Anak Genderuwo 1

810 49 37
                                    

Cerita ini telah diupload di lapakku Valent C di Dreame atau Innovel. Boleh mampir kesana kalau mau versi yang lebih lengkap.  Ada di cerita PENGANTIN SANG GENDERUWO mulai chapter 46 keatas.

Berhubung sudah diupload di Dreame atau Innovel, maka sebagian cerita ini akan dihapus sehari setelah tayang.  Pastikan kalian membacanya dengan cepat setelah diupload

HEPI reading.

❤️❤️❤️

Jamilah kembali ke desanya dengan penampilan menor dan baju kekurangan bahan, membuat semua orang yang dulu mengenalnya membelalak lebar.

            “Sopo toh iku?  Kok mirip Jamilah?” Yu Gemi, yang dulu mengasuh gadis itu mengernyitkan dahi.

             Jamilah mendekati Yu Gemi yang tengah berbelanja di tukang sayur dengan berjalan bak model, pantat bahenolnya bergoyang maut seperti lonceng jam.  Tak hanya Yu Gemi, semua mata memandang Jamilah dengan berbagai ekspresi.  Ada yang bengong, ada yang menelan ludah kelu melihat dadaa montok Jamilah mantul-mantul saat gadis semok itu berjalan mendekat.

            “Apa kabar, Yu?  Aku Jamilah.  Nama kondang Jamielay  Kamu ndak mengenali aku lagi toh?  Pasti ndak, karena penampilanku sekarang mirip artis toh?  Eh, kok mirip?  Aku memang artis!  Kalian pernah melihat filmku? 
Judulnya ... Duh, duh, duh, Jamilah.”  Jamilah menyapa dengan suaranya yang serak-serak becek.

            Dengan polos Yu Gemi menggeleng.  “Ndak pernah tahu ada pelem Duh, duh, duh, Jamilah.  Itu kan lagu dangdut, Neng.  Yang nyanyi Syaipul Jamil Mirdad.  Iya toh?” tanya Yu Gemi pada teman-temannya, sesama ibu-ibu yang suka merumpi di depan gerobak tukang sayur Mang Dudu.      

            Sontak semua mengangguk berjamaah, membuat dada Jamilah bagai terbakar.  Ya Allah, dia sudah membayangkan ... dirinya bakal disambut dan dikalungi bunga sebagai artis kondang masuk desa.  Lah ini, malah ndak ada yang tahu dia artis.  Parahnya, sudah dikasih tahu dia artis ... mereka masih tak percaya. 

            “Yu, aku ini artis!  Dulu aku bilang mau jadi artis toh.  Masih ingat, ndak?  Sekarang sudah kubuktikan.  Aku balik ke desa juga karena mau syuting film di desa ini!” pekik Jamilah gusar.

            Mang Dudu yang dari tadi menatapnya tanpa kedip, sampai terjerembap jatuh menimpa gerobaknya.  Meski hidungnya menimpa mangkuk berisi petis, Mang Dudu tak peduli.  Dia sibuk dengan khayalannya sendiri.

 Aduh si Neng, sudah seksiinya ampun-ampun  ... suaranya powerfull lagi!  Pasti kuat nih main di ranjang. 

Mang Dudu jadi berangan-angan liar.  Ngomong-ngomong dia memang seperti pernah melihat neng geulis nan semolohai ini, tapi entah dimana.  Mang Dudu berusaha mengingatnya.

               Di lain pihak Yu Gemi mendekati Jamilah dan mengitari gadis bahenol itu.  Matanya melebar ketika mengenali gadis itu.

            “Ya Allah, kamu toh, Jam!” seru Yu Gemi sambil memeluk Jamilah dengan gembira.

            Senyum sumringah Jamilah terbit seketika.  “Nah, akhirnya kamu tahu aku artis toh?  Mana kertasmu?  Mau minta tanda tangan?  Atau selpie bareng?” tawar Jamilah dengan hati berbunga-bunga.  Akhirnya dia dikenal sebagai artis di kampungnya sendiri.

            Alih-alih mengambil kertas dan pulpen, Yu Gemi malah menoyor kepala Jamilah gemas.

            “Yaowoh, bocah asuhanku wes gede yo.  Susune mengkal gini.  Jadi ingat dulu kamu sek ngompolan, suka ngupil sambil beol, trus sopo dulu sing suka susune diremes-remes supaya seksii koyok artis trusssssss ....” 

            Jamilah buru-buru membekap mulut Yu Gemi yang tengah membeberkan rahasia najisnya di masa kecil.  Padahal Mang Dudu yang mendengarnya sudah meneteskan liur.

            “Neng, sampai sekarang masih gitu toh?  Mang Dudu bersedia loh kalau diminta meremes-remes itunya,” celetuk Mang Dudu dengan dua tangannya yang bergerak seakan sedang memeras sussu.

            PLAK!

            Mang Dudu langsung mendapat ganjarannya.  Pipinya ditampar oleh gadis yang menjadi obyek khayalan liarnya.  Pipi Jamilah merah padam dengan wajah menahan tangis.

            “Seorang nabi memang ndak dikenal di tanah kelahirannya sendiri, aku ndak menyangka sebagai artis akan mengalami hal yang sama!  Padahal aku kemari mau syuting film.”

            “Judul filmnya apa toh?” Seorang ibu berambut keriting bertanya saking penasaran.

            “Genderuwo Ngesot!” sembur Jamilah bangga. Dia semakin geram ketika mereka menertawai jawabannya.

            “Neng, dimana-mana yang ada itu suster ngesot, bukan genderuwo ngesot!” olok ibu berambut keriting itu.

            “Aku tahu, lah wong aku yang jadi suster ngesotnya,” kilah Jamilah.

            Tawa mereka semakin keras mendengar jawaban Jamilah yang konyol.

            “Ngapusi toh?  Mana ada pelem suster ngesot ketemu genderuwo ngesot?  Kecuali di acara promo ember pel, dengan judul Ngepel bersama Suster Ngesot yang melengserkan Genderuwo.  Jangan-jangan situ sales ember pel toh?” ejek ibu yang memiliki tompel di wajahnya.

            “Kalian keterlaluan!  Mengapa ndak ada yang mengenaliku?” hardik Jamilah sembari menghentakkan kaki kesal.  Lantas dia berlari meninggalkan sekelompok orang yang membuatnya kesal di pagi hari pertamanya, di tanah kelahirannya.

            “Eh, Jam!  Jam!  Kamu ndak ikut aku balik ke rumah?” pekik Yu Gemi bingung.

            “Bodo!” balas Jamilah dari kejauhan.

            Yu Gemi menghela napas panjang, padahal dia mau bilang .... Den Satrya pasti senang kalau bertemu teman bermainnya. 

            Sementara itu setelah mendapat tamparan sepihak dari gadis pujaannya, Mang Dudu baru teringat dimana dia pernah melihat Jamilah.

            “Yu, bener toh dia itu bocah asuhanmu dulu?” tanyanya penasaran.

            “Yo bener lah, aku ndak mungkin salah.  Dia itu anak yang dulu diculik Wewe Gombel, kebetulan ditemukan Ndoro Sumi saat Wewe Gombel menculik bayi Den Satrya.  Trus sejak itu diasuh sama Ndoro Sumi bersama Den Satrya.  Aku yang mengasuh dua bocah itu.  Den Satrya dan Jamilah.   Umur 17 tahun, Jamilah kabur.  Ndak tahu mengapa,” kata Yu Gemi bercerita.

            “Moso toh, Yu?  Tapi rambutnya pirang seh, mirip Ndoro Sumi,” timpal ibu yang lain.

            “Pirang itu karena disemir toh, lain sama Ndoro Sumi yang asli.  Aslinya rambut Jamilah hitam, je,” ralat Yu Gemi.

            Mang Dudu mendekat dan berbisik dengan nada serius, sehingga justru menarik perhatian yang lain untuk menguping.

            “Yu, tapi aku ingat pernah melihat dia dimana.  Dia pemain bokep.”

            Reaksi Yu Gemi yang melongo bengong, membuat Mang Dudu kecewa.  Njir, kok Yu Gemi ndak histeris atau pingsan?

            “Bokep itu opo toh, Mang?”

            Pertanyaan lugu Yu Gemi membuat Mang Dudu pengin menggigit sandalnya sendiri. 

Tolol jangan dimonopoli sendiri toh, Yu ....
 
==== >(*~*)< ====
 
SEBAGIAN DIHAPUS.. 
           
           
Bersambung

42. Anak Genderuwo (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang