Bag 2

128 14 0
                                    

"I'm Not Yusuf AS." Bag 2 | Roti merah

***

Assalamu'alaikum!

Wah, kemarin pada gemes katanya ya sama karakter nk di sini. Harap sabar ya. Nk yang di sini, sama nk yang di DD beda jauh. Terutama dari urat malu mereka. Nk yang di sini, urat malunya udah tipis, soalnya 😅

Happy Reading ❤

***

Pukul 03.00 pagi, (Namakamu) dibangunkan secara paksa oleh Steffi.

Di luar, alarm terus dibunyikan dengan kencang bahkan para santri sibuk untuk mencuci wajah mereka dan bersiap untuk melaksanakan shalat tahajjud bersama di dalam masjid.

"Ish, (Namakamu)! Sampai kapan lo mau sembunyi di balik selimut?!" Steffi sekali lagi menarik ujung selimut (Namakamu).

(Namakamu) menendang-nendang kakinya, bergumam tidak jelas, lalu menutup kepalanya menggunakan bantal.

"Dant! (Namakamu) susah dibanguninnya." Steffi melirik Dianty yang sedang memakai jaket hangatnya.

"Kayaknya (Namakamu) nunggu Bu Hilda keliling buat patroli. Dipukul pakai pentungan mungkin bisa buat (Namakamu) bangun," ujar Dianty.

Satu detik berikutnya (Namakamu) langsung menyibak selimut. Dia bangun dengan wajah bantalnya lengkap dengan kedua mata yang masih terpejam. "Mmm ... Mama! (Namakamu) masih ngantuk," keluhnya.

"Mama-mama! Di sini nggak ada Mama lo (Namakamu)." Steffi menggeleng. Steffi menyabet mukena dan sadjadah miliknya dari atas hanger. "Kalau lo gak bangun juga gue tinggal. Yuk Dant!" Steffi menggandeng lengan Dianty. Lalu keduanya turut ke luar dari kamar.

(Namakamu) benar-benar ditinggalkan.

Pertama-tama (Namakamu) mengucek matanya yang masih merekat, lalu menguap, dan merentangkan tangan ... melakukan olahraga ringan demi merilekskan otot-otot tangan dan punggungnya yang kaku.

Hidung (Namakamu) kemudian mengendus-endus, matanya menyipit, dia seperti baru saja mencium bau anyir yang tidak jauh dari tempat tidurnya.

(Namakamu) terbangun, lalu sebelah tangannya meraba celana tidur bagian belakang yang dia kenakan.

Banjir.

Bola mata (Namakamu) melebar dengan sempurna. "Aigoooo!" pekiknya. "Gue berdarah. Gue ... ini tanggal berapa memangnya?!" (Namakamu) mengesah panjang. Sekonyong-konyong turun dari tempat tidur dan mengecek kalender yang terpasang di dinding. "Huaaaah. Iya. Ini siklus haid gue." (Namakamu) menjambak rambutnya. "Gue gak bawa pembalut! Mama tolongin (Namakamu), (Namakamu) nggak bawa pembalut hiks." (Namakamu) buru-buru memakai khimarnya, lalu berlarian ke arah koper. Dia mengambil sweeter berwarna biru mudanya dari sana kemudian melilitkannya pada pinggang. "Mama nih, kenapa nggak ingetin (Namakamu) buat packing pembalut coba? Jadi kan nggak ribet kayak gini," rutuknya.

(Namakamu) mengambil uang sepuluh ribu dari dompet. "Cangkaman .... [Tunggu ....]." (Namakamu) menutup mulutnya dengan bungkaman tangan. Wajah muramnya tiba-tiba berseri. "Apa itu artinya gue nggak perlu datang ke masjid? YEAYYYYYYYYYY!" (Namakamu) memekik. Dia melompat-lompat di atas kasur milik Steffi.

"Siapa di dalam?!"

Pintu kamar dibuka dengan lebar.

Begitu wajah garang Bu Hilda terpampang, (Namakamu) langsung turun dari kasur. Dia berdiri sambil menunduk. "Sa ... saya, Bu."

Bu Hilda mengayunkan kakinya menghampiri (Namakamu). "Kamu kok masih di sini? Yang lain sudah ke masjid."

"Anu, bu, itu ...." (Namakamu) gelagapan saat hendak menjelaskan.

I'm Not Yusuf AS [IqNam Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang