Anak Genderuwo 4

214 25 15
                                    

Cerita ini telah diupload di lapakku Valent C di Dreame atau Innovel. Boleh mampir kesana kalau mau versi yang lebih lengkap.  Ada di cerita PENGANTIN SANG GENDERUWO mulai chapter 46 keatas.

Berhubung sudah diupload di Dreame atau Innovel, maka sebagian cerita ini akan dihapus sehari setelah tayang.  Pastikan kalian membacanya dengan cepat setelah diupload

HEPI reading.

❤️❤️❤️

Apa yang terjadi?
Plafon rumah jebol, meninggalkan lubang gelap sementara makhluk yang awalnya menempel disana sudah tak terlihat.

“Dimana dia?” tanya Jamilah pada Rudy Gempal.  “Ndak mungkin dia menghilang begitu saja toh?”

Rudy Gempal menghela napas panjang, dia tampak khawatir.  “Sudah saya peringatkan.  Jangan membuatnya marah.  Berharap saja tak ada nyawa yang melayang.”

“Apa maksudmu?  Hal mengerikan itu bukannya film batal diproduksi toh?” tanya Jamilah bingung. 

Wajahnya memucat ketika Rudy Gempal menggelengkan kepala.

“Dia akan menghabisi orang yang mengerjainya, semoga perkiraanku salah,” jawab Rudy  Gempal was-was.

Spontan Jamilah menoleh ke depan pintu muka.  Tak ada Satrya disana.  Apa dia sudah pulang?  Namun mengapa Jamilah merasa gundah gulana?

  Perasaannya tak enak. Apalagi kemudian Jamilah mendengar pertempuran di halaman depan, dengan jantung berdebar Jamilah segera berlari ke halaman depan ... menyusul Rudy Gempal dan Sutradara Leo yang berlari duluan ke sana.

Mata Jamilah membelalak menyaksikan kedua lelaki yang sama-sama tampan dan gagah tengah berkelahi dengan sengit. 

Jamilah tak menyangka lelaki messum yang tadi menggodanya memiliki kekuatan besar.  Dia menyeruduk Satrya dengan tenaga luar biasa hingga Satrya terdorong ke belakang dan membentur pohon besar.

“Awaaas!” teriak Jamilah panik.

Pohon itu rubuh seketika, sementara Satrya melompat ke atas dan mendarat di tempat lain yang agak jauh.  Johny yang mendengar teriakan Jamilah berbalik dan menghadap pada gadis itu.  Jamilah terperanjat melihat penampakan pria yang berambut pirang itu.  Tak tampak lagi kesan tengil dan messum, yang ada adalah sosok menakutkan dengan pandangan dingin yang berasal dari manik mata hitam kelam kemerahan. 
Kemana manik mata biru cerahnya?  Mengapa dia begitu berubah?  Jamilah masih sibuk dengan pikirannya ketika dia melihat Johny mengangkat sebuah batu besar hendak melemparnya pada Satrya. 

“Johny, jangan!” teriak Jamilah panik. 

Perhatian Johny teralih sehingga batu itu terlepas dari pegangannya.

DUK!

Batu besar itu justru menimpa kakinya sendiri.  Jamilah syok, dia merasa bersalah karena secara tak langsung telah mencelakai Johny. 

Anehnya, Johny hanya mematung seakan tak merasa kesakitan sama sekali padahal kakinya memar parah dan bengkak besar.
    
   Satrya tak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyerang balik Johny, dia mengeluarkan pisau tajamnya hendak dihujamkan ke leher pemuda itu.  Tak disangkanya, Jamilah maju dan menjadikan dirinya sebagai tameng dengan berdiri di depan Johny.  Satrya amat terkejut menyadari kini pisaunya mengancam keselamatan Jamilah.  Tak keburu menarik kembali pisaunya, Satrya membelokkannya hingga menyerempet paha kakinya sendiri.  
Jamilah tak menyadarinya.  Dia justru menegur Satrya.

“Sat, kamu ndak boleh menyerang orang yang lengah.  Itu bukan perbuatan jantan toh.”

“Benar, itu tak jantan sama sekali!” timpal seseorang dari belakang. 
Mata Jamilah membola menyadari orang itu membuktikan kejantananannya dengan menyentuhkan miliknya di pantat semoknya.  Sial, si pirang messum ini ... bisa-bisanya dia memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan ini!  Kali ini Jamilah berusaha menahan dirinya, khawatirnya kalau dia berontak Satrya akan semakin menggila untuk membantai Johny.

  Menyebalkan sekali mengapa bedebahh gimbal itu adalah aset kekayaannya sekarang?

“Kamu sudah tahu, kan, siapa yang lebih jantan?” timpal si kurang ajar sambil cengengesan.

Nyuuut ....

Brengseeek!  Bocah messum itu menekan rudalnya ke belahan pantat Jamilah.  Wajah Jamilah merah padam menahan kesal.  Ingin sekali  dia berbalik untuk menendang belalai lancang itu, tapi tidak sekarang!  Satrya masih mengawasinya dengan tajam.

“Kau membelanya setelah apa yang terjadi?” sesal Satrya, tampak jelas dia kecewa.

“Maaf, Sat.  Dia asetku ... eh, dia tamu perusahaan filmku.  Kami harus melindunginya,” kilah Jamilah.

Satrya tak mampu berkata apa pun saking kecewa dirinya.  Setelah menghela napas panjang, dia berbalik pergi.  Jamilah menatapnya nanar, dia melihat jejak darah seiring langkah Satrya.  Adik angkatnya terluka, dia tak tahu malah memarahinya. 

“Sat ...,” gumam Jamilah kelu.
 
==== >(*~*)< ====

DIHAPUS

Satrya berusaha menenangkan ibunya.  Di dunia ini hanya ibu yang baik padanya, selain Jamilah.  Dia hanya mencintai mereka berdua di seluruh hidupnya.  Yang satu ibunya, yang lain ... kakak angkatnya, sekaligus wanita yang diam-diam dicintainya.  Bukan sebagai adik, melainkan sebagai lelaki pada perempuannya.

“Apakah Ibu sudah mendengar?  Mbakyu Jamilah sudah kembali ke desa,” Satrya memberitahu ibunya, berharap Sumi mau membantunya membujuk Jamilah kembali tinggal di rumah mereka.
Mata Sumi membola mendengarnya.

“Jamilah datang?  Mengapa dia ndak mampir dan tinggal disini?”
 
==== >(*~*)< ==== 

Bersambung

42. Anak Genderuwo (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang