TRAGEDI KECELAKAAN

1 1 0
                                    

"Lea, Dewi kenapa bilang kaya gitu sambil mandang ke arah lu?" Ucap salah seorang temanku yang bernama Nova.

"Hah, yang bener itu buat gw Nov." Seruku bertanya pada Nova.

"Gatau juga sih, tapi yang gw liat arah matanya ke lu Le, yauda gausa dipikirin ya" Ujarnya.

"Iya gausa dipikirin, bener kata Nova. Kaya gatau Dewi aja, dia kan emang emosian." Sahut Talia yang mencoba menenangkanku.

Aku tidak bisa berkata-kata, Aku hanya bisa diam dan berfikir kenapa Dewi bisa setega ini padaku. Apa kesalahanku sangatlah fatal baginya, kenapa Aku yang selalu salah, selama ini Aku sudah mencoba untuk diam dan sabar, Aku yang ingin dimengerti karena Aku terpisah sendiri dari para sahabatku tapi Aku selalu mengalah untuk membuang rasa keinginanku itu, Aku memilih untuk berjarak pun terasa berat sebenarnya tapi Aku yakin ini adalah jalan terbaik untuk saat ini, tapi kenapa justru seperti ini yang membuat Aku makin sedih dan kecewa.

Pikiranku kacau tidak karuan dan Aku bingung apa yang harusnya Aku lakukan sekarang. Aku tidak ingin menjadi musuh dari para sahabatku. Selama perjalanan pulang Aku terdiam dan memikirkan ucapan yang pedas itu.

"Lea, lu masih mikirin omongannya Dewi tadi ya?" Tanya Talia. Aku hanya diam dan menundukkan kepala, ingin rasanya Aku mengeluarkan airmata, tapi ku coba menahannya karena Aku tidak ingin terlihat sangat cengeng di depan teman-teman yang berada di dalam angkutan yang ku naiki.

"Ya ampun Le, gausa dipikirin ya. Lu mah kebiasaan selalu jadi beban pikiran omongan yang pedes, nanti juga dia bakal bae sendiri." Kata Talia yang tetap menguatkanku.

"Iya Tal.." Singkat jawabku sambil beranjak turun dari angkutan karena sudah sampai.

"Gw duluan ya." Sambungku.

"Iya hati-hati, inget kata gw gausa dipikirin." Ujarnya.

Walau seribu kata yang diucap oleh Talia untuk tidak memikirkan ucapan Dewi, tetap saja pikiranku masih tertuju pada ucapan Dewi yang pedas itu. Kulihat Talia yang masih ada di dalam angkutan tadi, ingin rasanya Aku cerita padanya dan menangis di hadapannya. Tak sadar Aku melamun dan memandangi ke arah angkutan yang membawa Talia pergi sambil menyebrang jalan.

"Tiinnnnnnn......" Suara klakson mobil yang membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke arah mobil yang menyalakan klakson tadi dan "Brraaakkkk.." Aku terlempar jauh dan terkapar tidak berdaya di tengah jalan.

"Leaaaa!!" Teriak kaget Maria dan teman yang lainnya menuju ke arah dimana Aku tergeletak jatuh.

"Awww,, Maa sakit.." Ucapku menahan rasa sakit.

Kejadian ini membuat jalan raya yang besar ini menjadi ramai dan hampir membuat jalan menjadi macet. Dengan jiwa penolongnya, ada seorang Bapak separuh baya yang menolongku dan membantuku berdiri. Bapak ini juga telah memalangi mobil yang menabrakku dan hampir kabur tidak bertanggung jawab. Dibawanya Aku ke dalam mobil yang menabrakku tadi. Bapak ini memaksa pengemudi mobil untuk membawaku ke rumah sakit terdekat.

"Salah satu dari kalian harus ada yang ikut ya buat temani dia," Pinta bapak itu.

"Lu aja Mar, lu kan temen deketnya Lea dari kelas X." Ucap teman yang lain.

"Iya gw temenin Lea dulu ya." Jawab Maria. Maria masuk ke dalam mobil yang sudah dulu ku masuki dan mobil berjalan menuju rumah sakit terdekat.

"Maaf ya de, Ibu engga sengaja tadi nabrak ade." Ucap Ibu yang berpakaian dinas itu dengan sedikit ketakutan.

"Iya Bu gapapa kok, lagian juga ini salahku tadi nyebrangnya malah melamun" Pangkasku.

"Lain kali kalau nyebrang jangan melamun ya De, jadi ketabrak kan. Sekarang kakinya dinaikkan aja dulu ya." Suruh Ibu itu kepadaku.

