melihatnya bangun untuk pertama kali, membuatku takut. Takut kembali menyakitinya.
──
Setelah bangun dari tidurnya, Sun Ah sedikit berbeda. Tidak banyak bicara, seperti ketika setahun yang lalu dimana semua ketidakadilan dan simpati bercampur menjadi satu tempat yang sama. Berbeda dari Sun Ah yang akan selalu memulai pembicaraan setiap kali matanya bertemu pandang dengan Kang Yohan, entah itu berpapasan atau bahkan hari penculikan Yohan yang membuat pria itu mengetahui identitas asli dari Jung Sun Ah.
Menjadi satu-satunya orang yang Yohan temui di rumah besar itu, anehnya, Yohan jarang mendengar suara dari Sun Ah. Seolah-olah, Jung Sun Ah, hidup seperti hantu. Tanpa suara langkah kaki setiap kali kakinya menyentuh lantai bermarmer hitam yang dingin.
Sun Ah hanya mengenakan kemeja putih Yohan yang lebarnya nyaris melewati paha. Yohan tidak ingat kapan memiliki kemeja sepanjang itu, jadi ia memberikan kemeja itu pada Sun Ah yang tidak memiliki pakaian lain.
Apa aku, hantu?
Seolah hidup ditengah kematian, tidak ada langkah apapun yang dapat terdengar darinya. Bahkan ketika Yohan memberinya alas kaki, Sun Ah lebih suka kakinya merasakan tekstur lantai yang licin dan dingin di saat bersamaan terkadang. Hal itu membuatnya merasa sedikit...hidup.
Sun Ah bahkan tak pernah turun ke lantai satu, hanya berada di lantai tempatnya bangun untuk pertama kali. Sebagian besar waktu ia habiskan dengan tidur. Tubuhnya yang meminta itu, Sun Ah masih sering merasakan kelelahan berlebih setelah terbangun dari koma.
Dan Yohan, seringkali menemukan Sun Ah tertidur diatas kasur atau di sofa dengan posisi menekuk lutut dan memeluknya. Khawatir menggerogoti Yohan, terkadang, ia menelpon dokter saat Sun Ah sedang tidur. Dokter memberi tahukan bahwa tidak ada yang salah pada tubuh Sun Ah, kelelahan yang biasa dialami, waktu tidur yang tidak pernah menentukan kapan harus menutup mata karena kelelahan, semua itu kemungkinan adalah faktor psikologis.
Yohan, dapat merasakan sesuatu dalam dadanya bergemuruh saat menerima penjelasan yang seharusnya tidak perlu ia takuti. Setelah membayar sang dokter dan memperketat penguncian, Yohan menatap Sun Ah yang terlelap dalam tidur beberapa saat, cukup lama.
Psikologis. Itu faktor psikologis.
Setiap kali hendak keluar, Yohan seringkali bertanya mungkin saja wanita itu membutuhkan sesuatu. Tapi Sun Ah akan selalu bereaksi sama, mengedipkan mata besarnya dan menggelengkan kepala. Kebutuhan sehari-hari di sediakan oleh seorang wanita tua yang datang hanya setiap dua minggu sekali. Tapi apakah ada sesuatu di rumah itu yang bisa Sun Ah sebut sebagai miliknya? Bahkan kemeja putih kebesaran yang ia pakai itu milik Yohan.
Hari ini, Yohan kembali menemukan Sun Ah tertidur sembari meringkuk di atas sofa. Yohan menghela nafas pelan. Ia lantas duduk dengan hati-hati saat tubuhnya dalam posisi membungkuk menekan bagian sofa di bawahnya. Tangannya tergerak membelai surai hitam milik wanita itu yang mulai memanjang. Tidak sama seperti satu tahun yang lalu dimana rambut pendeknya mengekspos bagian leher yang terbuka. Yohan dapat merakan nafas hangat yang samar, ia dapat melihat kelopak mata yang tertutup sempurna. Rasanya liar, entah bagaimana.
"Apa yang bisa aku lakukan padamu?"
Akan lebih baik jika kau memberi tahuku sesuatu yang mungkin kau inginkan.
Yohan dengan hati-hati menyelipkan tangannya di bawah leher dan lutut Sun Ah, memeluk tubuh wanita itu yang terasa rapuh. Membawa tubuh yang kelelahan itu melangkah bersama kakinya melewati lorong dalam rengkuhannya yang dalam.
Sudah berapa minggu sejak kau bangun, kenapa masih terasa ringan?
Sun Ah tidak menunjukan adanya kenaikan berat badan, padahal ia makan sedikit demi sedikit. Setiap kali terjadi, rasanya seolah ada nyawa yang akan memudar. Gravitasi seperti melepasnya, seakan-akan ia hidup tanpa menginjak tanah.
Untuk sesaat, Yohan ingin memeluknya. Ia selalu diliputi keinginan untuk memeluk tubuh yang rapuh itu, mendekapnya dalam dadanya yang luas.
Aku ingin memastikan dia benar-benar ada.
Tapi setiap kali rasa itu hadir di benaknya, Sun Ah terbangun. Mata yang lelah itu seolah bisa membaca semuanya hanya dengan satu sorot.
Aku tidak ingin dia membaca kecemasanku. Dia membuatku gugup, selalu gugup.
Pada akhirnya Yohan kembali pada dirinya saat membaringkan Sun Ah dengan hati-hati diatas ranjang. Menatap wanita itu dari kejauhan dengan perasaan sama yang terasa sedang menamparnya secara sadar.
Aku harap aku bisa memelukmu erat-erat, walau hanya sekali.
Tenggorokannya tercekat. Perasaan itu membuatnya kering, membuatnya menahan nafas dan merasakan sakit yang entah darimana datangnya.
──
Noted :
Sudah kubilang, cerita ini berupa perang batin. Tidak banyak dialog tercipta, hanya gambaran-gambaran momen yang singkat.
tertanda
Joonhyuk wife
©annanyous
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okay, you're alive ── 𝘍𝘪𝘯𝘪𝘴𝘩
Historia CortaKang Yohan wasn't sure why he saved the woman who had already ruined his life. But when he saw the woman lying on the bed, exhaling through the respirator, eyes closed, cheeks cold to the touch, and a fragile body still breathing... Everything was k...