"Assalamualaikum!"
"Ibuk!"
"Arbara!"
"Bara!"
"Ibuk Lela!"
Seira masih berdiri di depan pintu rumah Arbara sejak tiga menit yang lalu. Tangan kanannya menggenggam kotak makanan, sedang dirinya tengah berusaha mengintip jendela rumah Bara untuk memastikan keberadaan penghuni rumah.
"Assalamualaikum.." ucapnya sekali lagi.
"Iya Cici! Wa'alaikumsalam." Dan sayup-sayup, Seira mendengar jawaban dari dalam sana. Disusul pula dengan pintu rumah yang dibuka oleh ibu Bara.
"Maaf ya cantik. Ibu baru aja selesai shalat," ucap ibu Bara ketika menyambut Seira.
"Oh maafin Cici ya, buk. Seira malah rebut manggil-manggil sambil ketok pintu dari tadi."
"Ya nggak apa-apa. Kan Cici nya juga nggak tau kalau ibu lagi shalat," sahut ibu Bara. Lalu ibu Bara menyadari apa yang sedang Seira pegang.
Seira lantas ikut melihat ke arah kotak makanan yang tengah ia pegang lalu tersenyum. "Cici mau nganter ini. Titipan dari mama untuk ibuk dan keluarga."
"Wah, apa ini, Ci? Eh ayuk masuk dulu! Masa ngobrolnya di depan pintu."
Seira pun masuk ke dalam rumah Bara. Rumah yang sangat sederhana, namun hangat dan nyaman.
"Putu ayu bikinan mama, buk. Mama sekalian minta penilaian ke ibuk soal rasanya, hehe," jelas Seira sambil terkekeh.
"Wah, sebulan yang lalu, waktu ibuk ajarin mama Cici bikin putu ayu sih udah lumayan banget rasanya. Yang sekarang pasti udah sempurna nih rasanya." Buk Lela pun membuka kotak makanan itu, lalu mencoba satu putu ayu buatan mama Seira.
Alis matanya terangkat ke atas bersamaan mata yang membola. "Wah! Enak banget,Ci! Ini cobain deh. Cici udah nyoba belum?" tawarnya sambil mengunyah.
"Udah buk. Udah makan lima biji malah. Itu untuk ibuk, Bara, dan pak Bani aja." Seira pun terkekeh. "Enak ya berarti, buk? Hehe" Seira memastikan kembali.
"Enak banget, Ci! Bilang ke mama,makin hari udah makin jago masaknya."
"Iya buk, nanti Cici sampein ke mama. Tapi emang bener sih, buk. Berkat ibuk, mama jadi pinter masak. Padahal dulu waktu Cici masih SD, masakan andalan mama cuma mi goreng atau mi rebus. Untung ada bi Kokom yang selalu masak empat sehat lima sempurna. Sekarang mama udah pinter masak makanan rumahan, meskipun bi Kokom tetap bantuin mama, dan itu semua berkat ibuk."
Buk Lela pun tertawa sambil memukul pelan bahu Seira. " Ibuk senang juga bisa bantuin mama Cici." Kemudian dia menoleh ke arah dapur. "Ngomong-ngomong soal masakan, Cici mau makan? Ibuk masak tempe dan tahu bacem, ada sambal terasi dan ikan asin. Arbara lagi pengen makan menu itu, Ci. Dan kebetulan Cici mampir, kan Cici suka banget sama menu masakan ibuk yang itu."
"Yang bener buk? Wah, Cici udah lama nggak makan masakan ibuk. Mau banget buk! Tapi, kira-kira Bara masih lama nggak ya buk? Pengen nungguin Bara pulang dari latihan basket dulu."
Buk Lela tampak mengedarkan pandanganya ke halaman rumah, lalu matanya membola saat melihat sosok Bara di luar sana.
"Nah, panjang umur tuh anak! Itu si Arbara!" tunjuk buk Lela dengan suara nyaringnya. Cici pun tersenyum melihatnya dari jendela.
"Assalamualaikum!" ucap Bara sambil membuka sepatunya.
"Wa'alaikumsalam."
Mendengar dua suara yang menjawab salam, Bara mengernyitkan alis matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Seira
Teen Fiction[MOHON FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [Update setiap Senin, Rabu, dan Sabtu] "Putusin Seira!" "Kenapa lo ngatur?" "Gue yang selalu berjuang demi dia. Gue yang selalu berhasil bikin Seira senyum!" "Enggak lo aja! Gue juga berjuang." "Iya! Lo emang berjuang...