AOP-01

11 2 2
                                    

HANYA FIKSI, TIDAK MEMILIKI SANGKUT PAUT PADA DUNIA NYATA.

"Kehidupan memang penuh misteri. Namun, kenapa diriku harus terseret dalam jurang misteri itu." ~Someone.

***

Angin malam berhembus kencang, udara dingin kian menusuk kulit kala hari semakin larut. Dalam larinya seorang gadis remaja dengan rambut sebahunya itu menoleh panik kebelakang.

"Sial! Seharusnya Velika ikut pergi denganku!" rutuknya dengan kaki yang terus berlari kencang.

"Hey! Hentikan langkahmu atau peluru ini akan menembus tepat di jantungmu!" teriak para pengejar dari gadis remaja tersebut.

Gadis itu berlari dengan kencang seraya menghamburkan sebuah kelereng yang berada di dalam tas ransel kecil. Puluhan kelereng yang di lempar tampak berhambur membentur tiap tubuh si pengejar.

Senyuman licik muncul begitu saja di bibir gadis itu. Otaknya yang menemukan sebuah ide membuat laju larinya kian cepat.

Setumpuk kotak kayu yang berada di sisi sebuah tembok buntu mulai diloncati gadis tadi. Kakinya melangkah tangkas di tiap kotak kayu yang tampak rapuh tersebut.

Melihat jika tembok bagian atasnya bolong serta menuju tepat di jalan raya membuat senyum kemenangan terpatri apik di bibir tipisnya.

Sebuah benda panjang nan kecil di ambil dari saku, kemudian dilemparnya menuju sekelompok pengerjar tadi. Benda tersebut melayang tepat menuju tengkuk mereka, hal itu membuat erangan kesakitan memenuhi gang gelap yang amat mengerikan.

"Sialan! Beraninya gadis licik itu!" umpat salah satu kelompok pengejar kuat dan menatap nyalang pada gadis yang duduk di atas tembok dengan santainya.

Seperkian detik para kelompok pengejar mulai jatuh meluruh dengan darah yang mengalir dari lubang hidung masing-masing.

"Masih ingin melawan, Auristela? Sungguh bodoh!"

Auristela Sofia Gajendra, setelah berujar demikian, Auristela melompat turun kemudian menghampiri seorang gadis remaja yang memakai pakaian seksi.

Velika Bailey, gadis itu tampak menegakkan tubuhnya kala melihat kedatangan Auristela dengan sebuah kotak hitam yang terbuat dari baja digenggamannya. Bibir merah milik Velika mulai menyungging sinis.

"Pantas ada suara erangan. Ternyata secepat itu," ujar Velika.

Auristela menghela nafas lelah lalu menyodorkan tangan yang terdapat sarung tangan. "Berikan kuncinya. Aku ingin segera pergi dari tempat ini,"

"Huh, sabar. Kenapa kau tidak pernah bisa bersabar!" gerutu Velika dengan tangan yang mengambil sebuah kunci mobil dalam tasnya.

Setelah mendapat apa yang diinginkan, Auristela segera melangkah pergi dengan santainya mengabaikan mimik masam pada wajah Velika.

"Mck, apa ini yang dinamakan teman," decaknya kesal lalu segera mengikuti langkah Auristela.

Aura kematian tampak begitu pekat mengikuti langkah Auristela, hawa dingin turut serta mengambil peran. Dalam temaramnya lampu di sebrang jalan, disana terdapat sesosok aura putih yang mengintai Auristela.

Antagonis Or Protagonis(?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang