Happy Reading!
Dipergelangan tangan Hanan, arloji masih menunjukan pukul empat sore, yang artinya Bian dan Aji masih berkeliling dengan ukulele pemberiannya beberapa tahun lalu. Dengan begitu tanpa mau berlama-lama, Hanan membuka pintu dengan kunci serep yang sengaja Hanan simpan, jaga-jaga kalau kejadian seperti ini terulang kembali. Sebab ketika Hanan sedang ada masalah dengan ayah, tak segan Hanan selalu pulang atau sekedar mampir dan ikut mengistirahatkan tubuhnya di rumah ini. Rumah kecil dengan kehangatan yang beberapa tahun belakangan ini sudah menemaninya.
Sembari menidurkan bokongnya di atas kasur kecil milik Bian dan Aji, Hanan alun-alun mulai memejamkan matanya sebab semalaman ternyata setelah bunda keluar dari kamar, Hanan tidak bisa tidur, napasnya berat, batuk-batuk tidak bisa berhenti sampai akhirnya pukul 3 pagi Hanan baru bisa terlelap.
Sudah sekitar 1 jam lamanya Hanan memejamkan mata, tiba-tiba saja tidurnya harus terganggu akibat suara pintu yang di buka dari arah luar. Tanpa mau mengubah posisi tidur, Hanan tetap menutup matanya rapat-rapat dengan wajah yang sepenuhnya ditutup menggunakan bantal. Bantal bau milik Bian ini lah yang ternyata selalu menjadi teman Hanan ketika pemuda itu tidur di rumah ini. Sebab mau sebau apapun, menurut Hanan hanya bantal ini yang paling nyaman untuk ia peluk.
Suara pintu terbuka ternyata masih bisa Hanan dengar. Sampai akhirnya Hanan yang menyadari kalau seseorang di balik pintu mulai masuk, tanpa berlama-lama ia berucap dengan suara yang hampir tidak terdengar sebab wajahnya tertutup oleh bantal.
“Aji, Bian, abang ikut istirahat sebentar, ya? Semalam ngga bisa tidur.”
Tidak ada jawaban, hening masih menyelimuti keduanya, karena mau bagaimana pun, sosok yang kini masuk bukan lah Bian dan Aji, melainkan Wisnu.
“Nanti setelah sholat maghrib abang pulang.” lanjut Hanan tanpa mengubah posisi.
Di situ, Wisnu yang bingung dicampur takut, hanya bisa mematung di tempat. Matanya masih menatap lurus pada pemuda yang kini tengah berbaring menggunakan seragam sekolah.
Bukan apa-apa, Wisnu hanya takut kalau pemuda ini sedang menyamar, Wisnu juga takut kalau barang-barang yang ada di rumah ini sudah lebih dulu dia curi. Tapi lagi-lagi prasangka buruk itu Wisnu buang jauh-jauh, sebab mau bagaimana pun pemuda ini masih sekolah, penampilan nya juga lumayan rapih, atau malah sangat rapih.
Dengan gerakan pelan Wisnu sedikit melangkah mendekat, ia bungkukkan tubuhnya untuk menilik lebih jelas siapa pemuda itu.
“Siapa, ya?”
Dalam satu kejapan, Hanan membuka matanya lebar-lebar. Suara yang baru saja ia dengar bukan lah suara Bian ataupun Aji, suara ini lebih lembut dibandingkan mereka berdua.
Dengan sangat hati-hati, Hanan membuka bantal yang menutupi wajahnya, sampai akhir nya mata mereka bertemu. Pupil keduanya sama-sama saling tatap untuk waktu yang cukup lama, fokus Wisnu ia arahkan pada tahi lalat yang menghiasi di beberapa bagian wajah milik Hanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Terakhir ✔
Hayran Kurgu[Sudah dibukukan, part lengkap] versi novel bisa dipesan melalui shopee : penerbit.lovrinz01 Bagi Wisnu, hal yang paling menyakitkan adalah ketika dihadapkan dengan perpisahan. Karena mau bagaimana pun caranya, bagaimana pun keadaanya, perpisahan a...