengenai perjalanan dari kota menuju kemari. Tidak terasa jarum jam menunjuk pukul 1 pagi. Akhirnya mereka kembali ke kamar masing - masing. Pagi nanti mereka berencana akan menjelajah kawasan ini. Hitung - hitung adaptasi, kata Merani.
Mereka kembali bangun pukul 7 pagi. Rasanya sangat segar walau hanya tidur selama 6 jam.
Kamar mandi hanya satu, menjadikannya tempat rebutan.
Walau akhirnya mereka saling dorong untuk duluan mandi.
***
Setelah mendapat petuah dan tuangan kata kecewa, Putra diputuskan untuk tinggal bersama sang kakek di salah satu kota budaya di Indonesia.
Awalnya Putra menolak keras. Ia masih bisa sekolah disini, jadi kenapa harus keluar kota?
Bukannya jawaban, Putra malah mendapat bogem mentah dari sang Papa. Bagian tulang pipinya lebam karena pukulan Papa tidak setengah - setengah.
Pada akhirnya Putra pasrah saja.
Pakaian dan segala kebutuhan Putra sudah dikemas rapi ke dalam koper.
Kakeknya sudah tahu tentang kabar ini, termasuk kabar dikeluarkannya Putra. Namun, tidak memberi reaksi berlebihan.
Putra pikir kakeknya akan menolak mentah - mentah dirinya. Bisa saja menggunakan alasan enggan merawat anak badung, diluar perkiraan Putra kakeknya menerima dengan senang hati. Bahkan terdengar antusias sekali.
Jika saja kakeknya menolak, mungkin Putra masih bisa sekolah di Ibukota.
Perjalanan menuju kota budaya Putra habiskan dengan tidur.
Lebih tepatnya pura - pura tidur.
Sebenarnya Putra masih tidak percaya jika ia dikeluarkan. Ia juga tidak tahu bagaimana kabar Ferdi--temannya yang juga tertangkap tangan saat itu.
Ketika ia bertanya kepada sang Ibu, Rossa--ibu Putra, malah kembali mengungkit tentang kelakuan buruknya itu. Malas mendengar, akhirnya Putra tidak lagi bertanya mengenai Ferdi.
Hujan rintik menemani perjalanan Putra. Matanya menutup rapat, namun ia tidak tidur.
Cowok itu sadar betul dengan kelakuannya yang menyebabkan dikeluarkan dari sekolah.
Ditengah - tengah mimpi palsunya, Putra mendengar isak Ibunya yang tercampur gema lagu radio. Beliau mengeluhkan tentang lalainya dalam mengawasi pergaulan Putra.
Anak yang selama ini dibangga - banggakan ternyata tidak sebaik itu. Ibu Putra menyesal sudah mengagung - agungkan Putra.
Beliau lupa, jika awan cerah bisa berubah mendung kapan saja. Bahkan bisa berubah gelap dalam sekejap.
Angin memang memengaruhi gerak awan, namun matahari tetap menjadi unggulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautify || Nakamoto Yuta
Poetry⋆ cukup mengerti jika kecantikan bukan milik wanita semata. ⋆ *** "Maksud lo?" "Beautify." Bibir cowok itu melengkungkan senyum sinis. Sirat akan keegoisan dan rasa putus asa, "Gue cowok asal lo tau. Dan gue gak butuh beautify yang lo maksud." "Kamu...