"Iya Bu." Sambil menaikkan kaki ke atas pangkuan Maria. Saat kulihat sepatu baruku yang jebol, Aku reflek tertawa kecil yang membuat Maria dan Ibu tadi kaget melihatku.

"Lohh kenapa Kamu ketawa De." Tanya Ibu itu yang tengah fokus mengemudikan mobilnya.

"Tau lu Le, masih sempet-sempetnya lu ketawa." Sambar Maria dengan raut wajah yang sedikit tegang.

"Saya ketawa liat sepatu Saya yang jebol ini Bu." Kataku sambil tertawa menahan rasa sakit.

"Oh sepatu Kamu rusak De, yauda nanti Ibu ganti sama yang baru ya." Hiburnya.

"Hmmmm terima kasih banyak sebelumnya ya Bu." Kataku sambil tersenyum menoleh ke arah Maria. Beruntungnya Ibu ini mau mengganti sepatuku, karena sepatuku yang jebol memang baru banget dibelikan oleh Mama.

Mobil yang Aku naiki sudah sampai di rumah sakit. Ibu yang menabrakku langsung membawaku ke UGD. Sambil menunggu Ibu itu daftar, Aku dan Maria menunggu di ruang tunggu. Karena Aku yakin besok tidak mungkin masuk sekolah, Aku teringat Fikri yang tadi ingin meminjam buku bahasa Inggris. Aku meminta tolong kepada Maria untuk memberikan buku bahasa Inggrisku ke Fikri.

"Mar, kayanya besok gw gak masuk sekolah kaki gw sakit banget nih." Ucapku.

"Iya gapapa, lu istirahat aja di rumah biar cepet sembuh." Jawabnya.

"Gw minta tolong ya kasihin buku bahasa Inggris gw ke Fikri, bilang juga sama dia gw belum sempet kerjain tugasnya." Pintaku sambil mengeluarkan buku dari ranselku.

"Iya tenang aja Le, lu cepet sembuh ya banyakin istirahat." Ujarnya sambil menaruh bukuku ke dalam ranselnya.

"Makasih ya Mar, maaf kalo ngerepotin."

Belum sempat Maria menjawab, Aku di panggil untuk masuk ke ruangan. Dengan kepedulian Maria, Dia mengantarkan Aku sampai masuk ke dalam ruangan. Maria pergi meninggalkan Aku selesai mengantarkanku ke dalam ruangan dan Dokter mulai memeriksa kakiku. Aku berharap tidak ada yang patah ataupun retak, karena mengingat kecelakaan tadi cukup kencang.

"Kakinya tidak apa-apa ya, hanya memar saja" Ucap Dokter setelah memeriksa kakiku.

"Alhamdulillah ya Allah, Engkau masih sayang padaku." Gumamku dalam hati.

"Masa sih Dok, kalau coba di rontgen gimana Dok takutnya di dalam ada yang retak." Pinta Ibu yang menabrakku tadi.

"Oh boleh saja" Dokter itu mengizinkan.

Tak lama petugas yang membantu Dokter itu datang membawa kursi roda. Dibawanya Aku oleh petugas tadi ke ruang rontgen. Setelah selesai, Aku dibawa kembali ke ruangan Dokter tadi untuk melihat hasil rontgennya dan ternyata tidak ada luka dalam. Ibu itu juga lega mendengarnya.

Kini saatnya Aku pulang ke rumah, tapi sebelumnya Aku harus menunggu Ibu itu menebus obatku dulu. Sambil menunggu, Aku duduk di ruang tunggu dengan Maria sambil berbincang-bincang.

"Tadi lu dibawa kemana pake kursi roda Le."

"Ke ruang rontgen Mar."

"Terus hasilnya gimana? Ga ada apa-apa kan?"

"Iya Alhamdulillah ga ada Mar."

Perbincangan kita terputus karena Ibu yang tadi mengajak kita pulang.

"De, nanti kamu tebus obatnya sendiri ya. Di sini lagi kosong katanya. Ibu juga ada meeting sore ini jadi Ibu buru-buru." Ibu itu menjelaskan sambill berjalan menuju mobil.

"Iya bu gapapa." Jawabku.

"Ini uang untuk tebus obatnya dan ini untuk beli sepatu baru Kamu ya sama ini hasil rontgen Kamu." Ucap Ibu itu sambil memberikan selembar amplop coklat besar beserta isinya. Ibu itu juga pamit kepada Aku dan Maria, beliau meminta maaf atas kejadian yang menimpaku hari ini dan juga permohonan maaf yang tidak bisa mengantarkan Aku sampai rumah.

TAK LAGI SAMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang