Halaman kesembilan🍂; Harus Sempurna Di mata Ayah.

61.1K 8.7K 1.1K
                                    

Ramein komennya yu, biar update nya cepet<3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ramein komennya yu,
biar update nya cepet<3

Happy Reading!

Sudah dua jam berlalu, Hanan maupun Bi Ama masih sama-sama diam, keduanya menatap kosong ke sembarang arah. Berbeda dengan Hanan, Bi Ama justru tengah berfikir beribu cara agar pemuda itu tidak perlu merasa tidak enak saat ia menawarkan untuk mengompres dada Hanan supaya sesak nya bisa sedikit mereda. Tapi justru Hanan malah menolak dengan alasan ia tidak enak, tidak terbiasa di sentuh tubuhnya oleh orang lain.

Sembari tersenyum kecil Hanan merubah posisinya setelah menyimpan ponsel yang beberapa menit lalu masih ia genggam.

"Katanya tidur di tumpukan bantal bisa bikin sesek nya sedikit membaik, bi." terlihat pemuda itu mulai menumpukan sekiranya empat bantal untuk ia tiduri.

"Padahal ngga pa-pa bibi kompres supaya cepat membaik."

Lagi, entah untuk ke berapa kalinya Hanan menggeleng, tapi kali ini sudah cukup untuk membuat Bi Ama tidak lagi memaksa nya.
"Saya ngga terbiasa, bi, rasa nya canggung aja." kemudian kembali terkekeh, "Saya udah terbiasa apa-apa sendiri."

"Terimakasih banyak ya, bi, udah mau temenin saya tidur." lantas setelahnya Hanan meraih tisu sebelum batuk-batuk hebat menyerang di detik berikutnya.

Melihat itu Bi Ama semakin menatap Hanan dengan tatapan khawatir, terlihat jelas dari sorot mata itu, sorot mata seorang ibu yang mampu meluluhkan hati siapapun yang melihatnya, termasuk Hanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melihat itu Bi Ama semakin menatap Hanan dengan tatapan khawatir, terlihat jelas dari sorot mata itu, sorot mata seorang ibu yang mampu meluluhkan hati siapapun yang melihatnya, termasuk Hanan. Pemuda itu tersenyum kecil setelah melihat sorot mata sendu yang terarah padanya.

"Hanan sebenernya sakit apa? Kenapa darahnya banyak sekali?"

Tidak langsung menjawab, Hanan masih sibuk terbatuk untuk beberapa detik, sampai akhirnya ia membalas tatapan Bi Ama setelah menaruh tisu bernoda merah itu ke atas meja.

"Jangan bilang-bilang bunda dan ayah ya, bi." hanya itu yang Hanan ucapkan, pemuda itu sedikit membenarkan posisi tidurnya.

Tinta Terakhir ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang