Dulu, sering kali kau lantangkan sebait puisi tentang hatiku. Kalimat demi kalimatnya dengan senang hati kueja dalam kata. Aku menyenangi diri ini saat membaca puisi demi puisi yang kau sodorkan, meski belum sempurna kupahami maknanya. Karena di dalam kerianganku, tak pernah kubayangkan bahwa puisi-puisi itu tak hanya tercipta untukku.
Namun kini, aku sendiri tak pernah lagi mengulang untuk mengejawatahkan cerita kita dalam kata-kata lagi. Berkali kubilang, puisi terindah itu sudah tak kujamahi lagi meski kata demi katanya telah kuhatamkan di luar kepala.
Puisi-puisi itu kini hanya ingatan kabung di hatiku, membentuk perih yang makin buatku linglung. ? Hingga aku sendiri bingung bagaimana mengeja ulang puisi-puisi serta sajak sajak itu. Sudah tiada ketulusan dan sudah tak perlu kujabarkan.
Setiap maknanya ambigu, dan aku terlalu bodoh berdiam dalam sajak-sajakmu yang palsu.
YOU ARE READING
Kekalahan Tanpa Pemenang
Short StoryKekalahan Tanpa Pemenang dan kita yang dipaksa kalah dalam pertempuran tak bernama; tentang perasaan kesepian, mencintai sendirian, ketulusan yang terelakan, kisah hubungan yang enggan, pertarungan dan pertengkaran sengit isi kepala manusia dalam me...