30

2.8K 440 120
                                    

.
.
.

Setelah pengumuman kelulusan, kini [Name] ditawari pekerjaan di sebuah butik yang cukup terkenal. Itu semua berkat keterampilan [Name] yang mampu membuat sang pemilik butik kagum.

Fakta lainnya adalah pemilik butik tersebut adalah teman semasa SMA ayah [Name]. Jadi tak heran jika ia bisa memantau perkembangan keterampilan [Name] yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Sudah satu minggu sejak perempuan itu masuk kerja. Namun karena ini hari Minggu, ia memutuskan untuk pergi ke kediaman Sano. Alasannya tentu tak perlu ditanya lagi, bukan?

"Nee-san, lain kali bisa tolong buatkan aku biskuit seperti ini? Aku ingin memakannya bersama teman-temanku," celetuk Manjiro dengan mulut penuh mengunyah biskuit yang dibuat oleh [Name] dan Emma.

Emma yang masih memakai apron, menyembulkan kepalanya dari balik tembok dapur. "Tunggu, Mikey. Jangan seenaknya menyuruh nee-san untuk kepentinganmu. Membantu saja juga tidak."

"Hee, rupanya kau tidak ingin Kenchin menyicipi biskuit buatanmu, ya?" balasnya sambil berpura-pura berpikir.

Langsung saja Emma gelagapan dibuatnya. Tanpa mengucap sepatah kata, ia menghampiri Manjiro dan menjewer telinganya. Menyisakan tawa [Name] dan Izana yang sedari tadi menyaksikan.

[Name] masih berada di dapur untuk membereskan bahan dan alat-alat yang ia gunakan tadi. Segera setelah ia melepas apron yang melekat pada tubuhnya, tiba-tiba saja tubuhnya dipeluk dari belakang oleh Shinichiro.

"Shin?" kagetnya.

Shinichiro hanya menjawab dengan dehaman singkat. Sibuk mendusel manja di leher jenjang [Name]. Diciumnya beberapa kali pipi perempuan itu dengan gemas.

"Sayang, aku kangen."

"Ya, ini lagi ketemu, kan?"

"Nanti menginap, ya?"

"Eh, tidak bisa. Besok sudah harus masuk kerja lagi. Kau sendiri bukannya sedang sibuk di toko?"

"Toko bisa belakangan. Yang penting itu gadisku yang cantik."

[Name] terkekeh pelan lalu berbalik untuk menatap Shinichiro. Senyumnya mengembang ketika matanya menangkap ekspresi lucu laki-laki di depannya.

"Kenapa wajahmu begitu, hm?" [Name] bertanya lantaran mendapati Shinichiro dengan ekspresi wajah tertekuk. "Nanti malam menginap, ya?" tanyanya lagi.

[Name] membelai lembut surai hitam milik sang kekasih. Menyisirnya dengan jari-jari lentiknya. Senyum tipis ia kembangkan untuk meraih hati lelaki di depannya.

"Tapi aku besok masuk kerja?"

"Besok aku juga kerja. Tapi tetap bisa menginap, tuh."

Shinichiro tampaknya tak ingin mengalah. Keukeuh dengan keinginannya sendiri. Membuat [Name] tak punya pilihan lagi selain menyetujuinya. "Hanya satu malam, kan?" tanyanya memastikan yang langsung diangguki semangat oleh Shinichiro.

"Ya, ya, kau boleh menginap."

"Hm, satu ronde boleh?"

Pertanyaan barusan itu langsung dipelototi oleh [Name]. Tanda bahwa ia tak setuju. "Tidak, kita tidak akan melakukan apapun nanti malam. Tidak untuk hari ini, Shin."

"Hee, kau yakin?"

[Name] merotasikan bola matanya malas. "Tentu saja. Satu ronde bagimu sudah cukup untuk membuatku lumpuh, Shin. Kuharap kau ingat itu."

Shinichiro hanya terkekeh pelan, tak ada maksud untuk menyanggah karena perkataan [Name] sepenuhnya benar. Pandangan matanya beralih pada nampan berisi biskuit. Keningnya mencetak kerutan bingung. Menimbulkan beberapa pertanyaan di kepalanya.

✓ ❝ Sano Shinichiro x Reader - Boyfriend SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang