HANYA SEBUAH RANGKAIAN KATA YANG DI BENTUK MENJADI SEBUAH KALIMAT.
"Keinginan hanya akan tetap menjadi khayalan jika tidak dilakukan dengan suatu tindakan."~Lla_ftr.
***
Tubuh indahnya sudah terlentang nyaman diatas ranjang empuk milik Sophia. Keningnya berkerut samar ketika beberapa rencana terlintas didalam otak.
"Didunia ini ada sihir atau tidak, ya?" gumam Auristela pelan. "Jika aku bertanya, mereka pasti akan curiga."
"Akh ... aku harus apa?!"
"Di Academy pasti ada asrama, bukankah aku harus menyiapkan keperluanku disana, baik mungkin aku akan menyusun rencana disana saja, serta melihat tingkah laku para anak kecil yang telah merundung Sophia,"
"Enak saja mereka mau merundung Sophia lagi ketika aku sudah menempati tubuhnya, jangan harap! Aku, Auristela Sofia Gajendra akan menunjukkan bagaimana caranya menjatuhkan mental dan martabat seseorang secara benar!"
Auristela menyeringai, dendam yang dimiliki Auristela akibat melihat masalalu Sophia kini berkobar membara, netranya berkilat kala telah menemukan sebuah rencana.
"Bukankah mereka suka merundungku secara diam-diam sampai tidak ada yang tahu lalu menimpalkan semua kesalahannya dengan sebuah rumor kalau aku terkena gangguan mental. Baik akan kutunjukan bagaimana orang yang mengalami gangguan kejiwaan membalas tingkah mereka."
Malam semakin larut, akan tetapi nampaknya Auristela tidak mengindahkan itu semua, dia masih menjelajahi dunia baru ini untuk beradaptasi secepat mungkin.
"Aaa ... jadi didunia ini ada banyak elemen, ya. Api, Air, Tanah, Udara, Es, Kilat, Matahari, Cahaya, serta Kegelapan. Bukankah dalam novel-novel fantasi, sihir Kegelapan itu terlarang? Lantas apa ada yang mempunyai 'kah disini?" tanyanya kala mendapati sebuah buku tebal bersampul biru yang memiliki judul "Macam-macam Elemen Didunia" itu.
"Elemen apa saja ya, yang kumiliki."
Auristela berdiri lalu mencoba memejamkan matanya dan memfokuskan mana ditubuhnya untuk mengeluarkan elemen yang dia punya.
Scrak!
Tembakan es mengantam dinding membuat dinding tersebut membeku, membentuk kristal yang indah. "Indah sekali!"
"Apa berbahaya?" tanyanya seraya mendekat lalu menyentuh kristal es yang telah menyatu dengan dinding.
Sedetik kemudian es itu perlahan mencair dengan sinar merah hangat yang memancar keluar dari telapak tangan halusnya. Seketika Auristela terbelalak lalu terjengkit kebelakang.
"Menakjubkan!"
***
Rambut panjang milik seorang lelaki yang tengah menatap objek dibawahnya tampak berkibar indah, rambut abu-abu yang memiliki panjang sepunggung itu berayun lembut.
Bibirnya terkantup rapat dan menatap penuh jijik pada para lintah dunia yang tengah menyembah dibawah kakinya meminta ampunan. Tidak ada kata pantas bagi para penghianat negara.
Merekalah yang telah dipercaya serta diberi banyak harapan oleh para rakyat biasa, tetapi dengan seenaknya mereka menggunakan gelarnya untuk merampas yang bukan milik serta menginjak-injak harga diri para rakyat.
Setelah mereka ditangkap kini mereka bahkan rela merendahkan martabat yang katanya dijunjung tinggi hanya untuk hidup didunia bergelimang harta milik orang lain. Satu kata yang cocok, menjijikan.
Lakashya, lelaki itu berdiri diatas sebuah bukit dengan tongkat kesayangannya seraya menatap para lintah menjijikan yang kini hanya bersujud dengan pakaian compang-camping penuh bekas darah akibat siksaan para ksatrianya.
Tatapan bengisnya kian menajam kala mengingat apa yang telah mereka lakukan pada rakyat yang telah susah payah ia kembangkan.
Kala dirinya tengah membacakan sebuah kalimat mematikkan, kegiatannya dihentikan oleh suara lantang oleh seorang gadis cantik yang amat ia kenali.
Auristela berjalan tegap dengan dagu terangkat kala melewati para penipu negara. Gadis yang dulunya terkenal lugu serta penuh sopan santun kini berjalan angkuh membuat mereka semua terkejut.
"Tunggu dulu, Lakashya. Aku ingin memberikan sebuah hadiah menarik untuk mereka," ujar Auristela dengan senyum penuh makna kala telah berdiri disamping lelakinya.
"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Lakashya kala mendapati gerak-gerik mencurigakan gadisnya.
"Hanya hal kecil," balasnya acuh.
"Untuk para kesatria yang terhormat, apa bisa kalian pergi keatas bukit meninggalkan para bajingan dibawah itu?"
"Berkumpul lah disini, ayo!"
Mendengar seruan Auristela para kesatria yang semula berdiri diam dengan tatapan penuh intimidasi kepada korbannya kini mengangguk patuh dan serentak berjalan naik ke atas.
Setelah semuanya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, Auristela mulai bergumam kecil dengan tangan terkepal renggang.
Tak lama terdengar ramai-ramai desisan penuh kesakitan dari arah bawah. Bibirnya mulai mengeluarkan smirk puas kala yang pikirkan sesuai dengan apa yang terjadi.
Para beban dunia itu tengah mengerang kesakitan tanpa sebab, bahkan tubuh mereka tampak baik-baik saja. Hanya sedikit luka sayatan dari para kesatria yang menghukum mereka, selebihnya tampak biasa saja.
"Hukuman yang indah, sayang," ujar Lakashya kala melihat tubuh para bajingan dibawahnya terselimuti aura merah.
"Bukankah itu hal kecil yang amat pantas untuk mereka?" tanya Auristela tenang pada Lakashya yang langsung diangguki oleh lelaki itu.
Yang diserang oleh Auristela bukan dari luarnya melainkan dari dalamnya, yaitu titik sensitif mereka. Mantra ini menyebar secara perlahan dan menyerang pembuluh darah terlebih dahulu baru menyerang yang lain.
Rasa yang didapat dari mantra ini adalah, rasa panas dan nyeri yang menyiksa serta rasa meresahkan lainnya yang membuat si penerima tak tahan dan mulai melukai tubuh mereka sendiri dengan brutal berharap dapat segera mati dengan cara apapun.
Hukuman yang amat sangat pantas untuk sekumpulan makhluk penuh dosa seperti mereka. Mungkin, bisa dikatakan ini belum apa-apa untuk penyiksaan mereka pada rakyat yang tak bersalah.
***
Dikediaman Gwenael tampak sedikit ramai karena tingkah Auristela yang tengah merajuk. Sang kepala keluarga kini terlihat sedang membujuk putri kecilnya.
"Aku tidak mau! Aku ingin kembali ke Academy hari ini!" ujar Auristela dengan penuh penekanan.
"Kembali ke Academy minggu depan saja, ya," bujuk Adelard sembari melakukan negosiasi.
Tampak wajah Auristela semakin masam mengkerut. "Hari ini atau aku akan marah pada kalian semua!"
Wajah-wajah pasrah bermunculan pada tiap orang yang berada disana. Mau tidak mau mereka harus menuruti manusia menggemaskan bertubuh kecil itu.
"Baiklah ...," putus Adelard dengan nada tak rela yang amat kentara.
Senyum sumringah menghiasi wajah Auristela, hatinya berseri-seri karena misi yang akan dijalankan ketika berada di Academy akan segera tercapai.
***
To be continue.
Papay!!
Lola_Safitri08.
Kudus, Jawa Tengah.
932 kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Or Protagonis(?)
FantasyTerjangan angin yang begitu kuat menghempaskan beberapa orang yang berada di hamparan luas berisikan banyak pepohonan. Rambut violetnya yang cerah tampak menampilkan sedikit rambut hitam di bagian kiri serta kanan. Senyuman sinis terpatri di bibir m...