Part 02

5.1K 151 0
                                    

* * * * *

Alya baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Kamar yang semulanya berantakan mendadak menjadi rapi dan bersih, ia juga melihat pakaian di atas kasur. Dia tidak punya pilihan selain memakai pakaian yang sudah disiapkan Brian.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, Alya selesai mengenakan pakaian Brian. Ya, Brian tidak memiliki pakaian wanita di rumahnya, jadi, dia menyiapkan pakaiannya untuk Alya.

Dreet ... dreet ... dreet!

Alya mendengar deringan ponsel di atas nakas, ia berjalan menghampiri nakas, melihat nama 'Bibi Restoran' di layar ponselnya.

Alya mengambil ponselnya, menggeser tombol hijau di layarnya, mendekatkan ke dekat telinganya.

"Assalamualaikum, Alya!" sapa Bik Mina---pemilik restoran tempat Alya bekerja, sekaligus Ibu angkat bagi Alya.

"Wa'alaikumsalam, Bik," jawab Alya, berusaha menormalkan suaranya.

"Semalam Bibi coba telpon kamu, tapi kok gak diangkat-angkat? Bibi khawatir sekali denganmu. Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Bik Mina yang terdengar sangat khawatir.

"Aku baik-baik saja, Bik," jawab Alya berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah.

"Eum ... karena semalam kamu belum juga pulang. Bibi minta Noval menyusul kamu ke sana, tapi cuma motor aja yang ada di sana. Sebenarnya, semalam kamu pergi ke mana, Alya?"

"Aku ... aku ...."

"Aku apa, Alya? Kamu baik-baik saja, 'kan?" potong Bik Mina.

"Aku baik-baik saja kok, Bik. Semalam temanku telpon, dia lagi dapat masalah, jadi, aku pergi ke sana menggunakan taksi. Maafkan Alya ya, Bik. Udah buat Bibi khawatir," jelas Alya dengan suara serak.

"Suara kamu kenapa, Alya? Kamu habis nangis?" tanya Bik Mina mulai curiga.

"Enggak kok, Bik. Aku lagi terserang flu," jawab Alya berbohong.

"Syukurlah, kalau kamu baik-baik saja. Kamu jangan lupa minum obatnya, biar cepat sembuh. Motornya jangan khawatir. Noval sudah membawanya pulang. Sebaiknya kamu istirahat."

"Baik, Bik. Beberapa hari ini aku mau nginap di rumah teman dulu ya, Bik. Dia masih butuh aku."

"Baiklah. Kamu baik-baik di sana, ya. Jangan lupa minum obatnya."

"Baik, Bik. Aku tutup dulu telponnya. Assalamualaikum."

Alya menutup telponnya buru-buru, tangisnya kembali pecah. Dia tidak dapat menahan tangisnya, sungguh sulit berbohong kepada orang yang disayangi.

"Raihan!"

Tangisan Alya seketika berhenti saat mendengar suara bentakan dari luar kamarnya, ia bangun dari duduknya, berjalan menuju pintu, lalu membuka pintu kamar, dan melihat Brian sedang menelpon di ruang utama.

"Aku tau semua ini perbuatan kamu, 'kan? Dari awal kamu memang tidak suka, aku menjadi pemimpin di perusahaan Kakek, 'kan? Jadi, kamu sengaja menjebakku dengan memasukkan obat perangsang ke dalam minumanku, lalu memesan makanan atas namaku," ucap Brian terlihat begitu marah.

[Apa maksudmu, Brian? Memasukkan obat perangsang ke dalam minumanmu? Jangan konyol deh. Aku juga tidak pernah menentang kamu menjadi pemimpin di perusahaan Kakek.]

"Jangan pura-pura deh, aku tau semua ini perbuatanmu. Karena ulahmu, aku menghacurkan masa depan gadis yang sama sekali tidak bersalah," ucap Brian dengan menekan setiap perkataannya.

Sedangkan Alya hanya mendengarkan obrolan Brian dari pintu, mencoba menebak-nebak dari ekspresi Brian, menebak apa yang sedang dikatakan lawan bicara Brian.

[Brian, dari tadi aku mencoba untuk bersabar, karena kamu Adikku. Jika kamu melakukan kesalahan, kamu harus bertanggung jawab. Jangan melampiaskannya kepadaku. Kamu memiliki bukti, bahwa aku yang memasukkan obat perangsang ke dalam minumanmu?

Iya. Aku semalam memang berada di apartemenmu, lalu tiba-tiba pergi begitu saja. Bukan berarti aku pelakunya, atau ... jangan-jangan, kamu cuma mengarang cerita, karena terlalu takut untuk bertanggung jawab. Kamu pasti takut Kakek mengetahuinya, ya? Lalu mencoret namamu dari pewaris tunggal. Jangan khawatir, aku tidak akan mengatakannya kepada Kakek. Kamu bisa menjadikan gadis itu sebagai kambing hitam, atau memberi dia uang untuk menutup mulut. Bukankah gadis-gadis suka dengan uang?]

"Kau bisa mengatakannya kepada Kakek, aku tidak takut namaku dicoret dari pewaris tunggal. Lagipula, dari awal aku juga tidak menginginkan itu semua. Apa yang kulakukan terhadap gadis itu, aku akan bertanggung jawab. Aku bukan pria bereng**k sepertimu."

Brian mematikan teleponnya secara sepihak, meleparkan ponsel tersebut ke atas sofa dengan kasar. Nafasnya terlihat tidak beraturan, menahan kemarahan yang teramat dalam.

Alya mulai berfikir jika Brian memang tidak sengaja melakukannya, mungkin karena obat perangsang, membuat Brian tidak dapat mengendalikan dirinya semalam. Dia juga berfikir kalau Brian seorang pria baik, buktinya dia mau bertanggung jawab atas kesalahannya.

Bersambung ....

Istri Kesayangan CEO Dingin (Sudah Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang