Jay, ILY [15]

3.1K 548 45
                                    

Vote kemarin rame, komennya juga rame. Makasih ya ❤

Happy reading



Aku tidak tahu, Bang Jaya menyadari perubahan sikapku atau tidak. Tapi setelah kejadian malam itu, aku mulai menjaga jarak darinya. Tidak hanya itu, nomer ponselnya pun aku block sebagai upayaku menjaga jarak. Meski sejujurnya, aku tak yakin dia akan menyadari itu.

Entah kenapa, egoku kali ini lebih dominan. Aku merasa sangat marah ketika dia menganggap bahwa ciuman itu tak berarti apa-apa. Dia dengan mudahnya mengambil itu dariku, sementara aku dengan bodohnya menganggap jika tidak mungkin dua orang berlainan jenis bisa berciuman tanpa melibatkan perasaan.

Aku rasanya ingin menertawakan diriku sendiri saat menyadari, jika laki-laki akan menganggap hal seperti itu sudah biasa.
Atau bisa jadi, aku yang selama ini terlalu kaku.

Jika kemarin aku bilang lebih suka melakukan sesuatu dengan logika, artinya langkahku sudah mulai keliru. Aku sudah terlalu jauh melibatkan perasaan jika itu tentang Bang Jaya.

Belakangan ini aku lebih menyibukan diri, selain masih mengikuti kelas, aku juga kian sibuk dengan kegiatan magangku.
Semua kulakukan agar bisa melupakan kejadian itu dan mungkin juga mengubur perasaanku. Meski rasanya susah sekali menghilangkan bayangan dan rasa saat bibir kami saling menyentuh, usapan jarinya di pipiku bahkan tidak bisa hilang meski aku sudah mencuci wajah berkali-kali.

Fugh! Lelaki brengsek.

Bisa-bisa aku malah kian hanyut dengan permainan Bang Jaya dan menginginkan hal itu lagi dan lagi. Sementara, selama ini aku sangat bisa menjaga diri.

Come on Al, jaga kewarasanmu!

***

Jika berhari-hari aku bisa menghindari Bang Jaya, nampaknya tidak dengan sore ini. Barusan sekali, Chandra mengatakan tidak bisa menjemputku untuk pergi bersama ke acara keluarga Om Angga. Sementara ketika aku mencari Chandra lewat Mbak Alana sebelum Chandra bisa dihubungi tadi, dia mengatakan bahwa Chandra sudah berangkat ke Tangerang dari dua jam yang lalu.

Sebenarnya ke mana Chandra? Apa dia punya tujuan lain selain aku di sini sekarang?

Setelah berpikir cukup lama, aku akhirnya memilih untuk memesan taxi online saja, namun ketika aku membuka pintu, malah di kejutkan dengan seseorang yang tengah jongkok di depan pintu unitku.

Wajahnya berbinar, kemudian dia langsung berdiri begitu aku menatapnya dengan wajah bingung.

"Tante mau pergi?"

Aku mengangguk.

Wajah Gusti terlihat murung, tapi setelahnya ikut mengangguk. Aku yang sadar dia tengah kecewa, akhirnya berjongkok agar pandangan kami bertemu.
"Gusti ada perlu apa? Kenapa nggak pencet bel malah duduk di sini?"

"Tangan Gusti nggak sampai, pas mau pencet bel." Tangannya bergerak memperagakan caranya, kemudian kembali cemberut.

"Kan bisa minta tolong mama."

"Mama sibuk masak-masak sama Yangti. Gusti pengin ajak main Tante Al ke taman yang waktu itu."

Ah, aku mengerti kenapa dia terlihat kecewa.

"Besok pagi ya kita ke sana. Kalau sore gini biasanya sepi, anak-anak sudah pulang, kan sudah waktunya mandi," jelasku dan kemudian membuat Gusti mengangguk paham.

Setelah aku bisa membujuknya agar sabar menunggu besok, aku kemudian mengatarkannya ke dalam unit Bang Jaya. Dia mengandeng tanganku dan mengatakan akan mengenalkan dengan Eyangnya yang ikut datang.

Jay, I Love You [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang