2. Damar-Damai

30 15 4
                                    

Jika ada survei untuk cowok paling keren se-SMA Garuda, Damar Yudistira masuk jajarannya. Jika diibaratkan seseorang, Damar itu bak Oppa-Oppa di drama Korea yang nyasar ke Indonesia. Kulitnya terlalu putih untuk ukuran cowok, membuat urat-urat di tangannya tercetak jelas. Bibirnya, orang akan menyangka Damar memakai lipstik karena saking merahnya. Wajah dengan hidung lancip itu mulus bak kulit bayi.

Namun, selayaknya manusia pada umumnya, tidak ada yang benar-benar sempurna meski diciptakan sempurna. Setiap orang pasti memiliki kelemahan atau kekurangan. Demikian pula Damar, kulit yang putih itu menyebabkan dia sensitif terhadap cahaya. Kena terik matahari sebentar saja kulitnya memerah bak kepiting rebus.

Jadi, kalau ada yang bertanya kegiatan apa yang paling Damar benci di sekolah, jawabannya adalah kegiatan belajar di luar ruangan seperti upacara dan olahraga di lapangan terbuka.

Damar Yudistira, enam bulan di Garuda sudah berhasil mencuri perhatian kaum hawa. Selain penampakannya yang menonjol, dia juga perenang handal. Setiap Sabtu sore gedung renang SMA Garuda akan dipenuhi cewek-cewek yang meneriakkan satu nama, Damar.

Cowok dengan tinggi 176 cm itu juga terkenal ramah. Dia tidak pelit membagi senyumnya pada orang lain, termasuk anak-anak yang menyemangatinya selama latihan. Hal yang membuat kaum hawa makin jatuh hati.

Sayang, meski seramah itu Damar sudah ada pawangnya. Desas-desus bahwa Damar memiliki kekasih di luar negeri santer terdengar, terbukti dari postingan di akun Instagram Damar38 yang kerap berisi kata-kata puitis nan romantis, seperti orang yang dimabuk asmara.

“Pacar dari Hongkong!” cibir Ranting saat mendengar gosip itu. Gosip yang membuat para cewek berubah haluan sekedar mengagumi Damar dalam diam karena tahu sudah memiliki pacar. “Kontak cewek di hp-nya aja kagak ada,” lanjut Ranting.

Gadis itu nyaris tahu segalanya tentang Damar. Mulai dari hal terkecil sampai terbesar. Mereka berteman sejak dalam kandungan, karena orang tua mereka yang bersahabat. Jadi, jika ada rahasia Damar, Rantinglah yang paling tahu. Termasuk pacar atau gebetan jika ada. Faktanya, Damar tidak pernah chating dengan cewek mana pun selain Ranting. Kotak pesan daring cowok itu hanya berisi pesan dari orang tua, Pak Raden, pelatih renang, Cendana, adik semata wayangnya, dan Ranting.

Jadi, kabar bahwa Damar punya pacar itu seratus persen hoax. Namun, Damar sendiri tidak berniat mengklarifikasi. Justru setiap ada yang bertanya apa puisi-puisi itu untuk pacarnya, dia akan menjawab dengan senyuman, atau semacamnya, seakan membenarkan. Karena bagi Damar, hal itu menyelamatkannya dari keharusan menolak secara langsung cewek-cewek yang menyukainya.

“Lagian, lo, Dam, ngapain sih bikin-bikin caption sok puitis gitu? Mau jadi penyair lo?” cibir Ranting lagi.
Damar mengangkat bahu, seakan menjawab siapa yang tahu ke depannya?

“Lagian gak ada salahnya kan, nyalurin perasaan lewat kata-kata,” ujarnya kemudian diakhiri senyum.

Hal yang justru membuat Ranting mengenyit. “Itu perasaan lo? Serius lo lagi suka sama cewek? Siapa? Kok gue gak ngeh, sih?”

Ranting mungkin tahu segalanya tentang Damar, bahkan hingga ukuran kaus dalamnya. Tapi ada satu hal yang cewek itu tidak tahu. Rahasia paling rahasia dari seorang Damar.

Damar dan Ranting tumbuh bersama. Banyak kenangan yang tercipta, dari lucu, konyol, bahagia, sampai sedih, bahkan mengesalkan. Satu yang paling membekas di ingatan Damar. Saat itu mereka baru mendapat pengumuman kelulusan di sekolah dasar, waktu yang harusnya pas untuk bersenang-senang, tapi Ranting justru pingsan. Tangannya sedingin es, wajah pucat bak kapas, dan napas kembang-kempis.

Saat itulah untuk pertama kalinya Damar merasa takut kehilangan. Dia takut Ranting pergi dari hidupnya. Dia tidak mau menjalani hari-hari tanpa Ranting di sisinya. Dan sejak saat itu, Damar memutuskan untuk tidak pernah meninggalkan Ranting, untuk selalu berada dekat dengannya kapan pun itu.

Mungkin itulah cinta, atau sejenisnya. Damar tidak paham. Yang dia tahu saat memikirkan Ranting, tangannya akan bergerak menulis barisan aksara, yang kata orang puitis itu. Yang Damar tahu, hanya dengan melihat senyum Ranting, dia pun bahagia. Yang Damar tahu, dia selalu berharap Ranting sehat dan kuat menjalani hari-harinya.

“Belum saatnya lo tau,” jawab Damar. Bukan karena belum yakin akan perasaannya pada Ranting, tapi karena Damar tidak ingin merusak persahabtan mereka. Lagi pula dia masih punya banyak waktu. Mereka di sekolah yang sama, itu artinya dia masih akan bersama Ranting sampai lebih dari dua tahun lagi. Belum termasuk setelahnya jika mereka kuliah di tempat yang sama.

“Ish, main rahasia-rahasian sekarang, gak seru lo!”

Damar hanya menanggapi dengan senyum, satu lagi barisan aksara terbentuk dalam otaknya.

Waktu adalah kamu
Kamu adalah cinta
Cinta yang diam
Cinta yang sepi
Kamu adalah rahasia
Rahasia hati
Yang tersimpan rapi

***

Yang Damar tidak ketahui adalah Ranting diam-diam juga memiliki rahasia. Rahasia perasaan yang tidak Damar antisipasi sebelumnya.

Damar melihat itu, gambar sketsa wajah Jagad Pradipta yang terlempar dari sela buku milik Ranting. Dia segera mengambil kertas itu sebelum bisik-bisik dari anak-anak sekitar kian menjadi. Bisik-bisik yang mencubit hatinya, bahwa Ranting menyukai Jagad.

“Duh, gimana, nih, Dam? Apa gue mati aja? Ah, atau gue operasi plastik ke Korea? Hwa ….” Ranting menjatuhkan kepalanya di meja.

Damar masih memperhatikan kertas itu, kertas dengan gambar pemain bola bernomor punggung tujuh. Dari gambar itu Damar tahu di mana Ranting menggoreskan pensilnya.

“L-lo … benaran suka sama Jagad?” Bukan tanpa alasan Damar menanyakan itu, karena yang dia tahu Ranting hobi melukis, termasuk sketsa wajah. Dia pun pernah menjadi modelnya.

Tanpa menegakkan badan, cewek di depannya menggerakkan kepala, tanda jika jawabannya iya. Seketika Damar merasa hatinya patah. Semacam ada rasa nyeri yang tiba-tiba menyerang dada.

“Sejak kapan?” Anehnya bukannya berhenti membuat hatinya sakit, Damar justru bertanya lebih jauh. Pertanyaan yang sangat mungkin menambah parah sakit hatinya.

Kali ini Ranting menjawab dengan gelengan. Hal yang membuat Damar menghela napas. Bukan lega, tapi prihatin pada diri sendiri. Kenapa dia tidak menyadari itu?

“Trus lo berniat buat pacaran sama Jagad?” Saat mengatakan itu Damar seolah sedang meneteskan perasaan lemon ke hatinya yang patah.

“Gila kali!” Serta merta Ranting mengangkat kepala. Rambutnya riap-riapan mengenai muka. “Lo mau liat gue dicincang sama bunda? Lo kan tau peraturan bunda gimana.”

Damar mengulum senyum, merasa sedikit lega. Dia tahu peraturan itu, ‘No pacaran before lulus.’ Bukan hanya lulus sekolah, atau kuliah, tapi juga lulus ujian remaja menuju dewasa. Bahkan Tante Rindang, ibunya Ranting pernah berpesan padanya agar jangan sampai anaknya pacaran. Bagi Tante Rindang itu hanya akan mengganggu kegiatan belajar dan prestasi anaknya.

“Lagian …,” tambah Ranting, “Jagad itu kan tipe-tipe kulkas berjalan. Dingin, brrr ….” Ranting bertingkah seolah sedang kedinginan. “Baru berada di jarak lima meter aja gue udah keder, gimana deket coba?”

“Kalau bikin keder kenapa lo suka?”
Kedua alis Ranting bertaut, menciptakan kerut di dahi. “Iya, ya, kenapa ya, Dam?” Dia justru bertanya balik.

“Karena rasa suka gak butuh alasan.” Damar menjawab sendiri pertanyaan itu dalam hati sembari menatap Ranting.

DetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang