"I'm Not Yusuf AS." Bag 8 | Nilai di balik angka 8
***
Bantu tandain typo seperti biasa, ya ^^
Nggak cek ulang karena langsung diposting.
Happy Reading ❤
***
"Gue?" Iqbaal tidak hanya mengangkat alis, mulutnya juga sedikit terbuka. Ucapan (Namakamu) terlalu ... mengejutkan untuknya.
"Ada nggak Baal?!"
Atensi Iqbaal teralih berkat suara ribut khas Bastian yang muncul dan mendatanginya.
"Gue belum--"
"Mang Pitsa makasih."
Iqbaal kembali memandang (Namakamu), secara kebetulan (Namakamu) kini balas memandangnya.
"Makasih juga, Baal. Gue duluan." Setelah tersenyum lebar--seakan tidak berbuat apa pun--tidak mengatakan apa pun lebih tepatnya--(Namakamu) beranjak pergi meninggalkan Iqbaal. (Namakamu) juga sempat melempar senyum pada Bastian. Meski tidak begitu ketara karena suasana malam membuat pencahayaan yang ada begitu minim dan samar.
"O .. ok." Iqbaal masih belum mengalihkan perhatiannya dari (Namakamu).
"Yeuuu! Gue kira udah ada obat nyamuknya. Ternyata, lo malah pedekate sama si cewek bar-bar," celetuk Bastian. Bastian menggeser Iqbaal, dia memaksa berdiri lebih dekat di depan etalase sehingga tubuhnya saling berhadapan dengan Mang Pitsa yang menampakkan senyum pepsodent andalannya.
"Bicara-bicara, ada yang bisa saya bantu?" tanya Mang Pitsa. Masih tersenyum.
Bastian khawatir kalau kurang dari tiga menit dia mengabaikan pertanyaan Mang Pitsa, gigi Mang Pitsa bisa saja kering. "Saya cari obat nyamuk ada?"
"Ada. Mau yang mana? Yang bakar, yang tilep, yang semprot, atau yang lotion?"
Bastian menggaruk keningnya. "Yang paling murah yang mana? Hehe."
***
Setumpuk buku yang Dianty pinjam di perpustakaan tersimpan dengan aman di meja belajarnya. Suaranya yang keras saat dia menaruh buku-buku tersebut mengundang perhatian (Namakamu) dan Steffi.
(Namakamu) orang pertama yang menghampiri Dianty. "Itu buku apa, Dant?"
"Buku ... sejarah."
"Lo pinjem sebanyak ini?" (Namakamu) mengambil kursi lain dan duduk di samping Dianty.
"Iya. Sengaja. Buat bahan bacaan," balasnya.
Steffi yang ikut bergabung mengambil buku teratas, lalu membaca judulnya. "Yusuf AS dan Zulaikha?" gumamnya lebih pada ... bertanya, hendak memastikan, dan ... ya. Anggukkan kepala dari Dianty dirasa cukup untuk mempertegas perkiraan Steffi.
"Buku ini yang paling aku cari." Dianty mengambil alih buku yang menurutnya paling berharga itu dari tangan Steffi.
"Kenapa?" Masih (Namakamu) yang bertanya.
Dianty mengulum bibirnya. "Karena ... seandainya Nabi Yusuf AS itu Iqbaal, aku mau jadi Zulaikha-nya." Ada senyum riang yang mengakhiri pengakuan Dianty. Yang tanpa sadar membuat (Namakamu) harus menunduk, dan sadar ... pada posisinya. Pada dirinya yang jauh dari Dianty. Dianty yang shaliha, pintar, ramah. Sementara dirinya jangan kan shaliha, dibilang pintar alhamdulillah, dibilang ramah sepertinya tidak pernah. Selama ini kan (Namakamu) selalu bertindak semaunya, cenderung cuek pada orang yang belum dia kenal dengan baik. Daripada berteman, (Namakamu) lebih banyak merekrut musuh.
"Gitu, ya ...." (Namakamu) berusaha tersenyum. "Kayaknya, memang orang shaleh seharusnya dipasangkan sama orang yang shaliha." (Namakamu) mendapati Dianty yang membalas senyumnya dengan anggukan kecil. Lalu, apakabar dengan dirinya yang ... belum shaliha? (Namakamu) masih menikmati dirinya yang apa adanya. Tanpa kesan memaksa berubah baik. (Namakamu) rasa untuk merubah karakter perlu proses yang lama dan harus konsisten. Tapi, entah kapan dia akan benar-benar merubah karakternya. (Namakamu) masih suka dirinya yang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Yusuf AS [IqNam Series]✔
EspiritualTerinspirasi dari film Pesantren Rock n Roll by : Rizky Nazar with Dinda Kirana. Iqbaal dan (Namakamu). Cerbung spesial bulan ramadhan 2020. Warn : tidak dalam rating konflik yang tinggi😎 @authorss_(on ig)