Bag 12

117 11 0
                                    

"I'm Not Yusuf AS." Bag 12 | Garis singgung

***

Hallooooo.

Ini kemaleman upnya kayaknya. Tapi semoga aja ada yg on buat baca ehe.

Happy Reading❤

***

(Namakamu) akan limbun jika saja dia tidak bersandar pada rak buku di belakangnya. Rasanya seperti hukum gravitasi tak berlaku untuknya. Kini (Namakamu) merasa kalau kakinya tidak menapak pada lantai. "Gue harus pergi." (Namakamu) buru-buru menghindari tatapan Iqbaal yang dia sendiri sulit mengartikan jenis tatapan apa yang Iqbaal tunjukkan barusan. Kepala (Namakamu) melirik ke belakang. Pintu perpustakaan masih tertutup. Aman. Berarti Iqbaal tidak mengikutinya. "Huffftt. Jantung gue." (Namakamu) menepuk-nepuk dadanya menggunakan telapak tangan. Lalu, mengusap peluh di sekitar dahi. "Sampe keringat dingin gini gue? Haduh, ya ampun-ya ampuuun. Tadi itu ...." Langkah (Namakamu) terhenti.

'Gue normal (Namakamu). Satu detik yang lalu, gue baru aja suka sama perempuan.'

(Namakamu) sedikit tenang jika kembali mengingatnya. Bukankah itu tandanya Iqbaal setuju kalau Bastian tidak lah cantik? Tapi, kenapa ucapan Iqbaal menimbulkan pertanyaan di kepala (Namakamu)?
(Namakamu) mengusak khimar di bagian kepalanya dengan asal. "Satu detik yang lalu? Apa ... dia lihat perempuan lain di perpus waktu gue nyadarin dia?" (Namakamu) menghela napas. "Iya. Pasti Iqbaal kebetulan lihat perempuan cantik waktu di perpus tadi. Ahaha. Mana mungkin ... gue. Masa gue, sih?" (Namakamu) memukul kepalanya. "Sadar (Namakamu)! Mana mungkin Iqbaal suka sama lo," ujarnya pada diri sendiri. (Namakamu) pun mempercepat langkahnya agar bisa menyusul Dianty dan Steffi.

***

Iqbaal mengeringkan rambutnya yang masih basah menggunakan handuk. Jam tadarus sore di masjid sebentar lagi akan dimulai. Tetapi dirinya baru saja selesai membersihkan tubuh. Iqbaal berjalan ke arah lemari. Mengambil semua keperluannya untuk dia pakai.

"Ada-ada aja, sih. Sehari aja nggak bisa bikin ulah tuh anak."

Suara Bastian terdengar dari luar pintu. Tidak lama semakin jelas ... saat Bastian masuk dan sempat mengucapkan salam perpisahan dengan orang yang dia ajak bicara.

"Lo ngomong sama siapa, Bas?" Kiki memundurkan kursinya seraya melirik Bastian.

"Diva." Bastian mengambil tempat untuk duduk di atas tempat tidur. Dia melihat ke arah Iqbaal yang berhasil meloloskan kepalanya memakai kaus dalam berwarna putih. "Baal, lo mau tahu nggak siapa yang tempo hari lemparin sepatu di lapangan?"

Iqbaal kini mengancingkan baju koko berwarna navy-nya satu-persatu. "Siapa memangnya?"

Bastian menyengir. "Bagas."

Kiki menguap berkepanjangan setelah mendengar info Maha tidak penting itu dari Bastian. "Males gue, nggak aneh. Dia lagi-dia lagi yang buat onar. Nggak ada insyaf-insyafnya."

"Bener Bang. Nggak dapat hidayah kali ya dia," sahut Bastian.

Kiki yang hendak melanjutkan aktivitas membacanya mendadak urung. "Bukan nggak dapat. Semua orang itu, setiap harinya pasti dapat hidayah dari Allah. Kebenaran pasti ditunjukkan. Bahkan ada beberapa orang yang sadar. 'Iya ya, gue seharusnya begini bukan begitu.' Tapi tetap aja diabaikan karena kadang nih, manusia lebih mengutamakan hawanafsunya daripada mengamalkan perilaku benar-salah yang mereka tahu."

Bastian mangut-mangut. "Bener juga."

"Kayak lo misalnya Bas." Tiba-tiba Iqbaal yang sudah selesai berpakaian duduk di samping Bastian.

Bastian yang tampak tidak terima menuding wajahnya menggunakan telunjuk. "Lah, kok gue?"

Iqbaal mengangguk. "Lo tahu kebenarannya, kalau minum itu nggak boleh sambil berdiri. Tapi lo sering banget ngelanggar itu. Lo juga tahu kalau mendekati syahwat itu nggak boleh, tapi lo sering banget godain cewek-cewek," ujar Iqbaal.

I'm Not Yusuf AS [IqNam Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang