Hallo... Hehehe...
Happy reading, Love.
Aku tidak pernah merasa begitu canggung ketika berhadapan dengan seseorang. Pengendalian diriku cukup bagus meski terkadang suasana hatiku dalam keadaan tak baik. Aku adalah perempuan yang ahli perihal memakai topeng tapi tidak ketika dengan lelaki yang sedari tadi hanya diam di balik kemudi ini.
Kejadian semalam tentu tak begitu saja ku lupakan. Sebenarnya aku ingin sekali menjauhinya sementara waktu, mungkin sampai dia lupa dengan apa yang dia lihat semalam. Sayangnya perasaanku tak semudah itu ditipu. Karena ketika sudah bersinggungan dengan dia, aku selalu merasa ingin tahu.
Aku belum tahu siapa perempuan itu, Om Jaya juga tak menjelaskan apapun. Dia hanya meminta maaf karena harus melibatkanku dalam masalahnya tapi berjanji itu untuk pertama dan terakhir kalinya. Padahal, misalnya dia mau aku jadi pacarnya, tentu aku tak menolak.
"Sudah sampai kampusmu."
Mataku mengerjab beberapa kali, kemudian menoleh ke area sekitar.
Kenapa ke kampus?
"Turun, Al. Sudah sampai!" titahnya dengan nada sedikit keras. Melihat dia yang mendadak seperti kesal begini, membuatku akhirnya mendengus.
"Kamu belum pindah kampus, kan?"
"Saya memang belum pindah kampus," jawabku sewot, "tapi, kata siapa saya mau ke kampus sih, A?"
Kedua alis Om Jaya nampak naik secara bersama, kemudian matanya yang memang sudah sipit itu menatapku curiga.
"Kamu panggil saya apa tadi?"
"A'a" jawabku cepat dan langsung membuat raut wajahnya tak bersahabat.
"Kenapa? Nggak suka lagi dipanggil Aa?"
Om Jay mengangguk, "Aneh," sahutnya.
"Ribet, nih. Saya panggil sayang juga lama-lama," gerutuku kemudian melepas seat belt. Takut kalau dia marah sebenarnya.
"Udah lah. Makasih udah antar Alana sampai kampus, meski sebenarnya tujuan saya bukan ke sini. Lagian, mana ada orang ke kampus sepagi ini."
Baru setelah mengatakan itu, aku memakai ransel dan bersiap turun dari mobil Om Jay. "Hati-hati, 'a. Saya curiga kalau perempuan itu masih di apartemen nunggu A'a balik. Secara tadi A'a bilang cuma antar saya. Coba bilangnya mau pacaran."Setelahnya, aku membuka pintu mobil dengan berusaha menahan tawa. Terlebih saat aku benar-benar keluar, Om Jay masih di sana.
Aku menarik pergelangan tangan sembari mencari aplikasi ojek online. Tinggal di kawasan Gading memang agak susah mencari angkutan, aku harus mencari ojek online untuk keluar kawasan, baru menunggu bus di depan pintu masuk tol. Beruntung ini hari libur, sehingga aku tak begitu takut jalanan akan macet seperti hari kerja.
Sejenak, aku meloleh pada mobil Om Jay yang masih berhenti tak jauh dariku berdiri sekarang. Mungkin dia tengah menunggu waktu sedikit lebih lama agar perempuan yang tadi pagi pulang dulu. Atau, entahlah. Aku tidak punya waktu banyak untuk memikirkan dia, bukan karena tidak lagi peduli, aku hanya sedang dalam mood yang kurang bagus sejak semalam.
"Kak Alana, ya?"
Aku mengangguk begitu seorang pengemudi ojek online berhenti di depanku. Kemudian dia lebih dulu menekan layar ponselnya setelah memberiku helm. Namun, baru hendak memakai helm tersebut, aku dikagetkan dengan suara seseorang yang mencegahku naik.
"Saya yang antar," cegahnya sembari menahan lenganku. Aku yang masih bingung dengan kehadirannya hanya bisa mematung seperti orang bodoh. Bahkan ketika dia mengambil alih helm itu dan berbicara pada pengemudi ojek online, aku masih berdiri diam dalam keadaan bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jay, I Love You [ TERBIT ]
ChickLitNOTE: Part sudah tidak lengkap. Setelah mengalami patah hati yang begitu dalam, Gani Brawijaya bersumpah tidak akan menikah seumur hidupnya. Bertahun-tahun dia memperjuangkan perasaannya, tapi harus kalah karena perempuan yang dicintainya justru men...