Halaman kelima🍂; Ditempat yang sama.

87.1K 10.6K 2.7K
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading!


Selepas sore tadi, saat setelah Bapak mengajaknya untuk pulang dan tinggal bersama, Wisnu yang menolak dengan alasan kalau dia sudah memiliki tempat tinggal, kini mulai menyesal ketika alun-alun hujan mengguyur tubuhnya malam ini. Dan demi apapun Wisnu tidak punya apa-apa lagi selain baju yang ia pakai dengan beberapa pasang lagi di dalam tas. Tapi setelah hujan mengguyurnya dari sore sampai saat ini membuat semua pakaian Wisnu basah, tak ada sedikitpun kehangatan yang membalut tubuh kedinginan itu.

Langkah tanpa tujuan yang Wisnu pijak kini membawanya pada warung kecil dekat rel kereta, dengan segera tubuh yang sudah terlanjur basah itu melangkah mendekat dan duduk di sana sembari menahan dingin sekaligus takut. Ternyata hidup sendirian seperti ini rasanya tak jauh beda dengan saat Wisnu masih tinggal di panti.

Dulu juga Wisnu tidak jarang merasa kesepian, apalagi saat ditinggal Hanan. Hanan itu sudah bagaikan hidup dan matinya, jadi jika Hanan tidak ada, Hidupnya kelewat hampa. Seperti sekarang contohnya, kalau Hanan ada mungkin Wisnu tidak akan merasa semenyedihkan ini, tidak akan merasa kesepian apa lagi takut.

Entahlah, Kadang hidup memang semenyebalkan ini, andai saja jika saat itu Hanan tidak mau mainan, andai saja saat itu Wisnu tidak mengangguk, mungkin keduanya akan tetap bersama. Wisnu juga tahu, penyesalan itu datangnya pasti di akhir, karena kalau di awal itu namanya pendaftaran! Ternyata memikirkan hal semacam itu juga butuh tenaga, buktinya sekarang Wisnu mulai menutup matanya karena terlalu lelah berandai-andai, jadi tanpa sepengatahuan siapapun pemuda itu tidur dengan mulut yang terbuka. Kebiasaan Wisnu memang seperti itu, jadi jangan kaget.

Sepertinya tuhan sedang kasihan pada pemuda malang yang tak sengaja tertidur di kursi panjang itu, hingga beberapa menit kemudian hujan pun reda, kendaraan yang berlalu lalang kembali terdengar ramai, beberapa pejalan kaki juga terlihat dari seberang sini. Tapi bodohnya, Wisnu masih ingin menjelajahi dunia mimpi dan enggan untuk pulang, padahal kini dari arah depan dua pemuda bertubuh lebih besar darinya mulai berjalan mendekat, pemuda yang tak asing lagi di jalanan ini.

Preman berpenampilan ugal-ugalan dengan beberapa tindik di telinga, kaus hitam bermotif monster yang menambah kesan menyeramkan, celana levis sobek-sobek yang menjadi andalan, dan rokok ketengan yang terselip di antara telunjuk dan jari tengahnya adalah penyempurna penampilan keduanya malam ini. Dalam sunyi dan sepi, mereka mendekat ke arah Wisnu yang sedang tertidur pulas setelah kelelahan berjalan dari sore selepas ashar.

“Dari tampang nya ini mah kelihatan orang kaya euy..” salah satunya bersuara sembari berbisik.

“Lumayan.. Jadikeun budak weh nya, kumaha?” (Lumyan.. Dijadiin budak aja, gimana?)

Dengan berapi-api, yang terlihat lebih tua memukul tengkuk pemuda di sampingnya.
Blegug! Jangan aneh-aneh atuh, nyopet mah nyopet aja!”

Tinta Terakhir ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang