Kurasa, tidak ada yang perlu disesali. Hanya perlu dilupakan beberapa.
──
Sang hakim perlahan membuka matanya, perasaan tidur nyenyak dan bangun setelah beberapa saat memenuhinya, ada kepuasan. Tapi entah mengapa, seolah ada sesuatu yang hilang. Yohan mengulurkan tangannya di atas ranjang, meletakkannya kembali di dadanya lantas menyadari tubuh yang ia peluk sepanjang malam ini tidak ada disana.
"Apa itu matahari?"
Masih meraba sekitarnya, tapi tak merasakan apapun, jadi Yohan bangkit. Ia menjadi satu-satunya orang yang berada di atas ranjang itu. Ada perasaan cemas yang familiar, tapi entah mengapa tak separah biasanya. Ketika menginjakkan kaki diatas lantai, Yohan dapat merasakan sesuatu yang lembut terinjak olehnya. Kain putih itu, kemejanya yang dipakai oleh seorang wanita. Wanita itu. Yohan terkekeh mengingatnya.
"Kau mencuri pakaianku."
"Katakan saja aku meminjamnya."
Yohan bersandar pada dinding di sisi lorong dan menatap Sun Ah yang sedang duduk di ambang jendela pada lantai dua dengan tangan tersilang, Kali ini bukan dengan kemeja putih Yohan, tapi dengan jubah hitam milik pria itu. Kaki wanita itu menggelantung bahkan tak menyentuh lantai, jubah itu menutup kakinya. Jubah besar itu terlipat di beberapa sisi, memperlihatkan bahu putih mulus milik wanita itu.
Suasananya tenang, matahari bersinar hangat. Saat awan tipis menutupi matahari, sinarnya mengenai tubuh Sun Ah, menyinari tulang selangka yang menonjol pada garis bahu dan lehernya.
Yohan melangkah kearahnya, senyum tipis tertahan terbentuk di bibirnya.
Kaki yang menggantung di udara itu sedikit mengganggu, walau Yohan tahu tidak akan terjadi apa-apa. Tapi tangan pria itu tergerak melingkari pinggang kurus itu dan membuat tubuh Sun Ah bersandar padanya. Sun Ah menyandarkan tubuhnya pada dada Yohan dengan lembut tanpa mengalihkan pandangannya keluar jendela. Rambutnya, yang tertiup angin, menggelitik sang hakim dengan perasaan paling nyaman yang pernah ia rasakan.
Perasaan yang tidak dikenal, asing, dan jarang terasa membengkak. Sebuah perasaan yang dekat dengan kebahagiaan.
"Pemandangan disini bagus."
Yohan tidak pernah memikirkan bagaimana pemandangan di luar sana, tapi jika demikian, begitulah adanya.
Yohan mencium pelan rambut wanita itu, menghirupnya, bahkan mendengkur pelan seolah benar-benar dalam suasana hati yang baik, lalu membalikkan tubuh wanita itu untuk menatapnya. Mata bulat itu berkilau dengan semangat, lengan yang keluar melalui lengan jubah besar itu bergerak meliliti leher Yohan. Ada tatapan yang nyata disana, benar-benar hidup bahkan ketika hidung mereka cukup dekat untuk nyaris bersentuhan.
"Aku ingin keluar."
"Begitukah?"
Senyum di bibir yang indah. Yohan meninggalkan ciuman singkat disana, meraih pinggang Sun Ah lalu mengangkatnya. Suara tawa kecil itu pecah seperti gelembung di antara udara. Kaki putih mulus itu pada akhirnya menyentuh lantai, sepenuhnya.
Kalau begitu aku harus membeli beberapa pakaian.
──
Noted :
Setelah ini, chapter terakhir yey. Akhirnya terbebas dari satu beban dan aku mau menghilang.
tertanda
Joonhyuk wife
©annanyous
KAMU SEDANG MEMBACA
it's okay, you're alive ── 𝘍𝘪𝘯𝘪𝘴𝘩
Cerita PendekKang Yohan wasn't sure why he saved the woman who had already ruined his life. But when he saw the woman lying on the bed, exhaling through the respirator, eyes closed, cheeks cold to the touch, and a fragile body still breathing... Everything was k...