Halaman ketigabelas🍂; Peristiwa di gang.

51K 7K 439
                                    

Haii.. Karena aku baru bisa update lagi, nih aku kasih yang panjang, hehe.

Semoga memuaskan dan dapet feel nya ya<3

Happy Reading!

"Aku tetap bernafas
Meski sering tercekat
Aku tetap bernafas
Meski aku tak merasa bebas.."

Tarikan napas panjang terdengar sebelum Wisnu kembali melanjutkan nyanyiannya sembari sesekali tersenyum canggung ketika lagi-lagi Bian menatap nya dengan senyuman tulus dan penuh kasih sayang.

Di depan rumah sederhana bernuansa putih, mereka bernyanyi dengan petikan ukulele yang mengiringi setiap bait lagu demi rupiah yang akan membayar semua lelah dan keringatnya satu hari penuh.

Semangat para pejuang rupiah.
Semoga lelah mu menjadi berkah.

"Pertengahan 25
Selanjutnya bagaimana?
Banyak mimpi yang terkubur
Mengorbankan waktu tidur
Ku tak tahu apa lagi yang 'kan kukejar.."

Seseorang dengan pakaian koko putih dan sarung cokelat terlihat keluar dari dalam rumah, saat sebelum ia menyadari kalau pengamen di depan rumahnya adalah pemuda yang beberapa minggu lalu ia ajak makan di wateg samping jalan raya.

"Takut tambah dewasa
Takut aku kecewa
Takut tak seindah yang kukira-"

"Wisnu?"

Pandangan Wisnu yang semula masih menunduk, kini ia angkat sepenuhnya setelah mendengar suara berat nan lembut itu memanggil namanya satu kali.

"Bapak?"

Seketika mata Wisnu berbinar, senyuman langsung nampak jelas dari bibir merah muda milik pemuda itu. Tak jauh berbeda dengan bapak, laki-laki paruh baya itu membalas senyuman Wisnu tak kalah senang sembari melangkah mendekat agar lebih leluasa mengusap puncak kepala Wisnu.

Sedangkan Bian alun-alun mulai berhenti memetik senar gitar yang semula masih ia mainkan, begitu pun tepukan tangan Aji yang melemah ketika melihat pemandangan dihadapannya.

Masih hening, bapak tidak mengucapkan apapun dengan pandangan yang ia arahkan seluruhnya pada Wisnu, sesekali ia tatap Bian dan Aji bergantian dengan senyuman tulus yang tidak dibeda-bedakan sama sekali.

"Sudah makan?" tanya bapak sembari menatap bergantian ketiga pemuda dihadapannya.

"Bapak masak orek tempe dengan sayur kangkung, kita makan sama-sama, ya? Pasti belum makan, kan?"

Tidak langsung menjawab, Wisnu, Bian dan Aji malah tersenyum canggung dengan gelengan di kepalanya. Lantas di detik berikutnya Wisnu kembali membuka suara.

"Sudah makan tadi." masih dengan senyuman di bibir merah mudanya, Wisnu kembali berucap, "Bapak sehat?"

"Alhamdulillah, masih diberi kesehatan sama tuhan." kemudian terkekeh pelan sembari mengayunkan tangan nya, memberi isyarat agar ketiga pemuda itu masuk dan ikut duduk di teras depan rumah.

"Sini duduk dulu." pinta bapak saat setelah ia mendudukkan bokongnya di teras.

Tidak bisa menolak, akhirnya Wisnu, Bian dan Aji pun langsung melangkah masuk seperti apa yang laki-laki paruh baya itu perintahkan. Dengan senyuman canggung Bian mengulurkan tangannya untuk mencium tangan bapak, begitu pun dengan Aji dan Wisnu.

Tinta Terakhir ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang