The Leader

38 3 0
                                    

⚠ Warning ⚠

Cerita ini mengandung unsur boys love, pembunuhan, darah, adegan sadis, bahasa yang kasar, dan adegan dewasa. Bagi para pembaca yang tidak kuat dengan adegan sadis, homophobic, dan masih di bawah umur disarankan untuk tidak membaca.

(It's You : Not Me)

Prachaya Ruangroj — Singto

Aku benar-benar tidak mengerti. Aku harus percaya pada siapa? Bahkan aku tidak bisa mempercayai diriku sendiri. Di hari kedua kami di sini, aku sudah mengatakan kebohongan pertamaku pada mereka. Aku mengatakan jika aku adalah villager, padahal bukan. Kalian mau tau karakterku? Aku adalah leader. Aku memiliki sebuah kartu yang selalu aku bawa. Aku bisa menggunakan kartu itu untuk menunjukan kalau aku pemimpin dan jika aku sudah mengeluarkan kartu itu, maka suara vote-ku akan dihitung dua. Aku menyimpan kartu ini untuk berjaga-jaga hingga ada seseorang yang mencurigai aku sebagai mafia.

Aku duduk memandangi pemandangan hutan di luar dari balik jendela besar di ruang tamu villa. Pikiranku berkeliaran entah kemana. Sebagai pemimpin aku harus bisa menemukan sang mafia dan membawa sisa teman-temanku keluar dari pulau ini. Tapi aku menggunakan suaraku dengan percuma. Aku mem-vote Bright dan dia bukanlah mafia. Dia mengatakan Krist adalah mafianya. Apa aku harus percaya? Tapi mungkin saja dia hanya asal bicara.

Lamunanku hilang ketika seseorang menempelkan sesuatu yang dingin di pipiku. Aku langsung dapat mengetahui jika itu adalah bir kaleng dingin. Aku menoleh ke arah kaleng —kanan— untuk mencari siapa yang mengganggu lamunanku.

"Apa yang kamu lakukan?"

Segera ku palingkan wajahku ke asal suara —kiri— dan ku lihat seseorang yang sangat aku cintai sedang duduk dan meneguk bir-nya. Sesaat duniaku kembali teralihkan, aku benar-benar menyukai pria ini.

"Kamu tidak mau?" tanyanya sambil menggoyangkan kaleng yang masih tertutup. Aku segera mengambil kaleng itu dari pria yang telah duduk di sisiku dan membukanya.

"Apa yang kamu pikirkan?"

"Tidak ada, aku hanya memikirkan bagaimana cara kita bisa keluar dari pulau ini."

"Apa kamu menemukannya?" aku menggeleng lalu mengambil teguk pertamaku pada bir itu.

"Sudahlah, aku yakin kita bisa keluar jika menyelesaikan permainan ini dengan benar."

"Krist, menurut kamu apa yang akan kita dapatkan dari permainan ini?" dia terdiam untuk sesaat.

"Menurutku dengan game ini kita jadi mengerti cara untuk menghargai pendapat orang lain."

"Kamu benar. Lihat apa yang terjadi ketika kita tidak menghargai dan memikirkan pendapat Bright."

"Dia juga tidak menghargai aku dengan mengatakan kalau aku adalah mafianya," dia mengerucutkan bibirnya. Itu lucu.

"Ayolah, kita semua dalam keadaan genting saat itu. Kita semua kaget karena Earth tiba-tiba dibunuh dengan sadis ditambah kita malah tidak bisa mengumpulkan bukti karena terkejut," dia menghela nafas kesal.

"Singto, bagaimana jika kita bermain malam ini?"

"Bermain?" tanyaku sambil menatapnya.

Entah siapa yang memulai duluan, kini bibir tipisku bertemu dengan bibir cherry miliknya. Perlahan namun pasti aku mulai melumat bibir manis itu. Dia membuka mulutnya, mengizinkanku untuk mengeksplor lebih dalam bibirnya. Lidahku bermain di dalam mulutnya, mengabsen satu persatu gigi, lidah, dan langit-langit mulutnya. Aku menghisap lidah dan bibir bawahnya, kedua benda itu benar-benar membuat aku candu.

It's You : Not Me || END 🔒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang