AOP-03

9 1 1
                                    

HANYA SEBUAH RANGKAIAN KATA YANG DI BENTUK MENJADI SEBUAH KALIMAT.

"Bagaimanapun hidupmu, itulah hidupmu. Maka, lakukanlah dan dapatkan apa yang kau mau."~Human.

***

Mata yang semula terpejam itu kini mulai mengerjab pelan sebelum terbuka. Matahari yang bersinar memberikan cahaya yang terang membuatnya sedikit menyipitkan mata.

"Um, dimana ini?"

Gadis itu bangkit untuk mendudukkan dirinya yang lemas. Netra yang indah itu menatap sekitar, kamar dengan nuansa putih dan Amethyst memenuhi indera penglihatannya.

"Apa ini. Sejak kapan kamarku seluas dan seindah ini,"

Wajahnya kian mengerut kala mengingat sesuatu, raut penuh kejut memenuhi mimik wajahnya. "Bagaimana bisa aku tetap hidup setelah tertimpa beban seberat itu?"

"Bahkan, aku sudah merasakan nyawaku tertarik keluar,"

Krek!

Matanya yang semula mentap selimut kini teralih pada pintu besar, disana terdapat seorang wanita muda dengan gaun biru yang kini berdiri di tengah pintu menatap penuh binar pada dirinya.

"Sophia, kamu sudah bangun, sayang, syukurlah. Mama sangat mengkhawatirkan dirimu," jelas wanita tersebut dengan senyuman teduh.

Dia berjalan mendekati gadis yang dipanggilnya Sophia. Gadis itu kini terdiam dengan mimik heran sebelum akhirnya dia menghela nafas lelah.

"Siapa kau? Kenapa diriku berada disini?"

"Aku tak akan telalu banyak bicara, kurasa waktuku tidak banyak lagi. Mungkin hanya ingatan yang dapat kuberikan,"

Ingatannya kembali pada beberapa lintas memori tentang kebodohan yang dimiliki si pemilik tubuh serta perundungan yang menimpanya.

"Hei, kenapa dirimu hanya diam saja, sayang. Apa tengkukmu masih sakit? Lakashya memang keterlaluan, kenapa dia memukul tengkukmu sampai pingsan,"

Gadis yang ternyata adalah Auristela itu hanya terdiam menatap lekat pada wanita didepannya. Wajah yang sangat mirip dengan ibu kandungnya di dunia saat masih di tubuh Auristela serta sifat yang sangat mirip atas penggambaran Caessa.

"Mama?" panggilnya pelan dengan tatapan sendu.

Anulika Vada Gwenael, wanita yang telah memasuki umur empat puluh lebih kini menatap putri cantiknya yang tampak sedih. "Ada apa sayang? Kenapa dirimu terlihat sedih? Apa ada yang menyakitimu?"

Mendengar pertanyaan Vada membuat tangis Auristela yang sedari tadi ditahan kian tumpah ruah. Sekelebat ingatan tentang ucapan sang Papi terngiang di kepalanya.

"Mamimu itu wanita yang sangatlah lembut serta penuh ketulusan yang pernah Papi lihat. Sikapnya sangat lembut dan hangat,"

"Mama!" serunya dengan tangis yang terus mengencang.

"Sayang, jangan menangis. Mama selalu ada bersamamu," timpal Vada dengan suara serak, matanya tampak berkaca-kaca menatap putrinya yang menangis kencang.

Antagonis Or Protagonis(?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang